0
beritakorupsi.co – Dua nama dalam buku daftar “hitam” di tangan Kepala Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur (Kejati Jatim) Maruli Hutagalung, dalam kasus Korupsi penjualan Dua asset Pemerintah Provinsi Jatim (Pemprov. Jatim) pada tahun 2003 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 11 milliar lebih, ditahan oleh penyidik pada Rabu, 31 Mei 2017.

 Kedua nama yang dimaksud adalah, Oepojo Sardjono selaku Direktur Utama PT Sempulur Adi Mandiri (Dirut PT SAM) dan Sam Santoso (Direktur PT SAM) selaku pembeli Dua asset milik Pemprov. Jatim yang terletak di Kediri dan Tulungagung, yang di kelola oleh PT Panca Wira Usaha (PT PWU) dibawah kepemimpinan terdakwa Dahlan Iskan selaku Direktur Utama (sudah di Vonis 2 Tahun Penjara).

Sebelum ditetapkan menjadi tersangka dan kemudian ditahan, Oepojo Sardjono, terlebih dahulu menjalani pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim penyidik Kejati Jatim. Sementara Sam Santoso, hanya ditetapkan menjadi tersangka dan tidak dilakukan penahanan, karena si pembeli asset itu saat sedang terbaring disalah satu Rumah Sakit di Surabaya.

Hal itu disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum), Richard Manurung dan Kepala Seksi Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Kasindik) Kejati Jatim, Bayu Prasetyo kepada wartawan, Rabu, 31 Mei 2017.

“Hari ini penyidik menetapkan Dua tersangka dalam kasus Korupsi penjualan asset PT PWU yaitu, Oepojo Sardjono dan Sam Santoso. Oepojo Sardjono langung dilakukan penahanan setelah menjalani pemeriksaan terlebih dahulu dan menandatangani BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Kalau Sam Santoso, tidak ditahan karena sedang sakit dan usianya sudah 80 an tahun,” kata Richard dan Bayu.

Dalam kasus ini, Kejati Jatim sudah terlebih dahulu menetapkan Dua tersangka dari PT PWU yakni, Wishnu Wardana, selaku Ketua Tim penjualan asset dan Dahlan Iskan, selaku Direktur Utama PT PWU. Keduanya pun sudah dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi. Wishnu Wardana, di Vonis 3 tahun penjara, sementara Dahlan Iskan, 2 taun.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa, pelepasan asset milik Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jatim yang terletak di Tulungagug dan Kediri yang dilakukan oleh terdakwa Wishnu Wardana, selaku Kepala Biro dan Ketua Tim Penjualan asset bersama-sama dengan Dahlan Iskan, selaku Dirut PT PWU tidak sesuai prosedur.

Pelepasan asset tersebut tidak melibatkan tim penilai harga. Sehingga nilai penjualaan kedua asset tersebut yang dilakukan oleh PT PWU kepada PT Sempulur Adi Mandiri (PT SAM), dibawah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Akibatnya, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 11.071.914.000.

Majelis Hakim juga menyatakan, seharusnya nilai penjualan untuk asset berupa tanah dan bangunan yang terletak di Tulungagung seluas 24 ribu meter lebih sebesar Rp 10.086.848.000 namun dijual dengan harga Rp 8.750.000.000. Sementara asset di Kediri berupa tanah dan bangunan seluas 32.492 meter dijual dengan harga Rp 17 milliar lebih, yang seharusnya dijual berdasarkan NJPO sebesar Rp 24 milliar lebih. Sehingga terjadi selisih harga senilai Rp 11.071.914.000 yang menguntungkan Oepoyo Sarjono dan Sam Santoso selaku pribadi. Sebab PT Sempulur Adi Mandiri pada saat terjadinya transaksi, belum mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.

Tidak hanya itu. Majelis Hakim juga menyatakan dalam amar putusannya bahwa, penjualan asset sudah dilakukan pembayaran pada Agustus 2003 sementara jadwal pembukaan lelang dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) baru dilakukan pada September 2003. Terdakwa Wishnu Wardana memerintahkan panitia lelang untuk membuat dokumen agar proses pelepasan asset tersebut seakan-akan sesuai dengan prosedur.

Sementara menurut Dr. Sudiman Sidabuke, selaku Penasehat Hukum (PH) Sam Sanotoso, saat dihubungi media ini melaui telepon selulernya mengatakan, terkait penetapan status tersangka kepada Sam Santoso, dirinya belum mengetahui. Namun Sidabuke mengakui, kalau penyidik Kejati Jatim pernah memeriksa Sam Santoso sebagai saksi pada tahun 2016.

“Kapan ditetapkan menjadi tersangka. Saya belum mengetahui, karena saat ini Pak Sam sedang sakit di Rumah Saksit. Kalau penyidik merasa sudah memiliki 2 alat bukti permulaan yang cukup, silahkan saja. Tetapi sampai saat ini, saya belum tahu apakah penyidik memiliki itu. Jadi kita belum bisa menentukan sikap, apakah akan melakukan upaya hokum,” kata Sidabuke

Ditanya lebih lanjut sakit yang dialami tersangka, Sidabuke mengatakan, ada gangguan di otak dan ada memory yang hilang berdasarkan hasil diagnosa dokter, sehingga saat diajak bicara tidak nyambung,” ungkapnya.

Sebelumnya, menurut Sidabuke, secara legal formal sah-sah saja. Karena hanya melihat hukum hitam putih. “Dibalik  norma formal, hukum itu punya jiwa dan sistematisasi, juga menarik untuk dikaji. Pembeli yang mana mau diproses, mengingat informasinya, ada lebih 30 obyek yang dijual atau dibeli orang. Lalau apakah PT PWU akan diadili lagi bersama pembeli ?,” kata Sidabuke beberapa waktu lalu.

PT PWU dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 1999 tentang penggabungan Lima Perusahaan Daerah menjadi Satu, yang dalam pasal 13 dan 14 Perda tersebut dijelaksan, pelepasan asset dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari DPRD.

Namun menurut Kejati Jatim, bahwa lepasnya asset daerah yang terletak di Tulungagung dan Kediri pada tahun 2003 lalu, tidak sesuai dengan prosedur dengan perturan/perundang-undangan yang berlaku. Penjulan du asset tersebut tidak diumkannya dalam Media masa Nasional yang berbahasa Indonesia, tanpa proses lelang, tidak melibatkan tim penilai harga maupun lembaga hukum termasuk belum adanya persetujuan dari Gubernur serta persetujuan dari DPRD Jatim. Sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 11 Milliar lebih.

Fakta Persidangan

Dalam BAP Sam Santoso yang dibacakan dalam persidangan menjelaskan, bahwa dirinya bertemu dengan Dahlan Iskan, selaku Direktur Utama PT PWU, di Graha Pena, Jalan A. Yani yang saat ini menjadi kantor Jawa Pos, untuk menanyakkan terkait informasi penjulan sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten Kediri dan Tulungagung.

Beberapa hari kemudian, Sam Santoso menemui Dahlan Iskan di Gra Pena untuk menyampaikan penawarannya untuk dua asset PT PWU yang hendak dijual di Kediri, senilai Rp 17 milliar dan di Tulungagung senilai Rp 8,750 milliar. Dari penawaran Sam Santoso, Dahlan Iskan tidak langsung menyetuji saat itu juga, melainkan menunggu beberapa hari kemudian.

Pertemuan antara Sam Santoso, Dahlan Iskan dan Wishnu Wardhana, yang menghasilkan kesepakatan nilai asset PT PWU di Kediri dan Tulangagung, diperkirakan sekitar awal Mei 2003, yang merujuk pada pembayaran aset di Kediri senilai Rp 17 miliar pada 3 Juni 2003.

Sementara itu, Sam Santoso baru melakukan pembayaran aset di Tulungagung senilai Rp 8,75 miliar pada tanggal 30 Agustus 2003, sedangkan penawaran untuk aset di Tulungagung baru dibuka sekitar taggal 8 September 2003. Dari keterangan Sam Santoso di BAP, bahwa kesepakatan jual-beli aset telah dilakukan jauh sebelum penawaran dibuka.

Selain keterangan Sam Santoso yang dibacakan JPU, juga membacakan keterangan saksi Imam Utomo, mantan Gubernur Jawa Timur, karena tidak bisa hadir dalam persidangan dengan alasan sakit.

Imam Utomo mengakui dalam BAP-nya, ada surat dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang ditujukan ke Dirut PT PWU. Dan Dia (Imam Utomo) menjelaskan dalam BPA yang dibacakan, tidak pernah mengeluarkan Surat Keputusan tentang persetujuan pelepasan asset PT PWU Jatim. Surat yang pernah dikeluarkan Imam Utomo, menindaklanjuti surat dari Ketua DPRD Jatim.

Kasus ini pun menimbulkan pertanyaan. Apakah penyidik Kejati Jatim hanya menyeret 4 tersangka/terdakwa (Wishnu Wardana, Dahlan Iskan, Oepojo Sarjono dan Sam Santoso) dalam pelepasan asset milik Pemprov Jatim ini ? Lalu bagaimana dengan panitia lelang yang menerima honor namun tidak melaksanakan tugasnya ?. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top