#Sidang Perkara Korupsi Dana Dekonsentrasi Dirjen PLS Dispendikbud Provinsi NTT Tahun 2007, Merugikan Keuangan Negara Senilai Rp 4.292.378.200#
beritakorupsi.co – Sidang perkara Korupsi Dana Dekonsentrasi Derektorat Jenderal (Dirjen) PLS (Pendidikan Luar Sekolah) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendikbud) Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) pada tahun 2007 lalu, yang menelan anggaran dari APBD sebesar Rp 77.675.354.000 milliar, yang merugikan keuangan negara berdasarkan hasil audit BPK RI senilai Rp 4.292.378.200, dengan terdakwa, Bupati (non aktif) Sabu-Raijua, Marthen Luter Dira Tome (52), semasa dirinya menjabat sebagai Kepala Sub Dinas PLS Dinas Pendidikan Provinsi NTT, kembali digelar, pada jumat, 2 Juni 2017.
Sidang yang di Ketua Majelis Hakim Tahsin, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Tim JPU dari KPK (Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi) RI, untuk terdakwa Marthen Luter Dira Tome, yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya, Yohanes D. Rihi dkk.
Tim JPU KPK menghadirkan Setya Budi Harjanto, selaku saksi ahli dari LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah) dari Jakrta. Dihadapan Majelis Hakim, Setya Budi Harjanto tentang prosedur pengadaan barang dan jasa yang didanai dari APBN maupun APBD berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 tahun 2010 yang diubah dan ditambah dengan Perpres No. 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa.
JPU KPK Yadin, beberapakali mengajukan keberatan kepada Majelis Hakim atas pertanyaan Tim PH terdakwa kepada saksi hali. Sebab, pertanyaan Tim PH terdakwa kepada Setya Budi Harjanto, adalah mengarah ke hukum Administrasi Negara. Sementara Ahli adalah dari LKPP yang hanya menjelaskan tentang prosedur pengadaan barang/jasa bukan yang sudah tentu berbeda dengan Administrasi.
“Yang Mulia, kami keberatan. Ahli ini dari LKPP bukan Administrasi Negara,” kata JPU KPK Yadin memprotes.
PH terdakwa sepertinya menyadarinya atas keberatan JPU KPK dan mengalihkan pertanyaan ke seputar proses pengadaan barang/jasa. Apa yang dijelaskan Ahli dari LKPP ini sepertinya diterima oleh PH terdakwa maupun terdakwa sendiri.
Tim PH terdakwa tak mau kalah saat JPU KPK memprotes atas pertanyaannya kepada Ahli. Kini giliran PH terdakwa yang mengajukan keberatan melalui Majelis Hakim, atas “tindakan” JPU KPK yang membawa pulang dokumen dakwaan.
“Kalau itu ada dalam dakwaan, boleh, silahkan,” kata Ketua Majelis Hakim kepada PH terdakwa, walau awalnya JPU KPK menjelaskan alasannya.
Usai persidangan, JPU KPK saat diminta komentarnya terkait persidangan, justru saling “lempar” antara JPU KPK yang satu dengan JPU KPK lainnya.
Terpisah. Sementara Tim PH terdakwa menyampaikan kepada media ini terkait keberatannya yang disampaikan melalui Majelis Hakim mengatakan, keberatan karena JPU membawa dokumen dakwaan sehingga tak bisa dipelajari. Menurutnya, dokumen tersebut harusnya dititipkan di Pengadilan.
“Kita hanya menyampaikan keberatan kepada Majelis, mengenai dokumen dakwaan yang dibawa pulang. Harusnya kan ditipkan di Pengadilan sehingga bisa dipelajari,” ujar Johanes, selaku Tim PH terdakwa.
Ditanya mengenai keterangan Ahli dari LKPP, Johanes mengatakan, kita tidak keberatan, semuanya sesuai. “Tidak ada, semua sesuai. Untuk sidang berikutnya, kita akan menghadirkan 12 saki yang meringankan dan 2 saksi Ahli,” lanjut Johanes.
Marthen Luter Dira Tome, pada tahun 2016, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan Korupsi dana Dekonsentrasi Derektorat Jenderal (Dirjen) PLS pada tahun 2007, semasa dirinya menjabat sebagai Kepala Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, sekaligus sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), semenatara Tobias Uly adalah Pj. Kepala Dinas Pendidikan yang menjabat sebagai Kuasa Pengguan Anggran (KPA), John Agustinius Radja Pono, Ketua Forum Komunikasi Tenaga Lapangan Dikmas (FKTLD) dan Basa Alim Tualeka, selaku Direktur PT Bintang Ilmu dalam kegiatan PLS yang menelan anggaran APBD sebesar Rp 77.675.354.000 milliar dan telah merugikan keuangan negara berdasarkan hasil audit BPK RI senilai Rp 4.292.378.200.
Dan dalam dakwaan JPU KPK pun disebutkan, Marthen Luter Dira Tome bersama-sama dengan KPA, John Agustinius Radja Pono, Ketua Forum Komunikasi Tenaga Lapangan Dikmas dan Direktur PT Bintang Ilmu, telah mengalihkan penyaluran dana kegiatan PLS melalui FKTLD. Melakukan pengeluaran anggaran yang seharusnya tidak dikeluarkan dari kas Negara dan melaukauan pengadaan barang dan jasa yang bertenatangan dengan pasal 26 ayat (4) UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional dan Kepres 80 tahun 2003 tentang pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
“Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Tobias Uly, John Agustiunus Radja dan Basa Alim Tualeka telah memperkaya diri terdakwa sendiri sebesar Rp 390 juta Basa Alimtualeka, 572.378.200 rupiah dan John Agustiunus Radja sebesar Rp 3.330.000.000. sehingga kerugian negara akibat perbuatan terdakwaa sebesar Rp Rp 4.292.378.200,” ucap JPU KPK dalam persidangan.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :