Terdakwa Samudji Hendrik Susilo Bali, saat diruang tahanan Pengadilan Tipikor |
beritakorupsi.co - Sidang perkara kasus Korupsi dana Pilgub Jatim tahun 2013 lalu, sebesar Rp 11 milliar dari total anggaran Rp 142 M, yang bersumber dari dana NPHD APBD Jatim, yang dianggap merugikan keuangan negara sejumlah 5,6 milliar, telah berakhir.
Sebab, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, telah membacakan surat putusannya terhadap 4 terdakwa dalam kasus korupsi Bawaslu Jatim jilid IV ini, dalam persidangan yang diketuai Majelis Hakim Rochmad, pada Senin, 11 September 2017.
Ke – 4 terdakwa diantaranya, Samudji Hendrik Susilo Bali (Hendrik, perkara tersendiri), selaku Pejabat pengadaan Bawaslu, sekaligus sebagai pelapor kasus ini ke Penyidik Polda Jatim, Arif Rasmadin, Imam Widodo dan Darmini Binti Jumiati
Sementara Jilid I, II dan III, sudah divonis terlebih dahulu, walau penetapan tersangkanya pada tahun 2015 lalu. Dalam jilid I diantaranya, Amru (Sekretaris Bawaslu Jatim), Gatot Sugeng Widodo (Bendahara), Indriyono Pimpinan CV Canopus/rekanan dan Anang Kusweni (calo). Ke 4 terdakwa ini di vonis bersalah. Jilid II yakni, Dr. Sufyanto, (Ketua Bawaslu) serta dua komisioner, Andreas Pardede dan Sri Sugeng (ke Tiganyan di Vonis bebas dan Jaksa Kasasi). Dan Jilid III, Rochmat Budi Utomo, Firdaus dan Ali Sodikin (Di Vonis bersalah)
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa, terdakwa Samudji Hendrik Susilo Bali, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 junckto pasal 18 Undang-Undang Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junckto pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menghukum terdakw dengan pidana penjara selama Tiga tahun dan denda sebesar Rp Lima puluh juta. Apa bila tidak dibayar, maka diganti hukuman penjara selama Dua bulan. Menghukum terdakwa, untuk membayar uang pengganti sebesar Seratus Tiga Juta Rupiah. Apa bila terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang. Bila mana harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama Satu tahun,” ucap Ketau Majelis Hakim.
Sementara, terdakwa Arif Rasmadin, Imam Widodo dan Darmini Binti Jumiati divonis masing-masing dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, denda masing-masing sebesar Rp 50 juta atau, dipenjara selama 1 bulan bila tidak dibayar.
Hukuman yang diberikan Majelis Hakim ini tergolong ringan, bila dibandingkan dengan tuntutan JPU. Dalam tuntutan JPU, terdakwa Hendrik dituntut pidana penjara selama 5 tahun. Sementara 3 terdakwa lainnya, di tuntut pidana penjara masing-masing 1 tahun dan 8 bulan.
Atas Vonis Majelis Hakim tersebut, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya menerima. Sementara JPU masih piker-pikir. “Kita masih piker-pikir,” kata JPU Dewi saat ditanya wartawan media ini.
Kasus ini bermula, saat Hendrik Susilo Bali atau Hendrik, membuat laporan ke Polda Jatim, sebelum BPK RI melukan audit di 2 pos anggaran yang dipergunakan oleh Bawaslu Jatim yankni, APBD untuk Pilgub 2013 dan APBN pelaksanaan Pilpres 2014.
Pada hal sebelumnya, Sekretaris Bawaslu, Amru telah membuat laporan ke Polda Jatim, setelah menerima hasil audit BPKP Perwakilan Jatim yang juga atas permintaan Amru, karena bendahara, tidak dapat mempertanggungjawabkan keuangan negara sebesar Rp 3.702.084.546,00 berdasakan hasil audit BPKP Perwakilan Jatim Nomor : 966/PW13/2/2014 tanggal 25 Juli 2014, setelah bendahara pengeluaran melarikan diri selama 8 bulan.
Tidak hanya itu, menurut Amru dalam persidangan, bahwa yang meminjam dokumen CV untuk pengadaan dalam kegiatan Pilgub adalah, Hendrik tanpa sepengetahuan Amru.
Semua dokumen dibuat diruangannya (Hendri), yang dikerjakan staf Hendrik sendiri, yakni Sapto. Hal ini seperti yang terungkap dalam persidangan. Hasil audit BPKP pun ada dua yaitu, atas permintaan Sekretaris Bawaslu jauh sebelum Hendrik melapor ke Polda Jatim, dan hasil audit BPKP atas permintaan penyidik. Hasil audit BPKP yang pertama baru muncul dipersidangan saat perkara jilid II disidangkan
Fakta yang terungkap dalam Persidangan, Samuji Hendrik menyuruh Achmat Kusaini Untuk Meminjam Profil CV
Terkait adanya pengembalian sisa anggaran dari pihak salah satu Hotel di Malang, dalam persidangan mengatakan, telah mengembalikan sebesar Rp 160 juta, dalam dua tahap yang diterima Samudji Hendrik Susilo Bali. Terkait dokumen kontrak yang dianggap fiktif, dalam fakta persidangan sebelumnya, saat pejabat pengadaan, Samudji Hendrik Susilo Bali (Hendrik) dihadirkan menjadi saksi dipersidangan terungkap bahwa, yang meminjam profil rekanan (CV) adalah Ahmad Khusaini, atas perintah Samudji Hendrik dan Pasaru Palembangan, dengan imbalan uang sebesar Rp 300 ribu sekaligus menghantarnya kebalik jeruji besi.
Ahmad Khusaini, sebelumnya bekerja sebagai kariyawan serabutan disalah satu usaha foto Copy, sehingga beberapa rekanan (CV) dikenalnya. Perkenalan Ahmad Khusaini dengan Samudji Hendrik, adalah lewat Pasaru Palembangan, Koordinator keuangan Bawaslu Jatim, yang sudah dikenalnya cukup lama.
Dalam fakta persidangan, pembuatan kontrak atas nama CV Singgasana Putih dan CV Jatayu Era Global, dianggap fiktif yang menjadi “salah satu biang kerok” kasus ini adalah, Sapto. Atas perintah Samudji Hendrik, Sapto, mengerjakan dokumen dengan mencontoh dari file yang diterimanya dari Samudji Hendrik.
Kesalahan Fatal yang terjadi adalah, adanya tandatangan Amru dalam dokumen tersebut. Yang menurut Amru, saat itu Samudji Hendrik, selaku pejabat pengadaan, menyodorkan beberapa dokumen untuk ditandatangani saat itu juga sehingga, tidak memeriksa terlebihdahulu.
Menurut Amru, dokumen tersebut sempat hilang sehari setelah ditandatangani dan muncul kembali saat penyidik polda datang ke kantor Bawaslu setelah adanya laporan dari Samudji Hendrik.
Dalam persidangan yang berlangsung (Jumat, 12 Pebruari 2013) juga terrungkap atas keterangan saksi yang juga terdakwa, Ahmad Khusaini, mengatakan, bahwa yang meminjam profil CV adalah dirinya atas perintah Samudji Hendrik Susilo Bali dan Pasaru Palembangan dengan imbalan uang sebesar 300 ribu rupiah.
“Yang meminjam profil itu saya atas perintah pak Hendrik dan pak Saru (Pasaru Palembangan). Saya dikasih uang 300 ribu oleh pak Hendrik. Saya kenal pak Hendrik dari pak Saru. Saya sudah kenal lama dengan Pasaru,” kata Khusaini kepada Majelis Hakim.
Namun ada yang menjadi “teka teki” dalam keterangan saksi/terdakwa Khusaini dan Gatot (selaku Bendahara) yakni tentang pelunasan sebesar Rp 669.810.000. Pembayaran atau pelunasan sebesar Rp 669.810.000 itu, fakta persidangan, sesuai kontrak yang ada atas nama CV Singgasana Putih dan CV Jatayu Era Global adalah, CV yang dipinjam Khusaini atas perintah Henrik dan Pasaru.
Sementara nilai kontrak yang sah atas nama CV Canopus, adalah sebesar Rp 221.426.000 dibayarkan langsung oleh bendahara. namun “nasi sudah jadi bubur”, tandatangan Amru menjadi pegangan Jaksa maupun Hakim. Keterangan Khusaini dan Gatot dalam persidangan bahwa uang sejumlah Rp 669.810.000 dimasukkan kedalam plastik kresek oleh Gatot kemudian diletakkan diatas meja kerjanya Amru setelah terdakwa Khusaini menandatangani kwitansi atas permintaan Amru.
Mengapa terdakwa Gatot memasukkan uang tersebut kedalam palstik kresk, tidak kedalam amplop warna kuning lajimnya pembayaran resmi di kantor ? Mengapa terdakwa Khusaini menandatangani kwitansi pembayaran atas kontrak pembuatan spanduk sebesar Rp 669 juta lebih, sementara kehadiran terdakwa di Bawaslu dan yang meminjam profil CV adalah terdakwa Khusiani atas perintah Hendrik dan Pasaru?
Yang sebelumnya sudah ada pembayaran yang dilakukan oleh terdakwa Gatot selaku Bendahara kepada terdakwa Khusaini sebesar Rp 49 juta, yang menurut terdakwa Khusaini, bahwa uang tersebut diberikan kepada Hendrik. Terdakwa Khusaini hanya menerima imbalan sebesar 300 ribu puiah. Faktanya, keterangan terdakwa Khusaini sudah ada perubahan saat penyidikan.
Agenda pokok dalam persidangan yang berlangsungpun malam itu (Jumat, 12 Pebruari 2016) terfokus pada pembayaran sebesar 669 juta lebih. Tidak lagi seperti dalam surat dakwaan yakni, adanya kegiatan perjalan fiktif, kontrak fiktif dan pemberian uang THR. Akankah kasus koruspi Bawaslu “jilid IV” ini akan menungkap “misteri” yang selama ini masih “gelap” ? (Redaksi)
Sebab, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, telah membacakan surat putusannya terhadap 4 terdakwa dalam kasus korupsi Bawaslu Jatim jilid IV ini, dalam persidangan yang diketuai Majelis Hakim Rochmad, pada Senin, 11 September 2017.
Ke – 4 terdakwa diantaranya, Samudji Hendrik Susilo Bali (Hendrik, perkara tersendiri), selaku Pejabat pengadaan Bawaslu, sekaligus sebagai pelapor kasus ini ke Penyidik Polda Jatim, Arif Rasmadin, Imam Widodo dan Darmini Binti Jumiati
Sementara Jilid I, II dan III, sudah divonis terlebih dahulu, walau penetapan tersangkanya pada tahun 2015 lalu. Dalam jilid I diantaranya, Amru (Sekretaris Bawaslu Jatim), Gatot Sugeng Widodo (Bendahara), Indriyono Pimpinan CV Canopus/rekanan dan Anang Kusweni (calo). Ke 4 terdakwa ini di vonis bersalah. Jilid II yakni, Dr. Sufyanto, (Ketua Bawaslu) serta dua komisioner, Andreas Pardede dan Sri Sugeng (ke Tiganyan di Vonis bebas dan Jaksa Kasasi). Dan Jilid III, Rochmat Budi Utomo, Firdaus dan Ali Sodikin (Di Vonis bersalah)
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa, terdakwa Samudji Hendrik Susilo Bali, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 junckto pasal 18 Undang-Undang Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junckto pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Menghukum terdakw dengan pidana penjara selama Tiga tahun dan denda sebesar Rp Lima puluh juta. Apa bila tidak dibayar, maka diganti hukuman penjara selama Dua bulan. Menghukum terdakwa, untuk membayar uang pengganti sebesar Seratus Tiga Juta Rupiah. Apa bila terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang. Bila mana harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama Satu tahun,” ucap Ketau Majelis Hakim.
Sementara, terdakwa Arif Rasmadin, Imam Widodo dan Darmini Binti Jumiati divonis masing-masing dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, denda masing-masing sebesar Rp 50 juta atau, dipenjara selama 1 bulan bila tidak dibayar.
Hukuman yang diberikan Majelis Hakim ini tergolong ringan, bila dibandingkan dengan tuntutan JPU. Dalam tuntutan JPU, terdakwa Hendrik dituntut pidana penjara selama 5 tahun. Sementara 3 terdakwa lainnya, di tuntut pidana penjara masing-masing 1 tahun dan 8 bulan.
Atas Vonis Majelis Hakim tersebut, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya menerima. Sementara JPU masih piker-pikir. “Kita masih piker-pikir,” kata JPU Dewi saat ditanya wartawan media ini.
Kasus ini bermula, saat Hendrik Susilo Bali atau Hendrik, membuat laporan ke Polda Jatim, sebelum BPK RI melukan audit di 2 pos anggaran yang dipergunakan oleh Bawaslu Jatim yankni, APBD untuk Pilgub 2013 dan APBN pelaksanaan Pilpres 2014.
Pada hal sebelumnya, Sekretaris Bawaslu, Amru telah membuat laporan ke Polda Jatim, setelah menerima hasil audit BPKP Perwakilan Jatim yang juga atas permintaan Amru, karena bendahara, tidak dapat mempertanggungjawabkan keuangan negara sebesar Rp 3.702.084.546,00 berdasakan hasil audit BPKP Perwakilan Jatim Nomor : 966/PW13/2/2014 tanggal 25 Juli 2014, setelah bendahara pengeluaran melarikan diri selama 8 bulan.
Tidak hanya itu, menurut Amru dalam persidangan, bahwa yang meminjam dokumen CV untuk pengadaan dalam kegiatan Pilgub adalah, Hendrik tanpa sepengetahuan Amru.
Semua dokumen dibuat diruangannya (Hendri), yang dikerjakan staf Hendrik sendiri, yakni Sapto. Hal ini seperti yang terungkap dalam persidangan. Hasil audit BPKP pun ada dua yaitu, atas permintaan Sekretaris Bawaslu jauh sebelum Hendrik melapor ke Polda Jatim, dan hasil audit BPKP atas permintaan penyidik. Hasil audit BPKP yang pertama baru muncul dipersidangan saat perkara jilid II disidangkan
Fakta yang terungkap dalam Persidangan, Samuji Hendrik menyuruh Achmat Kusaini Untuk Meminjam Profil CV
Terkait adanya pengembalian sisa anggaran dari pihak salah satu Hotel di Malang, dalam persidangan mengatakan, telah mengembalikan sebesar Rp 160 juta, dalam dua tahap yang diterima Samudji Hendrik Susilo Bali. Terkait dokumen kontrak yang dianggap fiktif, dalam fakta persidangan sebelumnya, saat pejabat pengadaan, Samudji Hendrik Susilo Bali (Hendrik) dihadirkan menjadi saksi dipersidangan terungkap bahwa, yang meminjam profil rekanan (CV) adalah Ahmad Khusaini, atas perintah Samudji Hendrik dan Pasaru Palembangan, dengan imbalan uang sebesar Rp 300 ribu sekaligus menghantarnya kebalik jeruji besi.
Ahmad Khusaini, sebelumnya bekerja sebagai kariyawan serabutan disalah satu usaha foto Copy, sehingga beberapa rekanan (CV) dikenalnya. Perkenalan Ahmad Khusaini dengan Samudji Hendrik, adalah lewat Pasaru Palembangan, Koordinator keuangan Bawaslu Jatim, yang sudah dikenalnya cukup lama.
Dalam fakta persidangan, pembuatan kontrak atas nama CV Singgasana Putih dan CV Jatayu Era Global, dianggap fiktif yang menjadi “salah satu biang kerok” kasus ini adalah, Sapto. Atas perintah Samudji Hendrik, Sapto, mengerjakan dokumen dengan mencontoh dari file yang diterimanya dari Samudji Hendrik.
Kesalahan Fatal yang terjadi adalah, adanya tandatangan Amru dalam dokumen tersebut. Yang menurut Amru, saat itu Samudji Hendrik, selaku pejabat pengadaan, menyodorkan beberapa dokumen untuk ditandatangani saat itu juga sehingga, tidak memeriksa terlebihdahulu.
Menurut Amru, dokumen tersebut sempat hilang sehari setelah ditandatangani dan muncul kembali saat penyidik polda datang ke kantor Bawaslu setelah adanya laporan dari Samudji Hendrik.
Dalam persidangan yang berlangsung (Jumat, 12 Pebruari 2013) juga terrungkap atas keterangan saksi yang juga terdakwa, Ahmad Khusaini, mengatakan, bahwa yang meminjam profil CV adalah dirinya atas perintah Samudji Hendrik Susilo Bali dan Pasaru Palembangan dengan imbalan uang sebesar 300 ribu rupiah.
“Yang meminjam profil itu saya atas perintah pak Hendrik dan pak Saru (Pasaru Palembangan). Saya dikasih uang 300 ribu oleh pak Hendrik. Saya kenal pak Hendrik dari pak Saru. Saya sudah kenal lama dengan Pasaru,” kata Khusaini kepada Majelis Hakim.
Namun ada yang menjadi “teka teki” dalam keterangan saksi/terdakwa Khusaini dan Gatot (selaku Bendahara) yakni tentang pelunasan sebesar Rp 669.810.000. Pembayaran atau pelunasan sebesar Rp 669.810.000 itu, fakta persidangan, sesuai kontrak yang ada atas nama CV Singgasana Putih dan CV Jatayu Era Global adalah, CV yang dipinjam Khusaini atas perintah Henrik dan Pasaru.
Sementara nilai kontrak yang sah atas nama CV Canopus, adalah sebesar Rp 221.426.000 dibayarkan langsung oleh bendahara. namun “nasi sudah jadi bubur”, tandatangan Amru menjadi pegangan Jaksa maupun Hakim. Keterangan Khusaini dan Gatot dalam persidangan bahwa uang sejumlah Rp 669.810.000 dimasukkan kedalam plastik kresek oleh Gatot kemudian diletakkan diatas meja kerjanya Amru setelah terdakwa Khusaini menandatangani kwitansi atas permintaan Amru.
Mengapa terdakwa Gatot memasukkan uang tersebut kedalam palstik kresk, tidak kedalam amplop warna kuning lajimnya pembayaran resmi di kantor ? Mengapa terdakwa Khusaini menandatangani kwitansi pembayaran atas kontrak pembuatan spanduk sebesar Rp 669 juta lebih, sementara kehadiran terdakwa di Bawaslu dan yang meminjam profil CV adalah terdakwa Khusiani atas perintah Hendrik dan Pasaru?
Yang sebelumnya sudah ada pembayaran yang dilakukan oleh terdakwa Gatot selaku Bendahara kepada terdakwa Khusaini sebesar Rp 49 juta, yang menurut terdakwa Khusaini, bahwa uang tersebut diberikan kepada Hendrik. Terdakwa Khusaini hanya menerima imbalan sebesar 300 ribu puiah. Faktanya, keterangan terdakwa Khusaini sudah ada perubahan saat penyidikan.
Agenda pokok dalam persidangan yang berlangsungpun malam itu (Jumat, 12 Pebruari 2016) terfokus pada pembayaran sebesar 669 juta lebih. Tidak lagi seperti dalam surat dakwaan yakni, adanya kegiatan perjalan fiktif, kontrak fiktif dan pemberian uang THR. Akankah kasus koruspi Bawaslu “jilid IV” ini akan menungkap “misteri” yang selama ini masih “gelap” ? (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :