Terdakwa Bambang Irianto (kiri) dan JPU dari KPK Feby Dwiyandospendy |
Yang lebih “sadis” lagi adalah, menyeret para penegak hukum diantaranya Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara. Pada hal, masyarakat seringkali mendengar para penegak hukum mengatakan bahwa “semua sama di mata hukum”. Namun dalam pelaksanaannya tidak lah selalu demikian.
Tidak hanya disitu. Pada saat aparat penegak hukum sedang melakukan penyelidikan maupun penyidikan terkait adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam pelaksanaan proyek di beberapa SKPD yang menggunkan dana APBD maupun APBN, yang kemudian ada beberapa orang diduga terlibat lalu mengembalikan uang yang diterima dari dugaan hasil Korupsi tersebut, aparat penegak hokum mengatakan bahwa itu tidak akan menghilangkan sangsi pidananya.
Lalu bagaimana dengan para pejabat di Madiun yang diduga menerima “Roti Manis” dari terdakwa Bambang Irianto ? Apakah mereka diminta pertanggung jawabannya selaku penegak hukum namun menerima sesuatu dari pejabat lainnya tanpa ada aturannya ? atau apakah mereka akan dihadirkan dalam persidangan ? sepertinya tidak akan terjadi. Sebab, penyidik dan JPU dari KPK juga adalah orang-orang dari Kepolisian maupun dari Kejaksaan sendiri.
Kasus Korupsi (Gratifikasi) Wali Kota (Non Aktif) Madiun Bambang Irianto, yang saat ini diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, dalam kasus Korupsi Pembangunan Pasar Besar Madiun pada tahun tahun 2009 – 2012 yang menelan anggaran sebesar Rp 76,523 milliar.
Sebab, uang hasil gratifikasi terdakwa Bambang Irianto, yang menjabat sebagai Wali Kota Madiun sejak 2009 hingga 2016, yang jumlahnya hampir 60 milliar rupiah atau sekitar 10 milliar rupiah setiap tahunnya yang disetor oleh semua instansi dibawah kepemimpinannya, dan sebahagian uang tersebut mengalir ke Pejabat Forminda (Forum Musyawarah Pimpinan Daerah) atau Forpinda (Forum Pimpinan Daerah) yang terdiri dari, Kepala Kejaksaan Negeri, Kapolres dan Ketua Pengadilan Negeri yang ada di Madiun.
Hal itu terungkap dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai H.R. Unggul Warso Mukti, dengan agenda mendengarkan keterangan 5 saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diantaranya, Fitroh Rohcahyanto, TrimulyonoHendradi, Herry B.S. Ratna Putra, Feby Dwiyandospendy, N.N. Gina Saraswati, Joko Hermawan, Alandika Putra dan Dormian.
Kelima saksi yang dimaksud diantaranya, Drs. Maedi selaku Sekkota (Sekretaris Pemerintah Kota) Madiun, Trubus Rekso Direjo (Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Rusdianto (Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah/DPPKAD sejak tahun 2014-2016), Effendi Hadi Waluyo (Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan/PPTK proyek Pasar Baru) dan Bery Simson, selaku Kuasa Direksi PT Lince Romali Raya (LRR).
Dihadapan Majelis Hakim, saksi Trubus menjelaskan tentang keterlibatan anak terdakwa Bambang Irianto yakni Boni Laksmana dalam proyek Pasar Besar Madiun. “Boni adalah turut menyediakan matrial dalam pembangunan Pasar Baru Madiun,” ucap saksi
Saksi ini juga menjelaskn bahwa, pembangunan Pasar Besar Madiun yang menjadi konseptor adalah Terdakwa, termasuk dibangunnya kolam renang di tengah-tengah pasar tersebut.
"Konsepnya adalah Pak Wali (Terdakwa). Alasan dibangun kolam, karena Pasar Baru sering kebakaran. Jadi kalau ada kebakaran lagi, biar gampang pemadamannya," kata saksi
Saksi Trubus juga tidak membantah tentang keterangannya di BAP terkait PT LRR mengambil pasir dari Boni bukan dari suplayer lain.
"Menurut keterangan Musa (DPO), Dia dipaksa Walikota agar membeli pasir dan cor kolom dari Boni, padahal harganya lebih mahal dari suplayer lainnya," kata saksi.
Yang mengejutkan adalah keterangan saksi Rusdianto. Kepada Majelis Hakim saksi ini menjelskan bahwa, jika dirinya pernah diperintah terdakwa Bambang Irianto untuk sejumlah uang atau setoran dari SKPD. Setoran tersebut, kata saksi Rusdianto, tidak ada tarifnya karena pendapatan masing-masing SKPD tidak sama besarnya.
"Saya dipanggil Pak Wali (Bambang Irianto) dan diberi tahu, bahwa kita ini hidup bertetangga. sehingga ada himbauan setoran dari SKPD. Ini diistilahkan sebagai uang pengamanan. Ada yang setor Rp 2 juta, Rp 5 juta bahkan ada yang tidak setor sama sekali," ungkap saksi Rusdianto.
Saksi Rusdianto menjelakan, bahwa Ia dipercaya oleh terdakwa untuk mengelola uang setoran dari SKPD itu, yang jumlahnya sekitar Rp 6,5 miliar. Uang itu lantas “dibagikan” ke beberapa pejabat muspida dan jajaran. Pencairan uang tersebut dibagi dalam setahun tiga tahap yakni, Tahun Baru, Lebaran dan menjelang tahun ajaran baru bagi anak masuk sekolah.
"Semua itu saya laporkan ke Pak Wali," tandas saksi.
Uasi persidangan, JPU dari KPK Feby Dwiyandospendy menjelaskan, kehadiran saksi berkaitan dengan penerimaan dan pemakaian uang suap oleh terdakwa Bambang Irinato.
“Drs. Maedi selaku Sekda Kota Madiun, yang kedua adalah Trubus Rekso Direjo, dulu adalah Kadis PU sekarang jadi Direktur BUMD Aneka Usaha Mandiri. Yang ketiga Rusdianto, dulunya adalah sebagai Kepala BKD sekarang menjabat sebagai Kepala Dispenda, Empat adalah Effendi ini menggantikan Hadi Waluyo sebagai PPTK proyek Pasar Baru dan Bery Simson, selaku Kuasa Direksi dari PT LRR. Kaitannya adalah penerimaan uang dan pemakaian uang siap atau korupsi,” ujar Feby.
Saat ditanya lebih lanjut, apakah ada orang lain yang menjadi tersangka dalam kasus suap Wali Kota (Non Aktif) Madiun. Feby mengatakan masih menunggu persidangan terdakwa. “Nanti kita lihat dulu persidangan terdakwa,” jawabnya. Pada sidang sebelumnya, Feby juga tak bersedia menjelaksan apakah mantan pejabat Madiun seperti mantan Kajari akan menajdi saksi di Persidangan. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :