Endang Suliestyawati, istri terdakwa Bambang Irianto |
beritakorupsi.co – Terdakwa Bambang Irianto, semasa aktif menjadi Wali Kota Madiun sejak 2009 - 2016, sebelum ditetapkan menjadi tersangka pada Desember 2016 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kasus Korupsi pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) tahun 2009 lalu, Dia diibaratkan sebagai Raja yang berkuasa dan tak “tersentuh” oleh siapapun termasuk aparat penegak hokum.
Sebab, sebelum ditangani KPK, kasus pembangunan PBM sudah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Madiun dan kemudian diambil alih oleh Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur, namun entah mengapa, kasus itu “hilang bagaikan ditiup angin puting beliung” dalam perjalanan antara Madiun dengan Surabaya (Kantor Kejati).
Penetapan tersangka terhadap Bambang Irianto oleh penyidik KPK, ternyata tidak hanya dalam kasus pembangunan PBM, melainkan bertambah ke kasus TPPU (Tindak Pidana Pencucuian Uang). Sebab, uang sekitar 57 milliar yang dimiliki Bambang Irianto, selain dari pembangunan proyek Pasar Besar Madiun juga berasal dari 33 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Kepala Dinas), Camat dan Lurah serta para rekanan/kontraktor di lingkungan Pemkot (Pemerintah Kota) Madiun, yang tidak ada dasar hukumnya serta bertentangan dengan jabatannya sesuai dengan UU Korupsi salah satunya.
Sebahagian dari uang yang diperoleh Bambang Irianto selaku Wali Kota Madiun ini, selain “mengalir” ke Istri dan anak terdakwa, ternyata “mengalir” juga kepada para pejabat Forpimda (Forum Pimpinan Daerah) Madiun termasuk ke salah seorang wanita yang berprofesi sebagai Dosen yakni, “Lilana” yang kabarnya adalah istri sah salah seorang “ulama” di Jombang.
Selain itu, terdakwa Bambang Irianto juga “mengalirkan” sebahagian uang yang diperolehnya keseorang wanita “teman akrabnya” yang berprofesi sebagai Dosen dan kabarnya, bahwa “Liliana” juga istri sah salah seorang “ulama” di Jombang.
Namun apakah para pejabat Forpimda itu akan diperiksa sabagai tanggung jawab dalam hukum atau akan dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi ?????
Dan untuk yang pertama kalinya, sejak Bambang Irianto dijebloskan ketahanan KPK di Jakarta dan kemudian dipindahkan ke Rutan Medaeng, saat ini diadili di Pengadilan Tipikor, “Raja” Madiun ini dapat berkumpul bersama “sang ratu” istrinya, Endang Suliestyawati dan “Putra Mahkotanya” Bonnie Laksamana.
Kehairan Endang Suliestyawati, Bonnie Laksamana dan Liliana ke Pengadilan Tipikor yang dihadirkan oleh JPU dari KPK, bukan untuk melepas rindu, melainkan untuk memberikan penjelasan kepada Majelis Hakim terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret orang yang dicintainya. Sayangnya, wanita teman akrab terdakwa tidak hadiri denga alasan yang tidak jelas.
Dihadapan Majelis Hakim yang di Ketuai Hakim H.R. Unggul Warso Mukti, Endang Suliestyawati mengatakan, kalau pria yang dicintainya (terdakwa) adalah seorang pengusaha minyak sejak 1972 sebelum menikah dengannya. Menjawab pertanyaan JPU KPK terkait Emas seberat 25 kg, Endang mengatakan dibeli saat melaksanakan perjanan umroh.
“Pengusaha minyak sejak 1972 sebelum menikah. Sekarang ada 10 SPBU itu adalah perusahaan keluarga. Saya mengambil uang kapan aja sesuai kemauan. Emas dibeli saat umroh,” kata Endang.
Sementara Boni mengatakan dihadapan Majelis Hakim, kalau dirinya sudah menjadi poengusaha sejak sekolah. Terkait pembangunan Pasar Besar Madiun, Dia (Boni) membantah kalau dirinya yang memasok matrila. Pada hal, keterangan beberapa saksi sebelumnya menyebutkan bahwa perushaan Bonilah yang memasiok matrial untuk pembangunan Pasar Madiun yang menyeret Bapaknya menjadi terdakwa saat ini.
Keterangan Boni ini ternyata belum cukup, sehingga dirinya akan dihadirkan pada persidangan berikutnya bersama Liliana dan saksi lainnya.
Usai persidangan, terkait keternagan istri terdakwa, JPU KPK Fitroh mengatakan, bahwa apa yang dikatakan saksi tidak masuk akal. Alasannya, karena suatu perusahaan harus jelas dalam pengeluaran keuangan.
“Ia wajarlah keterangan istri terdakwa pasti bela terdakwa. Tapi kita akan melihat, apa yang dijelaskan itu didukung oleh bukti-bukti. Ada uang yang masuk kerekeningnya. Nyambung nggak dengan apa yang dijelaskan. Masuk akal nggak, uang perusahaan yang sudah diambil kemudian diserahkan ke Bambang lalu disetorkan kembali. Dan tidak masuk akal kalau mengambil uang dari perusahaan (SPBU) semaunya sendiri. Ini kan perusahaan, dikelola.semua aka nada catatannya,” ujar JPU KPK Fitroh. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :