0


beritakorupsi.co – Eksepsi atau keberatan yang diajukan Penasehat Hukum (PH) terdakwa kepada Majelis Hakim, terkait surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus perkara Korupsi, sudah tidak asing lagi, dengan berbagai alasan diantaranya, apabila surat dakwaan JPU tersebut dianggap “membingungkan”.

Seperti dalam perkara kasus Korupsi Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) untuk sertifikat gratis bagi masyarakat yang yang berpenghasilan rendah atau masyarakat yang tidak mampu, yang dibiayai dari DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran)  APBN melalui Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kota Surabaya II di di Kelurahan Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran.
Pelaksanaan Prona di Kelurahan Kali Kedinding adalah atas surat permohonan dari Jonathan Suwandono selaku Ketua dan Heri Purwanto sekretaris BKM dengan Nomor. 029/bkm-kmw/ 2013 tanggal 20 September 2013 yang di tujukan kepada Kepala Kantor BPN Surabaya II perihal, permohonan program Prona tahun 2014.

Di mana dalam surat Ketua BKM Wibowo Mukti yang di tandatangani oleh Lurah Kali Kedinding disebutkan, agar pada tahun 2014, BPN Kota Surabaya dan Kanwil BPN Jawa Timur, memberikan kebijakan berupa fasilitas penerbitan sertifikat massal kepada kami, baik berupa program sertifikat Prona ataupun UKM untuk masyarakat wilayah Kelurahan Tanah kali Kedinding.

Dan surat tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Kepala Kantot BPN Kota Surabaya II Nomor. 39/KEP-35.80/II/2014 tentang penunjukan peserta Prona tahun 2014 di Kelurahan Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya yang memutuskan bahwa, penunjukan peserta Prona Kantor Pertanahan Kota Surabaya II Tahun Anggaran 2014 Kelurahan Tani karinding Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya sebanyak 150 bidang. Dan Keputusan Kepala Kantor wilayah BPN Provinsi Jawa Timur No. SK.63/KEP-35/II/2014 tanggal 4 Pebruari 2014.

Dalam perkara ini, Tim JPU Andhi Ardhani dkk dari Kejari Tanjung Perak menyatakan bahwa, pelaksanaan program Prona untuk sertifikat gratis bagai 150 bidang tanah di Kelurahan Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran dibiayai dari DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran) Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Suarabaya II tahun 2014 Nomor DIPA-056.01.02673758/2014 tanggal 8 Desember 2013, sebesar Rp 298 ribu per bidang, tertuang dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK).

JPU menyatakan dalam surat dakwaannya, sesuai keterangan dari Sasongko selaku petugas dari BPN mengatakan, bahwa pelaksanaan sosialaisasi terkait pelaksanaan Prona dilaksanakan di Kantor BKM yang diahdiri sekita 30 orang. Sementara dalam surat dakwaan JPU juga dijelaskan bahwa tidak pernah ada sosialisai yang dilaksanakan oleh BPN maupun Lurah.

Selain itu, JPUjuga membeberkan bahwa, terdakwa Jonathan Suwandono selaku Ketua sekaligus Kordinator BKM, justru menarik biaya sebesar Rp 3.750.000 untuk petok D di bawah tahun 1997 dan Rp 4,1 juta untuk petok D diatas tahun 1997 dengan rincian, untuk petok D di bawah tahun 1997 uang muka pendaftaran sebesar Rp 750.000 dan biaya pengurusan sertifikat 3 juta rupiah. Sementara untuk petok D diatas tahun 1997 dengan biaya pendaftaran sebesar Rp 1,1 juta dan biaya sertifikat sebesar Rp 3 juta.

JPU menyebutkan, terdakwa Jonathan Suwandono tidak punya dasar hukum untuk melakukan penarikan biaya pembuatan sertifikat bagi peserta prona. Dan terdakwa Mudjianto selaku lurah, mengetahui adanya penarikan biaya tersebut dan kemudian meminta biaya pembuatan Sprodik kepada terdakwa Jonathan Suwandono sebesar 350 ribu rupiah untuk per bidang tanah.

JPU menyatakan bahwa, terdakwa Jonathan Suwandono selaku Ketua BKM, memerintahkan Chusnul Chotimah selaku Bendahara BKM untuk menyerahkan uang kepada Mudjianto sebesar Rp 53.650.000 dengan rincian, tanggal 20 Desember 2013 sebesar Rp 18.900.000, tanggal 30 Desember 2013, 3 juta; tanggal 7 Januari 2014, Rp 15.400.000; tanggal 10 Januari 2014, Rp 4.450.000, tanggal 24 Januari 2014, Rp 2.800.000 dan tanggal 28 Januari 2014 sebesar Rp 9.100.000,” ucap JPU.

Anehnya, sosialisasi dan pelaksanaan Prona baru dilakukan sekitar Pebruari 2014 termasuk Keputusan Kepala Kantor wilayah BPN Provinsi Jawa Timur No. SK.63/KEP-35/II/2014 tanggal 4 Pebruari 2014. Namun, JPU menyatakan bahwa terdakwa Mudjianto sudah menerima uang dari Ketua BKM melalui Bendahara BKM Chusnul Chotimah sejak Desember 2014. 

Hal inilah yang membuat PH terdakwa Mudjianto, Belly dkk merasa bahwa, surat dakwaan JPU dianggap membingungkan karena tidak menjelaskan secara lengkap keterleibatan terdakwa dalam pelaksaan Prona.

Kepada wartawan media ini Belly menjelaskan, bahwa surat dakwaan JPU tidak secara jelas menyebutkan perbuatan terdakwa. Alasannya, karena terdakwa tidak mengetahui adanya Prona di Kelurahan Kali Kedinding dan tidak pernah menerima surat dari BPN.

“Kita akan mengajukan Eksepsi atas surat dakwaan JPU. Karena dalam surat dakwaan JPU tadi, tidak menjelaskan secara lengkap perbuatan terdakwa. dalam program Prona, terdakwa tidak dilibatkan dan tidak mengetahui adanya penarikan biaya oleh Jonathan Suwandono. Terdakwa tidak pernah menerima surat dari BPN terkait Prona,” kata Belly.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top