Bambang, dua dari kiri paling depan, si "pemilik awal" mobil Hammer seharga Rp 2,6 M |
beritakorupsi.co – Nama Bambang Irianto, tak asing lagi dimata masyarakat Khususnya Kota Madiun sejak 2009 hingga sekang dan juga dikalangan Partai Demokrat.
Sebab, Dia (Bambang Irianto) adalah Wali Kota Madiun periode 2009 – 2014 dan terpilih lagi periode ke 2 tahun 2014 – 2019. Selain menjabat Wali Kota Madiun, Bambang Irianto adalah Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Madiun.
Namun sayang, roda kursi jabatannya roboh ditengah perjalanan sebelum mencapai puncak kepemimpinannya tahun 2019 yang akan datang, karena “kerakusannya”. Saat ini Bambang Irianto, tak lagi menikmati udara sejuk serta cahaya Mata Hari di pagi maupun malam hari, namun sebaliknya, merasakan pengapnya udara di balik jeruji besi Rutan (Rumah Tahanan Negara) Medaeng, Sidoarjo, dengan “gelar” barunya yakni sebagai tersangka kasus dugaan Korupsi pembangunan Pasar Besar Madiun yang ditetapkan oleh penyidik KPK pada Desember 2016.
"uasi sidang, Anak terdakwa sungkem" |
Sepertinya Bambang Irianto “memegang prinsip sekali mandi harus basah. Sekali melakukan Korupsi, dimulai sejak awal duduk sebagai Wali Kota”.
Bayangkan saja, baru 6 tahun menjabat Wali Kota sejak 2009 hingga 2016, Bambang Irianto, sudah meraup uang kurang lebih sebesar Rp 57 milliar. Sementara, gaji berikut tunjangan jabatannya selama 6 tahun sebesar Rp 5 miliar lebih. Pada hal, orang Nomor Satu di Kota Madiun ini, adalah salah satu pengusaha besar yang memiliki 10 SPBU yang berlokasi di Madiun, Magetan dan Ponorogo, Distributor LPG di 2 Kota, Distributor Oli Pelumas dan beberapa usaha lainnya. Namun tak membuatnya puas melainkan semakin “buas”. Hal ini terungkap dalam surat dakwaan JPU dari KPK saat dibacakan di persidangan beberapa waktu lalu.
Sumber uang yang menambah pundi-pundinya sejak menjabat Wali Kota Madiun dimulai dari Proyek Pembangunan Pasar Besar Madiun tahun 2009 yang bertentangan dengan jabatannya. Setelah dari Pembangunan Pasar Besar, sebanyak 33 SKPD (setingkat Kepala Dinas) menyetorkan dana, yang diistilahkan sebagai dana kebersamaan melalui Sri Wahyuni, yang jumlanya sebesar Rp 6.52 1.5000.000.
Belum lagi meraup uang dari perijinan reklame, Tower dan perumahan, melalui Totok Sugiharto sebesar Rp 6.92 1.997.130 pada tahun 2015 dan tahun 2016 menerima uang juga melalui Totok Sugiharto sebesar Rp 1.390.669.322 serta melalui Gembong Kusdwiarto sebesar Rp 3.753.000.000 dengan perincian, izin Swalayan Alfamar dant Indomaret tahun 2010-2011 sebesar Rp 210 juta, Ijin pendirian Tower tahun 2010 sebesar Rp 270 juta, izin reklame tahun 2010 - 2011 sebesar Rp 90 juta, izin Swalayan tahun 2012-2016 sebesar Rp 600.000.000, jin tower 2012-2016 sebesar Rp 250 juta, perizinan reklame permanen tahun 2012-2016 sebesar Rp 645 juta dan dari ijin Perumahan sebesar Rp 2.258.000.000
Dan unag “panas” tersebut memang tidak dinikmati sendiri, melainkan dibagi-bagi ke pejabat Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) atau Forpinda (Forum Pimpinan Daerah) yang saat ini “aman”. Uang “panas” itu juga mengalir ke anggota Dewan yang terhormat di Kota Madiun termasuk ke Wakil Wali Kota namun sudah dikmbalikan.
Selain uang “panas” itu dibagi-bagi, juga dipergunakan untuk menambah hartanya seperti, rumah, tanah, Emas, dan beberapa Mobil mewah yang salah satunya merek Hammer Type H2 dengan Nomor Polisi B 11 RUU seharga Rp 2,6 Milliar.
Sebagai “hadiah” bagi Bambang Irianto, KPK menjeratnya dengan pasal 12 huruf i atau pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Dan pasal 3 Undang-Undang No 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana
Pada Jumat, 2 Juni 2017, Mobil mewah merek Hammer Type H2 dengan Nomor Polisi B 11 RUU milik terdakwa itu pun mulai dungkap dalam persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan 12 orang saksi yang di hadirkan JPU dari KPK.
Dari 12 saksi tersebut terdapat anak perempuan terdakwa Bambang Irianto dan si “pemilik” awal mobil mewah merek Hammer, salah satu yang menjerat terdakwa dalam kasus pencucian uang.
Sebelum persidangan, wartawan media ini sempat mengajak ngobrol dengan Bambang yang mengaku, dulunya tinggal di Malang, Jawa Timur. Bambang mengatakan, kalau mobil merek Hammer type H2 Nomor Polisi B 11 SAF adalah miliknya sendiri yang dibeli secara kredit di Jakarta atas nama menantunya, dan kemudian dijual ke Wali Kota Madiun, Bambang Irianto yang sudah kenal akrab sebelumnya.
“Saya kenal baik. Kalau dia (terdakwa) ke Malang, mampir ke rumah, kalau ke Jakarta juga mampir. Mobil itu saya beli kredit di Jakarta biar agak kren makanya Plat (Nomor Polisi)-nya B. uang muka 900 juta rupah dengan angsuran 80 juta bulan. Karena macet 5 bulan dan dikejar-kejar Leasing, makanya saya jual. Yang beli Wali Kota dengan kontan,” kata Bambang sambil menunjukkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saat di penyidik KPK. Apa yang dijelaskannya sama persis dengan isi BAP-nya.
Akankah terdakwa Bambang Irianto, menyeret sahabatnya Bambang termasuk anak istrinya dan beberapa orang dainatarnya, anggota DPDR Madiun, salah seorang wanita yang berprofesi sebagai Dosen di Jombang dalam kasus TPPU ?. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :