0
beritakorupsi.co – JPU Irawan Eko, dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Malang telah membacakan tanggapannya terkait memori Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana dr. Safarudin Refa, Sp.M atas putusan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) RI dengan Ketua Hakim Agung, Artidjo Alkostar dalam perkara Tindak Pidana Korupsi No. 2410/k/PID.SUS/2014 tanggal 7 September 2015, pada Rabu, 26 April 2017.

Pada tahun 2005 hingga 2008 lalu, dr. Refa dituduh melakukan Korupsi dana ODC (One Day Care) atau dana retribusi jasa pelayanan antara lain, retribusi peralatan operasi sebanyak 21 orang pasien yang melakukan operasi mata di RSSA (Rumah Sakit Saiful Anwar) Malang, yang dikenakan sewa sarana operasi yang besarnya antara Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per masien, yang jumlahnya sebesar Rp Rp 8.400.000

Berdasarkan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (HPKN) oleh BPKP (Badan Pemeriksan Keuangan daan Pembangunan) Perwkilan Provinsi Jawa Timur pada 23 Januari 2009, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 60.800.000 oleh 10 dokter Spesialis Mata di RSSA antaralain, 1. Dr Maksum Efendi sebesar Rp 11.600.000, 2. Dr Budi Sulistia (Rp 11.600.000), 3. Dr Hariwati (Rp 9.600.000), 4. Dr Hariyah (Rp 8.800.000), 5. Dr Safaruddin Refa   (Rp 8.400.000), 6. Dr Sonny  Agung (Rp 5.200.000), 7.Dr Elfina (Rp   2.000.000), 8. Dr Seskoati (Rp 1.600.000), 9. Dr Anny S (Rp 1.200.000) dan 10. Dr  Debby sebesar Rp 800.000.

Namun yang diseret ke Pengadilan oleh JPU Kejari Malang untuk diadili hanyalah dr. Refa, sementara Sembilan dokter lainnya termasuk 4 dokter yang nilai Korupsinya lebih besar menjadi penonton. Selain itu, sebanyak 21 pasien yang dikatakan tidak membayar dana retribusi, juga tidak pernah diperiksa di persidangan.

Yang lebih “tragis” lagi, bukti surat dari PT Askes cabang Malang No. 1165/13-08/0908 perihal, data pasien Askes kamar operasi ruang mata, yang ditandatangani oleh Roni Kurnia, selaku Kepala PT Askes, tertanggal 3 September 2008, yang ditujukan kepada Direktur RSU. Dr. Saiful Anwar Malang, “raib” entah kemana.

Karena tidak terbukti melakukan Korupsi dalam persidangan, dr. Refa dinyatakan bebas dari segala tuntutan oleh Majelis Hakim PN Malang. Namun setelah JPU kasasi dan dalam putusan MA RI tahun 2015, yang diketuai Hakim Agung  Artidjo Alkostar, dr. dinyatakan bersalah.

Dalam proses putusan di MA RI inilah, dr. Refa memiliki 10 bukti baru (Novum) untuk diajukan dalam sidang PK, bilamana putusan MA RI, berbeda dengan putusan Majelis Hakim PN Malang. Apa yang dibayangkan dr. Refa dalam kasus yang menyeret dirinya menjadi nyata.

Bukti baru yang diajukan dr. refa diantaranaya, Kwitansi pembayaran oleh pasien kepada RSSA, Keputusan Derektur RSU Dr. Saiful Anwar No. 440/2472/308/2004 tentang penyelenggaraan pelayanan Khusus, Perda Provinsi Jatim No.10 tahun 2002 tentang retribusi pelayanan kesehatan di RS Provinsi, surat dari PT Askes cabang Malang No. 1165/13-08/0908 dan HPKN oleh BPKP  Perwkilan Provinsi Jawa Timur pada 23 Januari 2009. Yang pada halam 7 poin 3 berbunyi, pasien ODC diajukan Klaim biaya pelayanan ke PT Askes oleh RSUD Dr. Saiful Anwar pada Agustus 2005 hingga Mei 2008 sebesar Rp 1.300.000 per pasien.

Dan halaman 11, atas selisih kekurangan pembayaran jasa sarana pelayanan Khusus/ODC SMF Mata RSSA Malang, telah ditindak lanjuti oleh para dokter dengan membayar/menyetorkan ke kasir moblisasi dana RSUD Dr. Saiful Anwar Malang sebesar Rp 58.800.000 dan ada titipan melalui PN Malang yang belum disetor ke kasir moblisasi dana RSSA sebesar Rp 2 juta hingga tanggal 23 Januari 2009.

 dan surat keterangan dari Drs. Abd. Manan Msi, selaku Kepala Penerimaan dan Pendapatan Keuangan RSUD. Dr. Saiful Anwar, yang menyatakan bahwa, pasien katarak yang dilakukan operasi oleh Dr. Safarudin Refa, Sp,M di RSUD. Dr. Saful Anwar sebagai pasien Askes, bukan pasien pelayanan Khusus ODC Mata dan telah diklaim kepada PT Askes Cabang Malang dan telah dibayarkan ke RSUD Dr. Saiful Anwar.

Saat ini, dr. Refa tidak mencari bebas atas putusan Hakim Agung Mahkamah Agung RI, tapi Ia ingin mencari keadilan, walau Ia (Dr. Rfa) sadari, tidak semudah membalikkan telapak tangan dan ibarat mencari mutiara di dasar laut, namun Ia tetap berupaya dengan mengajukan memori Peninjauan Kembali (PK) memalui Majelis Hakim PN Malang, yang diketuai Hakim Rekman, pada Rabu 12 April 2017

Pada tanggal 26 April 2017, dalam sidang lanjutan perkara PK yang di Ketuai Majelis Hakim Rekman, dengan agenda tanggapan JPU. Dalam tanggapannya, JPU Irawan mneyatakan bahwa, alasan PK yang dibenarkan oleh Undang-Undang adalah alasan-alasan sebagaimana dalam pasal 263 ayat (2) KUHP yakni; a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat bahwa, jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau lepas dari segalatuntutan hokum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terdapat perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; b. Apabila dalam keadaan putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan dengan satu dengan yang lain dan c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

JPU juga menolak bukti PK yang diajukan dr. Refa. Anehnya, dari 10 bukti tersebut, hanya satu yang ditolak. Alasan JPU dalam tanggapannya, bahwa bukti yang diajukan oleh pemohon PK sudah pernah diajukan dalam persidangan tahun 2009 lalu. Lalu, bagaimana dengan surat dari PT Askes dan surat dari Kepala Penerimaan dan Pendapatan Keuangan RSUD. Dr. Saiful Anwar, yang menyatakan bahwa pasien yang dioperasi dr. Refa adalah peserta Askes bukan Khusus ?

Dari fakta persidangan dan data yang ada, diduga terjadi kelebihan bayar yang diterima oleh RSUD. Dr. Saiful Anwar dari sebahagian pasein dan dari dokter yang dituduh tidak membayar dana retrubusi pelayanan pasien. Lalu kemana dana tersebut ? kenapa Kejari Malang sejak 2009 hingga sekarang, tidak menyeret 9 dokter lainnya ? lalu apa hasil pemeriksaan penyidik Keajri Malang terhadap beberapa pejabat RSUD. Dr. Saiful Anwar pada tahun lalu ?

Uasi persidangan, dr. Refa mengatakan kepada media ini bahwa, dirinya bukan mencari putusan bebas atas tuduhan Korupsi yang dilakukannya. Melainkan keadilan dan Hak Azasi Manusi (HAM) serta nama baik kelaurganya.

 “Saya mencari Keadilan dan kebenaran bukan putusan bebas. Tujuh tahun saya mencari keadilan, belum aya temukan hingga hari ini. Pengakuan Abd. Manan yang jujur, polos dan berani, merupakan semangat buat saya, bahwa saya tak bersalah, tak melakukan korupsi, saya hanya sebagian dari rakyat Indonesia yang dizalimi dan dikriminalisasi  serta dipenjarakan karena tak salah,” ujar dr. Refa.

Menurutnya, dari 49 berkas ditambah saksi, tak satupun yang mengatakan dirinya melakukan Korupsi sebesar Rp 8.400.000.

“Bayangkan, ada 49 berkas alat Bukti dan saksi dipersidangan, tak satupun bukti tersebut  menyebut nama saya tersangkut sebagai pelakunya. Malahan, separoh dari alat bukti itu, tidak berhubungan dengan saya,” lanjut dr. Refa

“Kasi Pidsus Kajari Malang yang saat itu dijabat oleh Abdul Muid SH, mengatakan bahwa saya sudah dipesan dan di jadikan target oleh Kepala Kejaksaan Negeri Malang Hermut Achmadi SH dan di lanjutkan oleh Witono SH,MH,” ungkapnya.

Kasus ini pun sudah dilaporkan ke Presiden oleh dr. Refa, dan telah mendapat jawaban surat dari Presiden RI Joko Widodo, melalui Mensekneg No.B-170/Kemensetneg/D-1/Hkm/HK.04.02/04/2016. Yang isinya, meminta agar Jaksa Muda Agung Pidsus, menindak lanjuti laporan, bahwa Dr. Refa di korbankan dan di kriminalisasi. Dr. Refa juga melaporkan kasus uang Askes yang di “peti es kan” oleh kajari Malang sampai saat ini dan surat tersebut tembusannya  ke Kajagung RI dan Kajari Malang sendiri.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top