Ke 4 Terdakwa Korupsi Bawaslu Jilid IV |
Para saksi saat di Persidangan |
Dalam sidang kali ini, dengan agenda mendengarkan keteragan 4 (Empat) orang saksi untuk 4 orang terdakwa yang di hadirkan (JPU) Arif Usman dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dan JPU Endri dari Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim), dengan Ketuai Majelis, Hakim Rochmad.
Keempat saksi yakni, Indriyono, Direktur CV Canopus (kasus Korupsi Bawaslu Jilid I sudah di Vonis), Rochmat Budi Utomo, Firdausy dan Ali Sodikin (Ketiganya rekanan dalam kasus Korupsi Bawaslu Jilid III dan sudah di Vonis).
Sementara para terdakwa dalam Jilid IV ini yakni, Arif Rasmadin, Imam Widodo, Darmini dan Samudji Hendrik Susilo Bali atau Hendrik (selaku pejabat pengadaan, perkara tersendiri), yang dianggap sebagai “otak” terjadinya kasus ini sekaligus sebagai pelapor ke Polda Jatim pada 2015 lalu. Keempat terdakwa di dampingi Penasehat Hukum (PH)-nya yang terdiri dari; Sulamul Hadi, Eko Gendra, Ddidik Suharsono, Berlian Luckytasari dan Aning Wijayanti.
Dalam persidangan, kepada Majelis Majelis Hakim, saksi Indriyono menjelaskan, kalau dirinya ditunjuk oleh Amru, untuk mengerjakan pekerjaan Spanduk sebanyak 2400 dan Buku panduan, dengan nilai keseluruhan sebesar Rp 221 juta.
“Saya diminta Pak Amru untuk menegrjakan Spanduk dan Buku dengan total keseluruhan Dua ratus Dua puluh Satu juta. Tidak melalui lelang hanya lisan. Saya tidak tau kalau ada yang mengerjakan lagi,” kata saksi.
Sementara Tiga saksi lainnya menjelaskan kepada Majelis Hakim bahwa, Profil CV milik ke Tiga saksi dipinjam Anang Kusaeni dengan “imbalan” uang sebesar masing-masing CV Rp 500 ribu. Saksi juga mengatakan, tidak pernah mengerjakan pekerjaan di Bawaslu tetapi mengakui menanda tangani semua dokumen kontrak karena percaya kepada Anang Kusaeni.
Atas keterangan para saksi, para terdakwa tak satu pun yang keberatan atau mengajukan pertanyaan, termasuk Hendrik yang dianggap sebagai “otak” dari kasus ini sekaligus sebagai pelapor ke Polda Jatim dan kemudian diperlakukan istimewa dengan mendapat perlindungan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan penahanannya pun terpisah dari terdakwa lainnya.
Fakta Persidangan Jilid I dan II
Dalam kasus ini, pada tahun 2013, untuk pertama kalinya, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) menerima dana Hibah dari APBD Pemrov. Jatim dalam bentuk NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) untuk pelaksanaan Pilgub Jatim 2013 sebesar Rp 142 milliar, dan 11 milliar rupiah dipergunakan oleh Bawaslu Jatim untuk pelaksanaan tahapan Pilgub, dan sisanya dipergunakan oleh 38 Panwaslu (Panitia Badan Pengawas Pemilu) Kabupaten/Kota se-Jawa Timur. Dan tahun yang sama, Bawaslu juga menerima dana APBN untuk pelaksanaan Pilpres sekitar awal tahun 2014.
Dana sebesar Rp 11 M yang dipergunakan Bawaslu Jatim untuk pengadaan barang dan jasa diantaranya, mencetak Spanduk sebanyak 2.400.000 dengan 5 tahapan, mencetak buku panduan dan kaus sebanyak 900 potonng termasuk untuk perjalanan dinas oleh Bawaslu Jatim. Dana tersebut baru dicairkan sekitar Maret 2013, sementar Bawaslu sudah mulai melaksanakan tahapan Pilgub pada Januari 2013 untuk pemilihan Guabernur/Wakil Guberbur Jatim periode 2013 – 2018, pada Agustus 2013.
Untuk pengadaan barang dan jasa di Bawaslu Jatim, Amru, selaku Sekretaris yang juga menjabat sebagai KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), menunjuk CV Canopus untuk mengerjakan 2.400 Spanduk untuk 5 tahapan yang nilanya masing-masing tahapan dibawah 200 juta rupiah termasuk untuk mencetak buku panduan juga nilanya dibawah 200 juta rupiah. Sehingga PL (Penunjukkan Langsung) CV Canopus oleh KPA dianggap tidak menyalahi Peraturan Presiden (Perpres) No 54/2010 dan perubahan Perpres No 70/2012 tentang pengadaan Barang dan Jasa.
Sementara untuk pengadaan kaus sebanyak 900 potong karena waktu yang sudah mnedakati waktu Pilgub sehingga membeli dari Bawaslu RI (Pusat). Namun, atas permintaan dari Pasaru Palembangan kepada Amru, harus menggunakan rekanan Jakarta dan tidak boleh rekanan Provinsi, sehingga Pasaru Palembangan meminjam CV.
Ternyata, CV yang dipinjam Pasaru Palembangan dengan menyuruh Anang Kusaeni, kemudian diserahkan kepada Samudji Hendrik Susilo Bali (Hendrik), dan Hendrik menyuruh Sapto selaku staf Hendrik untuk mengerjakan dokumen-dokumen pengadaan Kaus termasuk untuk mengerjakan Spanduk dan buku dengan mencontoh File dari Hendrik. Pada hal, Hendrik mengetahui kalau CV Canopus telah mengerjakan Spanduk dan buku dan sudah dilakukan pembayaran di Kantor Bawaslu. Disinilah menjadi “biang kerok” terjadinya kasus yang menyeret 11 orang terdakwa mulai dari Jilid I hingga Jilid IV ini.
Setelah selesai pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bendahara Bawaslu Jatim, Gatot Sugeng Widodo tak kunjung membuat laporan pertanggung jawaban (LPJ), dan bahkan dikabarkan Gatot Sugeng Widodo tak masuk kantor beberapa bulan termasuk hilangnya semua dokumen pengadaan dari Kantor Bawaslu.
Sehingga, Amru selaku Sekretaris Bawaslu Jatim, menyurati BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) Perwakilan Jawa Timur, untuk melakukan audit dana Pilgub dengan Nomor : : 966/PW13/2/2014 tanggal 25 Juli 2014. Dari hasil audit BPKP tersebut ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 3.702.084.546. BPKP juga menyarankan kepada Ketua Bawaslu, agar memerintahkan Sekretaris Bawaslu untuk melaporkan kepada Gubernur serta kepada aparat penegak hokum. Dan Amru pun telah membuat laporan ke Polda Jatim namun tidak ada tindak lanjut.
Beberapa bulan kemudian, Dokumen tersebut sudah berada di Kantor Bawaslu bertepatan masuknya penyidik Polda Jatim untuk melakukan penggeledahan atas dugaan Korupsi dana Pilgub Jatim tahun 2013 berdasarkan Laporan Samuji Hendri Susilo Bali ke Polda Jatim. Berdasarkan audit BPKP Perwakilan Jawa Timur atas permintaan penyidik Polda, ada kerugian negara sebesar Rp 5,3 M dan penyidik menetapkan 11 tersangka yang di “cicil” menjadi 4 jilid. Disinilah kasus Korupsi Bawaslu Jatim ini menjadi kurang terang benderang karena dibagi 4 jilid selama 2 tahun. Pada hal penetapan tersangka dalam waktu yang sama sejak tahun 2015 lalu. Dan hal ini pula yang terungkap dalam persidangan Jilid I.
Anehnya, dokumen CV Canopus termasuk hasil audit BPKP atas permintaan Sekretaris Bawaslu tidak dijadikan menjadi bukti dalam perkara ini. yang lebih anehnya lagi, Pegawai BPKP Jatim yang menjadi Ahli dalam kasus Jilid II membuat keterangan palsu dalam persidangan yang mengakibatkan 3 (Tiga) terdakwa di Vonis Bebas.
Tidak hanya itu. Beberapa saksi dari Panwalu Kabupaten/Kota yang dihadirkan di persidagan Jilid II mengakui di hadapan Majelis Hakim bahwa, dana yang semula adalah dana perjalanan dinas dan kemudian dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dikatakan menjadi dana THR (Tunjangan Hari Raya) adalah karena para saksi mendapat tekanan dari penyidik Polda Jatim. Dan masing-masing saksi diminta mengembalikan dana tersebut penyidk kalau tidak mau disalahkan.
Belum lagi keterangan saksi dari salah seorang Manager Hotel di Malang yang dipakai Bawaslu Jatim dalam tahapan Pilgub yang mengatakan kepada Majelis Hakim bahwa, sisa anggaran sebesar Rp 160 juta dikembalikan kepada Hednrik dalam dua tahap.
Dalam persidangan (Jumat, 12 Pebruari 2013) juga terrungkap atas keterangan saksi yang juga terdakwa, Ahmad Khusaini, mengatakan bahwa, yang meminjam profil CV adalah dirinya atas perintah Samudji Hendrik Susilo Bali dan Pasaru Palembangan dengan imbalan uang sebesar 300 ribu rupiah.
“Yang meminjam profil itu saya atas perintah pak Hendrik dan pak Saru (Pasaru Palembangan). Saya dikasih uang 300 ribu oleh pak Hendrik. Saya kenal pak Hendrik dari pak Saru. Saya sudah kenal lama dengan Pasaru,” kata Khusaini kepada Majelis Hakim.
Namun ada yang menjadi “teka teki” dalam keterangan saksi/terdakwa Khusaini dan Gatot (selaku Bendahara) yakni, tentang pelunasan sebesar Rp 669.810.000. Pembayaran atau pelunasan sebesar Rp 669.810.000 itu, fakta persidangan, sesuai kontrak yang ada atas nama CV Singgasana Putih dan CV Jatayu Era Global adalah, CV yang dipinjam Khusaini atas perintah Henrik dan Pasaru.
Sementara nilai kontrak yang sah atas nama CV Canopus, adalah sebesar Rp 221.426.000 dibayarkan langsung oleh bendahara. Namun “nasi sudah jadi bubur”, tandatangan Amru menjadi pegangan Jaksa maupun Hakim. Keterangan Khusaini dan Gatot dalam persidangan, bahwa uang sejumlah Rp 669.810.000 dimasukkan kedalam plastik kresek oleh Gatot, kemudian diletakkan diatas meja kerjanya Amru, setelah terdakwa Khusaini menandatangani kwitansi atas permintaan Amru.
Mengapa terdakwa Gatot memasukkan uang tersebut kedalam palstik kresk, tidak kedalam amplop lajimnya pembayaran resmi di kantor ? Mengapa terdakwa Khusaini menandatangani kwitansi pembayaran atas kontrak pembuatan spanduk sebesar Rp 669 juta lebih, sementara kehadiran terdakwa di Bawaslu adalah selaku peminjam profil CV atas perintah Hendrik dan Pasaru.
Pada hal, sebelumnya sudah ada pembayaran yang dilakukan oleh terdakwa Gatot selaku Bendahara kepada terdakwa Khusaini sebesar Rp 49 juta, yang menurut terdakwa Khusaini, bahwa uang tersebut diberikan kepada Hendrik. Terdakwa Khusaini hanya menerima imbalan sebesar 300 ribu puiah. Faktanya, keterangan terdakwa Khusaini sudah ada perubahan saat di penyidikan.
Agenda pokok dalam persidangan yang berlangsungpun malam itu (Jumat, 12 Pebruari 2016) terfokus pada pembayaran sebesar 669 juta lebih. Tidak lagi seperti dalam surat dakwaan yakni, adanya kegiatan perjalan fiktif, kontrak fiktif dan pemberian uang THR. Akankah kasus koruspi Bawaslu “jilid IV” ini akan menungkap “misteri” yang selama ini masih “gelap gulita atau kasus ini segaja di cicil agar kasus ini tetap menjadi abu-abu” ? (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :