0
Kepala Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur, Maruli Hutagalung

beritakorupsi.co – Perjuangan belum berakhir, semangat belum pudar, hukum wajib ditegakkan dan Korupsi harus diberantas. Ungkapan inilah yang barangkali dipepagang Maruli Hutagalung, yang menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kajai Jatim) sejak akhir Desember 2015 lalu.

Sebab, sejak memegang tongkat kepemimpinan lembaga Adiyaksa Jawa Timur, Maruli telah menangani Dua kasus Korupsi yang menarik perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Bukan karena besarnya kerugian negara, melainkan karena terdakwanya adalah bukan masyarakat biasa, melainkan tokoh masyarakat.

Kedu tokoh masyarakat yang dimaksud adalah, La Nyala Mattalitti, Mantan Ketua Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Jawa Tumur dan mantan Ketua Umum PSSI, yang terseret dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dana hibah Kadin tahun 2011 hingga 2014 lalu sebesar Rp 48 M, termasuk Rp 5,3 M dari dana itu, digunakan untuk pembelian saham IPO Bank Jatim tahun 2012, yang merugikan keuangan negara senilai Rp 1 milliar lebih.

Namun, nasib mujur bagi mantan Ketua Kadin itu, Dia pun di Vonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Hakim Agung di Mahkamah Agung (MA) RI, pada tahun lalu.
 
Ada hal  baru, yaitu dalam persidangan kasus perkara TPPU dengan terdakwa Nelson Sembiring, yang saat ini disidangkan di Pengadilan Tipikor terungkap, pemberian 10 unit stand di Pasar Turi Baru Lt III, yang diberikan La Nyalla Mattalitti kepada istri Nelson melalui Diar Kusuma Putra (mantan terpidana kasus Korupsi dana Hibah Kadin). Namun stand tersebut tak laku dijual bahkan disewakan.

Pemberian 10 unit stand itu, untuk membantu Nelson terkait hukuman pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 17 milliar dalam kasus perkara Korupsi dana Hibah Kadin. sementara Diar, dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 9 milliar.

Namun hal itu dibantah La Nyallamattalitti melalui Penasehat Hukumnya, Sumarso, saat hubungi media ini, pada Rabu, 13 September 2013. Sumarso menjelaskan, 10 unit stand itu bukan dari hasil kejahatan, melainkan sumbangan dari pihak ketiga. Namun Sumarso, tidak menyebutkan siapa pihak ketiga yang dimaskud.

"Tapi itu tidak bisa dilaksanakan, karena bukan hasil Tindak Pidana Korupsi, dan tidak ada kaitannya dengan perkara pokok. Itu bukan dari La Nyala, itu sumbangan dari pihak ketiga, maksudnya untuk membantu. Saya tidak tahu, tapi seingat saya waktu itu, butuh uang pengganti, terus ada yang bantu dengan stand Pasar Turi, tapi ndak bisa. Meski terungkap di Persidangan, tapi bukan hasil kejahatan. artinya tidak ada kaitannya denagn TPPU," kata Sumarso

Sementara Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama (Dirut) PT Panca Wira Usaha (PT PWU) milik peruhaan Daerah (Perusa), mantan Direktur Utama PT PLN (BUMN), mantan Menteri BUMN, mantan pemilik PT Jawa Pos Group, yang juga tokoh Pers Nasional ini, bersama dengan Wishnu Wardhana, manatan Ketua Tim penjualan asset  yang juga mantan Ketua DPRD Surabaya, terseret dalam kasus Korupsi penjulan asset daerah yang dikelola oleh PT PWU pada tahun 2003 lalu,  yang merugikan keuanagan negara sebesar Rp 11.071.914.000.

Lagi-lagi nasib mujur juga dialami Dahlan Iskan. Sebab, 5 Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur, membatalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya, pada tanggal 21 April 2017 dan membebaskan Dahlan Iskan, pada tanggal 31 Agustus 2017, sehari sebelum Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada tanggal 1 September 2017.

Pada hal, dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, tanggal 21 April 2017 menyatakan bahwa, benar pada bulan Agustus 2003, terdapat 5 penawar yang memasukkan surat penawarannya, yang seolah-olah proses lelang sudah berlangsung. Sebelum dibuka penawaran lelang pada tanggal 30 Agustus 2003, sudah dilakukan pembayaran oleh Sam Santoso berupa BG yang jatuh tempo pada tanggal 23 September 2003. Semua uang tersebut masuk ke PT PWU, pada tanggal 25 September 2003.

Sehingga Majelis Hakim menyatakan, adanya rekayasa lelang mulai dari kesepakatan harga, dan pembayaran pada tanggal 30 Agustus 2003. Pada hal, persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), baru dilakukan pada tanggal 3 September 2003, dan taksiran harga dari lembaga terkait baru dilakukan sekitar pertengahan Oktober 2003, setelah dilakukan transaksi dan pembayaran atas asset yang terletak di Kediri dan Tulungagug. Dan negoisasi kedua, harga penjualan asset yang oleh Wishnu Wardana selaku ketua Tim penjual, dengan calon pembeli yang diwakili oleh Sam Santoso, baru dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2003.

Majelis Hakim saat itu menyatakan dalam amar putusannya bahwa, pembayaran sudah dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2003, sementara penanda tanganan Akte No 39 tentang pembatalan atas Akte No 5 dan 6 tentang Akte jual beli, yang ditanda tangani oleh terdakwa Dahlan Iskan selaku penjual asset milik PT PWU Jatim dengan Oepoyo Sarjono dan Sam Santoso selaku pembeli, setelah dilakukannya pembayaran.

Menurut Majelis Hakim bahwa, pelepasan aseet di dua tempat tesebut berupa bangunan dan tanah, tidak sesuai dengan prosedur diantaranya, harga penjualan dibawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), tidak melibatkan tim penilai hara tanah (Appraisal), tidak melalui proses lelang, tidak membuat pengumuman di media nasional berbahasa Indonesia, sudah ada pembayaran sebelum jadwal pembukaan lelang dan pelaksanaan RUPS (rapat umum pemegang saham) serta penandatanganan Akte jual beli, antara Dahlan Iskan dengan Sam Santoso, Direktur PT Sempulur Adi Mandiri (PT SAM) dan kemudian Akte tersebut dibatalkan setelah adanya pembayaran. Penanda tanganan Akte tersebut di kantor Dahlan Iskan di Graha Pena, Jalan Ahmat Yani Surabaya, bukan di kantor Notaris.

Sehingga, 5 Majelis Hakim diataranya, Hakim Tahsin, selaku Ketua Majelis dengan dibantu 4 Hakim anggota antara lain, H.R. Unggul Warsomukti. S.H., M.H; DR. Andriano., S.H., M.H; Samhadi. S.H., M.H dan Sanghadi. S.H, sepakat menyatakan bahwa, terdakwa Dahlan Iskan selaku Dirut PT PWU bersama-sama dengan Wishnu Wardana selaku Ketua Tim Pelepasan asset, adalah perbuatan yang sewenang-wenang, karena jabatan yang melekat pada dirinya.

Dalam putusan Majelis Hakim berbunyi, “Menyatakan terdakwa Dahlan Iskan, terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan subsidair. Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun denda sebesar Rp 100 juta. Bilamana terdakwa tidak membayar, maka diganti dengan kurungan selama 2 bulan. Memerintahkan agar terdakwa tetap dalam tahanan kota,” ucap Ketua Majelis Hakim Tahsin, saat itu (21 April 2017) .

Atas Vonis bebas yang diterima oleh kedu terdakwa ini, Kepala Jeksaan Tinggi – Jawa Timur menyatakan akan melakukan upaya hukum Kasasi untuk perkara Dahlan Iskan dan upaya hokum PK (Peninjauan Kembali) untuk perkara La Nyalla Mattalitti, ke Mahkamah Agung RI.

“Kita sudah pasti Kasasi untuk perkara Dahlan Iskan. Untuk La Nyalla, kita akan PK,” kata Maruli, tegas.

Maruli mengatakan bahwa, kasus korupsi penjualan  asset PT PWU sudah terbukti dengan adanya pengembalian uang kerugian negara yang dilakukan tersangka Oepojo Sarjono.

“Ini kan sudah jelas terbukti, ada pengembalian uang kerugian negara dari tersangka Oepojo Sarjono, yang sebentara lagi akan dilimpahkan ke Pengadilan. Bagaimana kog bisa bebas,” kata Maruli, heran.

Menurut Maruli Hutagalung, Hakim Pengadilan Tinggi maupun Hakim di MA, hanya membaca dokumen. Sementara, Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya tidak hanya membaca, melainkan mendengar langsung keterangan saksi-saksi maupun terdakwa sendiri serta, memeriksa bukti-bukti yang dijadikan JPU untuk menjerat terdakwa.

“Kalau begini, bagaimana hukum di negeri ini. Hakim di PT maupun di MA hanya membaca dokumen. Apakah Hakim PT Dan Hakim MA lebih pintar dari Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya ?. pada hal, Hakim Tipikor Surabaya tidak hanya membaca, tetapi mendengar langsung keterangan saksi-saksi maupun terdakwa serta memeriksa bukti-bukti yang diajukan Jaksa,” ujar Maruli. Ujar Maruli, Selasa, 12 Septeber 2017.

Terkait keterangan terdakwa Nelson Sembiring dalam persidangan, atas 10 unit stand yang diberikan La Nyala Mattalitti kepada istri terdakwa melalui mantan terpidana kasus Korupsi dana Hibah Kadin Jatim, Diar Kusuma Putra, Maruli menanggapi akan dipelajari terlebih dahulu.

"Nah ini hal yang baru ini, kita akan pelajari terlebih dahulu. Coba, segera buatkan memori Kasasi," kata Maruli sambil memerintahkan Jaksa Trimo. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top