beritakorupsi.co – Pada Jumat, 26 Mei 2017, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, Surabaya, menyeret Lurah Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran, Pemkot Surabaya, Jawa Timur dan Jonathan Suwandono, selaku Ketua Badan Kesejahteraan Masyarakat (BKM) di kelurahan yang sama, untuk dia
Terdakwa Lurah Mudjianto dan terdakwa Ketua BKM Jonathan Suwandono, sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Tanjung Perak, Surabaya, setelah menjalani proses pemeriksaan atas dugaan melakukan Pungli (pungutan liar) terhadap sejumlah 150 Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Tanah Kali Kedinding, yang mengurus sertifikat melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) untuk sertifikat gratis bagi masyarakat yang yang berpenghasilan rendah atau masyarakat tidak mampu.
Dalam persidangan yang di Ketuai Majelis Hakim Tahsin., SH., MH, dengan agenda pembacaan surat dawkaan oleh JPU Andhi Ardhani dkk untuk terdakwa Lurah Mudjianto yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Belly, Rina, Eko dan Hartono, sementara terdakwa Ketua BKM Jonathan Suwandono di damping PH-nya Yuliana Heriyanti Ningsih dari LBH YLKI (Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Legundi Keadilan Indonesia).
Dalam surat dakwaannya dihadapan Majelis Hakim, JPU menyatakan bahwa, pelaksanaan program Prona untuk sertifikat gratis bagai 150 bidang tanah bagi masyarakat di Kelurahan Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran dibiayai dari Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Suarabaya II tahun 2014 Nomor DIPA-056.01.02673758/2014 tanggal 8 Desember 2013, sebesar Rp 298 ribu per bidang, tertuang dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) yang dipergunakan untuk biaya panitia hingga penyerahan Sertifikat kepada peserta Prona. Namun ada bebrapa biaya yang harus ditanggung oleh peserta prona sendiri yaitu antara lain, untuk pembelian patok batas tanah, foto copy dan pembelian beberapa materai.
JPU membeberkan bahwa, terdakwa Jonathan Suwandono selaku Ketua sekaligus Kordinator BKM, justru menarik biaya sebesar Rp 3.750.000 untuk petok D di bawah tahun 1997 dan Rp 4,1 juta untuk petok D diatas tahun 1997 dengan rincian, untuk petok D di bawah tahun 1997 uang muka pendaftaran sebesar Rp 750.000 dan biaya pengurusan sertifikat 3 juta rupiah. Sementara untuk petok D diatas tahun 1997 dengan biaya pendaftaran sebesar Rp 1,1 juta dan biaya sertifikat sebesar Rp 3 juta.
JPU menyebutkan, terdakwa Jonathan Suwandono tidak punya dasar hukum untuk melakukan penarikan biaya pembuatan sertifikat bagi peserta prona. Dan terdakwa Mudjianto selaku lurah, mengetahui adanya penarikan biaya tersebut dan kemudian meminta biaya pembuatan Sprodik kepada terdakwa Jonathan Suwandono sebesar 350 ribu rupiah untuk per bidang tanah.
“Terdakwa Jonathan Suwandono selaku Ketua BKM, memerintahkan Chusnul Chotimah selaku Bendahara BKM untuk menyerahkan uang kepada Mudjianto sebesar Rp 53.650.000 dengan rincian, tanggal 20 Desember 2013 sebesar Rp 18.900.000, tanggal 30 Desember 2013, 3 juta; tanggal 7 Januari 2014, Rp 15.400.000; tanggal 10 Januari 2014, Rp 4.450.000, tanggal 24 Januari 2014, Rp 2.800.000 dan tanggal 28 Januari 2014 sebesar Rp 9.100.000,” ucap JPU.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 12 huruf e Undang Undang No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU diakhir surat dakwaannya.
Menaggapi surat dakwaan JPU, PH terdakwa Mudjianto, Belly selaku Ketua Tim mengatakan kepada Majelis Hakim, akan menyampaikan Eksepsi (keberatan). Sementara terdakwa Jonathan Suwandono, yang didampingi PH Prodeo, menerima surat dakwaan JPU.
Usai persidangan. Terkait keberatan PH terdakwa atas surat dakwaan JPU, kepada media ini Belly menjelaskan, bahwa surat dakwaan JPU tidak secara jelas menyebutkan perbuatan terdakwa. Alasannya, terdakwa tidak mengetahui adanya Prona di Kelurahan Kali Kedinding dan tidak pernah menerima surat dari BPN.
“Kita akan mengajukan Eksepsi atas surat dakwaan JPU. Karena dalam surat dakwaan JPU tadi, tidak menjelaskan secara lengkap perbuatan terdakwa. dalam program Prona, terdakwa tidak dilibatkan dan tidak mengetahui adanya penarikan biaya oleh Jonathan Suwandono. Terdakwa tidak pernah menerima surat dari BPN terkait Prona,” kata Belly.
Terpisah, Kepala Seksi Intlejen (Kasi Intel) Kejari Tanjung Perak, Lingga Nurie, saat dihubungi wartawanmengatakan, terdakwa hanya dijerat pasal 12 huruf e. Namun saat ditanya apakah ada pihak lain yang ikut bertanggung jawab atas kasus tersebut, Lingga tak dapat memastikan.
“Ya, pasal 12 huruf e UU Korupsi. Belum ada,” kata Lingga. (Redaksi)
dili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan di dakwa, melakukan pungutan liar (Pungli) dalam pelaksanaan Proyek Prona, pada tahun 2014 lalu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :