#Mengapa JPU Menjawab Pertanyaan Wartawan Dengan "Sikap Angkuh ?"#
beritakorupsi.co – Seorang terdakwa yang diadili di hadapan Majelis Hakim dalam perkara Khususnya Tindak Pidana Korupsi (TPK) di Pengadilan Tipikor, sudah tentu berdasarkan keterangan beberapa orang saksi fakta yang mengetahui, melihat, mendengarkan dan mengalami serta barang/alat bukti yang dimiliki oleh JPU dari penyidik.
Namun, bila keterangan saksi fakta yang di hadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim terlihat seperti orang bingung, pura-pura lupa dan bahkan menjelaskan jauh dari surat dakwaan JPU, apa lagi sesama saksi justru berdiskusi saat di persidangan, yang akibatnya mendapat teguran dari Majelis Hakim.
Seperti dalam sidang perkara Korupsi Prona di Kelurahan Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran, Surabaya pada tahun 2014 lalu, yang menyeret dua terdakwa yakni, Jonathan Suwandono selaku Ketua Badan Kesejahteraan Masyarakat (BKM) Kedinding Mukti Wibowo Kelurahan Kali Kedinding dan terdakwa Mudjianto selaku Lurah (perkara terpisah).
Pada Jumat, 2 Juni 2017, Tim JPU menghadirkan Dua orang saksi dari BPN untuk didengar keterangannya dalam Persidangan dihadapan Majelis Hakim yang di Ketuai Hakim Tahsin dengan anggota Majelis, Dr. Andriano dan Dr. Lufsiana dengan terdakwa Jonathan Suwandono.
Kedua saksi tersebut yakni, Sugiyono selaku Ketua Kordonator Administrasi dan Yuni (Sekretaris Administrasi). Dihadapan Majelis Hakim, kedua saksi ini mengatakan, kalau tugasnya terkait Administrasi peserta Prona.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan JPU kepada kedua saksi ini semula dijawab enteng-enteng saja, tak terlihat beban atau sikap bingung apa lagi “penyakit” lupa belum “kambuh”.
Namun, “penyakit” bingung, lupa tiba-tiba “kambuh” saat anggota Majelis Hakim Dr. Andriano mengajukan pertanyaan kepada saksi. Yang anehnya lagi, saksi ini menjelaskan tentang luas bidang tanah bagi pesrta Prona jauh dari apa yang ada dalam surat dakwaan JPU. Dr. Andriano menanyakkan tentang sosialisasi, batasan bagi peserta Prona, Luas bidang tanah untuk setiap peserta Prona serta biaya pembuatan Sporadik.
“Kami hanya mengurus bagian Administrasinya saja, kalau sosialisai pasti sudah dilakukan tapi saya tidak tahu. Untuk luas bidang tanah yang boleh diajukan 600 m dan masing-masing peserta Prona boleh mengajukan sebanyak 5 bidang tanah. Pembuatan Sporadik tidak dibiayayi dari Prona,” Jawab saksi Yono.
Majelis Hakim Andriano, heran atas jawaban saksi fakta ini. “Satu orang bisa mengajukan 5 bidang dengan luas per bidang 600 meter, berarti 3000 meter ?,” tanya Hakim Andriano.
Saksi Sugino menjawab ya, dan yang lebih aneh lagi, saksi ini menjelaskan bahwa peserta Prona bisa mengajukan walau tempat tinggalnya berbeda kelurahan dengan lokasi tanah. Pada hal, prosedur peserta Prona sesuai Juknis (Petunjuk Teknis) dan Juklak (Petunjuk pelaksanna) Prona dari BPN adalah lokasi bidang tanah sama dengan alamat peserta Prona.
Tidak hanya itu. Luas tanah dalam pelaksanaan Prona seluas 2000 M dengan status tanah negara kecuali obyek Prona yang terletak di Kabupaten/Kota Agraria Type A samapai dengan 500 M. Ttatus tanah dengan penegasan Konversi/penguasaan hak tanah non pertanian sampai dengan 5000 M, kecuali obyek Prona yang terletak di Kabupaten/Kota Agraria Type A samapai dengan 1000 M. Jumlah bidang tanah untuk peserta maksimal hanya boleh 2.
Dan untuk peserta Prona di Kelurahan Kali Kedinding adalah masyarakat ekonomi lemah yang berpenghasilan tidak tetap seperti pedagang, pengerajin, pelukis dan buruh tidak tetap. Dan juga bagi masyarakat ekonomi menengah yang berpenghasilan dibawah atau sama dengan Upah Minimum Regional (UMR) bagi pegwai BUMDBUMN. Sementara untuk PNS dengan pangkat/golongan III/D, untuk anggota TNI berpangkat Kapten serta untuk anggota Polri berpangkat Kompol.
Lalu, darimana saksi yang juga pegawai BPN ini dapat menjelaskan tentang luas dan jumlah bidang tanah yang dapat di Proses dalam pelaksanaan Prona ? Mengapa JPU hanya diam saja dan tidak menanyakkan terkait keterangan saksi ?
Dalam perkara ini, Tim JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, Surabaya mendakwa kedua terdakwa, telah melakukan Tindak Pidana Korupsi dengan cara menarik biaya pengurusan sertifikat yang besarnya antara Rp 3.750.000 per bidang tanah untuk petok D dibawah tahun 1997 dan 4.100.000 rupiah untuk petok D diatas tahun 1997, dalam pelaksanaan Prona (Program Agraria Nasional) untuk sertifikat gratis yang didanai dari APBN melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Surabaya II sebanyak untuk 150 bidang tanah bagi masyarakat yang ekonomi lemah dan menengah, di Kelurahan Kali Kedinding tahun 2104.
JPU menyebutkan, bahwa biaya pengurusan sertifikat yang dikenakan oleh Ketua BKM kepada peserta Prona, diminta oleh Lurah sebesar Rp 350 ribu per bidang untuk biaya pembuatan Sporadik. Dengan rincian uang yang diberikan terdakwa kepada lurah adalah, pada tanggal 20 Desember 2013 sebesar Rp 18.900.000, tanggal 30 Desember 2013, 3 juta; tanggal 7 Januari 2014, Rp 15.400.000; tanggal 10 Januari 2014, Rp 4.450.000, tanggal 24 Januari 2014, Rp 2.800.000 dan tanggal 28 Januari 2014 sebesar Rp 9.100.000 atau sebanyak Rp 53.650.000.
Pelaksanaan sertifikat masal di Kelurahan Kali Kedinding adalah, berdasarkan surat dari Ketua dan Sekretaris BKM dengan Nomor. 029/bkm-kmw/ 2013 tanggal 20 September 2013, yang ditandatangani Lurah selaku mengetahui. Dan surat tersebut ditujukan kepada Kantor BPN Kota Surabaya II dan Kepala Kantor BPN Wilayah Jawa Timur.
Surat tersebut kemudian di tindaklanjuti oleh Kepala Kantor BPN Kota Surabaya II No. 39/KEP-35.80/II/2014 tentang penunjukan peserta Prona tahun 2014, dan Surat Keputusan Kepala Kantor BPN Wilayah Jawa Timur No. SK.63/KEP-35/II/2014 tanggal 4 Pebruari 2014, berdasarkan surat dari Kepala Kantor BPN Kota Surabaya II.
Aneh, terkait penunjukan lokasi (Penlok) Prona di Kelurahan Kali Kedinding, Kepala Kantor BPN Surabaya II dan Kepala Kantor BPN Wilah Jawa Timur baru mengeluarkan surat pada Pebruari 2014. Namun uang yang diterima terdakwa Lurah Mudjianto dari Ketua BKM pada Desember 2013. Adakah pihak lain yang “bermain dan sudah terselamatkan” dalam kasus ini ?
Terkait hal tersebut, saat wartwawan media ini menanyakkan ke JPU dari Kejari Tanjung Perak seuasi persidangan, justru menjawab dengan “tekanan nada tinggi”.
“Saya potong. Dalam surat dakwaan kami sebutkan, kejadian antara tahun 2013 – 2014, cukup ya…cukup ya…antara 2013 – 2014. Saya bukan menyebut 2013 atau 2014. Antara….jadi kejadian itu dari 2013 – 2014, diantara itu. Cukup ya, jadi tidak ada pertanyaan lagi,” kata Jaksa ini sedikit “angkuh”. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :