0
beritakorupsi.co – Pada Senin, 29 Mei 2017, sidang lanjutan kasus perkara Korupsi dengan cara melakukan penarikan pungutan liar (Pungli) dalam program Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) untuk sertifikat gratis bagi masyarakat yang yang berpenghasilan rendah, atau masyarakat yang tidak mampu di Kelurahan Kali Kedinding Kecamatan Kenjeras, Surabaya, kembali di gelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Khusus Surabaya.

Program untuk sertifikat gratis bagi masyarakat yang yang berpenghasilan rendah atau masyarakat yang tidak mampu, dibiayai dari DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran)  APBN melalui Kantor BPN Kabupaten/Kota, namun tidaklah gratis 100%. Sebab, ada beberapa yang harus ditanggung oleh peserta diantaranya, pembelian 4 buah patok batas tanah untuk masing-masing bidang tanah dan beberapa materai.

Sidang yang di Ketuai Majelis Hakim Tahsin.,SH.,MH dengan agenda pembacaan Eksepsi (Keberatan) dari terdakwa Lurah Mudjianto, melalui tim Penasehat Hukum (PH)-nya Belly, Rina, Eko dan Hartono atas surat dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak pada sidang minggu lalu.

Dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim, tim PH terdakwa Mudjianto, Belly dkk mengatakan bahw, dakwaan JPU diangkap “kabur” dan tidak jelas menguraikan perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa dalam pelaksaan Prona di Kelurahan Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran pada tahun 2014 lalu..

Alasannya, JPU hanya menjelaskan, kalau terdakwa Lurah Mudjianto, meminta biaya sebesar Rp 350.000 per bidang untuk penerbitan Sporadik pembuatan dokumen sertifikat sebanyak 150 bidang tanah bagi masyarakat di Kelurahan Kali Kedinding, dari Ketua  Badan Kesejahteraan Masyarakat (BKM) Jonathan Suwandono (juga terdakwa).

Tidak hanya itu, pelaksanaan sertifikat masal di Kelurahan Kali Kedinding berdasarkan surat dari Ketua dan Sekretaris BKM dengan Nomor. 029/bkm-kmw/ 2013 tanggal 20 September 2013yang ditandatangani Lurah selaku mengetahui. Dan surat tersebut ditujukan kepada Kantor BPN Kota Surabaya II dan Kepala Kantor BPN Wilayah Jawa Timur.

Dan surat tersebut di tindaklanjuti oleh Kepala Kantor BPN Kota Surabaya II No. 39/KEP-35.80/II/2014 tentang penunjukan peserta Prona tahun 2014, dan kemudian kelaurlah Keputusan Kepala Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) Wilayah Jawa Timur No. SK.63/KEP-35/II/2014 tanggal 4 Pebruari 2014, berdasarkan surat dari Kepala Kantor BPN Kota Surabaya II.

Anehnya, dalam dakwaan JPU tidak menjelaskan secara lengkap, berapa jumlah uang yang diminta oleh Ketua BKM dari masyarakat yang mengajukan pengurusan sertifikat melalaui BKM. Tetapi JPU dapat menjelaskan, bahwa jumlah uang yang diterima terdakwa Lurah Mudjianto dari Ketua BKM sebanyak Rp 53.650.000 dengan rincian, tanggal 20 Desember 2013 sebesar Rp 18.900.000, tanggal 30 Desember 2013, 3 juta; tanggal 7 Januari 2014, Rp 15.400.000; tanggal 10 Januari 2014, Rp 4.450.000, tanggal 24 Januari 2014, Rp 2.800.000 dan tanggal 28 Januari 2014 sebesar Rp 9.100.000

Aneh, terkait penunjukan lokasi (Penlok) Prona di Kelurahan Kali Kedinding, Kepala Kantor BPN Surabaya II dan Kepala Kantor BPN Wilah Jawa Timur baru mengeluarkan surat pada Pebruari 2014. Lalu, apa kaitannya dengan uang yang diterima terdakwa Lurah Mudjianto dari Ketua BKM pada Desember 2013 ?

Usai persidangan, Belly, selaku Ketua tim PH terdakwa menjelaskan kepada wartawan media ini bahwa ada dugaan rekayasa dalam pelaksanaan Prona di Kelaurahan Kali Kedinding. Alasnnya, bahwa ada dugaan pemalsuan tanda tangan terdakwa dalam dokumen.

“Dalam Eksepsi tadi kita menyampaikan kebertan atas dakwaan JPU. Sebab dalam dakwaan JPU tidak menjelaskan perbuatan pidana yang dilakukan ioleh terdakwa. selain itu, ada dugaan pemalsuan tanda tangan terdakwa dalam dokumen yang dilakukan oleh pihak lain. Inilah yang akan kita buktikan dengan uji leb (laboratorium.red).

Belly juga mengatakan bahwa, terdakwa tidak mengetahui adanya Prona di Kelurahan Kali Kedinding dan tidak pernah menerima surat dari BPN. Surat yang ditindak lanjuti oleh BPN Surabaya atas surat dari Ketua BKM juga tidak diketahui oleh Lurah.

“Dalam program Prona, terdakwa tidak mengetahui dan tidak dilibatkan, tidak pernah menerima surat dari BPN termasuk BPN yang menindak lanjuti suart Ketua BKM terkait sertifikat masal. Terdakwa memang mengetahu saat Ketua BKM mengajukan surat permohonan sertifikat masal, tapi tidak mengetahui pelaksanaannya bagaimana,” ungkap Belly sambil menunjukkan tanda tangan Lurah yang di duga dipalsu. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top