0
-    JPU KPK : Fee Agen 4,74 Persen Hasil  
       Rapat Direksi

-     Terdakwa Firmansyah Arifin : Ada dana 
      PT PAL  5 milliar yang belum bisa 
      dicairkan karena Dana Komando Belum    
      Lunas

Foto atas, saat JPU KPK memperlihatkan bukti kehadapan Majelis Hakim dan (foto bawa) ke- 3 terdakwa bersama suami saksi Etty Soewardani (3 dari kanan) turut menyalami Hakim

beritakorupsi.co – “Penyakit” lupa, tidak tau, atau kadang “bisu” alias diam, sudah terbiasa “menyerang” daya ingat saksi bahkan terdakwa, tak perduli berpendidikan tinggi atau rendah, masyarakat maupun pejabat yang diperiksa oleh Majelis Hakim di persidangan dalam kasus tindak pidana Korupsi.“Penyakit” lupa, ternyata “dialami” juga oleh saksi yang dihadirkan oleh JPU KPK yang terdiri dari Ronald Ferdinand Worotikan,  Mungki Hadpratikto, Budi Sarumpaet dan Irman Yudiandri, kehadapan Majelis Hakim yang di Ketuai Hakim Tahsin. SH., MH, dan dibantu 2 anggota Majelis Hakim, yakni DR. Lufsiana dan DR. Andriano untuk terdakwa Arif Cahyana (GM Keuangan), terdakwa Saiful Anwar ((Direktur Desain dan Teknologi dan merangkap Direktur Keuangan) dan terdakwa M. Firmansyah Arifin (Direktur Utama, masing-masing perkara terpisah), dalam kasus perkara Korupsi OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK pada Akhir Maret 2017, yang digelar pada Senin, 25 September 2017.

Saksi yang di hadirkan JPU KPK antara lain Eko Prasetiyanto (Direktur Perencanaan dan Pengembanagan Usaha), Imam Sulistyono (Mantan Direktur Keuangan, sekarang menjabat Dirut PT DOK), Etty Soewardani (Plt Direktur Keuangan 14 Juni s/d 5 Oktober 2016, sekarang menjabat Direktur SDM dan Umum PT PAL sejak 3 April 2017 asmapai sekarang) dan Bambang (mantan Sekretaris PT PAL)

Pada sidang sebelumnya (21 Agustus 2017), 4 orang saksi dari PT PAL juga “mengalami” hal yang sama. K- 4 saksi tersebut antara lain Gonot Hendrasmono (Kepala Divisi Desain), Agus Budianto (Kepala Divisi Bisnis dan Pemasaran), Jumarma (Kadep Proposal Proyek kapal PT PAL) dan Joko Sutejo, staf ahli Direktur PT PAL (Persero) Indonesia

Dalam kasus ini, Agus Budianto, Eko Prasetiyanto (Direktur Perencanaan dan Pengembanagan Usaha), bertugas untuk mempersiapkan dokumen-dokumen teknis serta melakukan penghitungan cons tructor kapal SSV, sebagai dasar harga penawaran kepada pemerintah Fhilipina bersama Jumarma. Selain itu, Agus Budianto juga ditugaskan untuk bertanggung jawab mengikuti tender di Manila, Fhilipina. Sedangkan Saiful Anwar selaku Direktur Desain dan Teknologi, yang juga selaku Direktur Keuangan bersama dengan Gonot Hendrasmono  selaku Kadiv Desain, menyiapkan Desain SSV untuk keperluan tender.

“Penyakit” lupa dan tidak tau diucapkan ke 4 saksi ini saat ditanya JPU KPK maupun Majelis Hakim terkait Dana Komando yang dikenal dengan istilah DK. Para saksi hanya mengaku, penah mendengar dari staf PT PAL sendiri tanpa menyebutkan nama, karena bisa jadi untuk menutupi yang sebenarnya atau karena rasa takut.

Dalam sidang kali ini, “penyakit” alias kata lupa sering diucapkan oleh Direktur SDM dan Umum yang membawahi sumber daya manusia dan pengelolaan lingkungan serta ketertiban PT PAL, Etty Soewardani, saat ditanya JPU KPK atas pembayaran yang dilakukan oleh PT PAL terkait proyek kapal SSV Philipana, saksi juga lupa saat JPU KPK menanyakkan berapa persen nilai yang dibayar oleh PT PAL terhadapat Ashanty Sales termasuk dalam bentuk uang apa.

Bahkan Etty Soewardani mengaku tidak dilibatkan secara aktif dalam pembahasan proyek kapal SSV antara PT PAL Indosesia dengan pemerintah Philipina. Pada hal proyek tersebut bukan proyek “siluman” yang tidak jelas, melainkan proyek antar 2 negara. Anehnya, Direktur SDM dan Umum ini mengakui telah menanda tangani 2 dokumen pembayaran pada September 2016, namun tak tahu pembayaran kepada siapa.

“Saya sebagai Direktur SDM dan Umum. Kami tidak pernah aktif didalam rapat itu. September 2016, saya pernah menanda tangani dokumen pembayaran karena persyaratan harus ada 2 Direktur,” jawab Etty Soewardani. Pada hal, pertanyaan JPU KPK adalah, apakah saksi tau kalau PT PAL mengikuti pengadaan proyek kapal dengan pemerintah Philipina.

Saat ditanya JPU KPK, pembayaran kepada Ashanty atau PT Perusa. Saksi menjawab lupa. JPU KPK kembali menanyakkan, berapa persen yang dibayarkan, saksi menjawab lupa. Kemudian JPU KPK menanyakkan pembayaran dalam bentuk uang apa, lagi-lagi saksi menjawab lupa.

Terkait dengan fee agen Ashanty Sales sebesar 3,5 persen namun oleh direksi PT PAL dibuat menjadi 4,75 persen. Saksi mengaku tidak tau. Pada hal, Eko Prasetiyanto (Direktur Perencanaan dan Pengembanagan Usaha) mengakui bahwa penentuan fee angen dibahas dan ditentukan oleh rapat dewan Direksi dan kemudian disampaikan kepada Kirana Kotama pemilik PT Perusa Sejati selaku perwakilan Ashanty Sales di Indonesia.

Eko menjelaskan, bahwa fee agen yang diminta Ashanty Slaes sebesar 3,5 persen diusulkan dan dibahas oleh semua Direksi menjadi 4,75 persen dari nilai kontrak untuk 2 unit kapal SSV senilai US86.987.832,5 dollar dan 1,25 persen adalah uang PT PAL atau setara dengan nilai rupiah sekitar Rp 13 milliar. hal itu disampaikan saksi kepada JPU KPK maupun kepada Majelis Hakim.

“3,5 persen saya dibahas di rapat Direksi, malamnya disampaikan kepada Kirana Kotama dalam pertemuan di Resto Nine,” kata saksi. Saat JPU KPK menanyakkan terhadap Eko Prasetiyanto, apakah itu tanggung jawab Kolektif Kolegial, yang dijabwa saksi “Ya”.

Sementara keterangan Imam Sulistyono, tak jauh beda saat Ia memberikan keterangan dalam sidang perkara yang sama namun terpisah dengan terdakwa Agus Nugroho, selaku Direktur Umum PT Perusa Sejati, yang menjadi perantara dari Kirana Kotama untuk menyampaikan uang sebear US25.000 Dollar kepada PT PAL melalui Arif Cahyana.

Dana Komando kembali dijelaskan Imam Sulistyono, yang sebelumnya sudah dijelaskannya saat menjadi saksi untuk terdakwa Agus Nugroho. Kepada Majelis Hakim saksi menjelaskan, bahwa rapat BOD (Board of Director) dilakukan dalam kaitannya membahas kebutuhan dana operasional PT PAL.

“Rapat BOD yang dibahas, salah satunya adalah Dana Komando yang akan mempengaruhi cash flow PT PAL,” kata Imam

Sementara terdakwa Firmansyah Arifim menaggapi keterangan para saksi terkait dana Komando. Terdakwa mengatakan, Dana PT PAL di BRI Cilangkap sebesar Rp 5 milliar belum bisa dicairkan karena Dana Komando belum lunas sampai sekarang.

“Sengaja saya tidak membayar Dana Komando, sehingga uang kami ditahan. Uang itu dicairkan setelah saya ditangkap KPK,” beber terdakwa kepada Majelis.

Ketua Majelis Hakim pun sempat menanyakkan kepada terdakwa maupun saksi, ispa Komisiaris Utamanya. “Kenapa tidak mlaporkannya kalau ada Dana Komando ?,” tanya Majelis Hakim. Dan semua saksi “diam”.

Terdakwa Arif Cahyana pun mempertegas, bahwa penyetotan dana sebesar US163.102,19 Dollar itu diantarkan dirinya bersama Imam Sulistyono ke Pekas Pusku AL di Cilangkap. Pernyataan terdakwa Arif Cahyana pun di akui Imam Sulistyono saat ditanya Majelis Hakim.

Usai persidangan, JPU KPK Mungki Hadpratikto kepada media ini mejelaskan, bahwa fee agen dari 3,5 persen menjadi 4,75 persen adalah hasil rapat Direksi. Sementara uang sebesar Rp 20 juta yang dikembalikan Etty Soewardani, akan ditindak lanjuti dari saksi-saksi berikutnya.

“Kalau tadi dari keterangan saksi, atas pertanyaan terdakwa memang keputusannya keputusan Dewan Direksi, bulat itu istilahnya BOD. Kalau uang yang 20 juta, itu baru dari keterangan Ibu Etty, dia tidak tau uang itu uang apa tapi diterima dan sudah dikembalikan ke KPK. Kita akan gali dari keterangan pihak-pihak lain, mungkin ia. Karena kita belum tau saksi-saksi lain,” ucap Mungki.

Sementara terdakwa Firmansyah Arifin mengatakan, bahwa fee agen dibahas dan disetujui oleh semua Direksi, baru kemudian disampaikan ke Kirana Kotama. Saat ditanya, mengapa Direktur SDM dan Umum tidak ikut serta dalam pertemuan malam harinya, Firmansyah Arifin mengtakan karena malam hari.
“Itu kan awalnya dari usulan Direktur Perencanaan dan Pengembanagan Usaha, kemudian dibahas dan disetujui oleh semua Direksi. Dari keputusan itu, malamnya disampaikan kepada Kirana Kotama dalam pertemuan Resto Nain. Bu Etty tidak ikut karena pertemuannya malam,” kata terdakwa.

Dalam surat dakwaan JPU KPK




 



Kasus ini bermula pada tanggal 30 Agustus 2012 lalu, saat M. Firmansyah Arifin selaku Dirut PT PAL, memperbaharui perjanjian kerjasama dengan Agency Agreement No. SPER/38/10000/VIII/2012, yang ditandatangani bersama Liliosa L Saavedra selaku CEO  Ashanti Sales Inc. Dalam Agency Agreement tersebut dinyatakan bahwa, Ashanty Sales ditunjuk menjadi agen yang akan membantu PT PAL, dalam mendapatkan proyek pembangunan kapal SSV, untuk memenuhi kebutuhan kapal DND Filipina dengan besaran fee agen akan ditetapkan sebelum harga penawaran dimasukkan ke DND Filipina, Dan agen agreement tersebut, akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2015.

Kemudian, pada awal 2013, Eko Prastianto dan Agus Budianto, selaku Kepala Divisi Bisnis dan Pemasaran PT PAL, mendapat informasi dari Kirana Kotama, selaku perwakilan Ashanty Sales di Indonesia bahwa, DND Filipina akan memulai pengadaan proyek kapal SSV. Atas informasi tersebut,  Agus Budianto bersama Jumarma, selaku Kadep proposal proyek Kapal PT PAL dan Tim pemasaran PT PAL, segera mempersiapkan dokumen-dokumen teknis, serta perhitungan  cost stucture kapal SSV sebagai dasar harga penawaran kepada DND Fhilipina.

Setelah perhitungan cost cost structure oleh Agus Budianto dan Jumarma selesai, harga kapal yang tercantum dalam Price Estimation SSV Fhilppines Navy, adalah sebesar USD43.262.558,  dengan perhitungan fee sebesar 2,5 persen. Besaran fee agen tersebut ditentukan berdasarkan pada proyek-proyek pembangunan kapal yang pernah dilakukan oleh PT PAL sebelumnya.

Pada tanggal 5 Agustus 2015, rapat Direksi yang dihadiri M. Firmansyah Arifin, Saiful Anwar, Eko Prasetyanto dan Agus Budianto, menyetujui perhitungan cost structure tersebut. Dan pada tanggal 29 Agustus 2015, Agus Budianto mengajukan dokumen penawaran 2 unit kapal SSV kepada DND Filipina, dengan harga penawaran per kapal sebesar US43.262.556 dollar.

Selanjutnya, pada sekitar bulan Oktober 2013, Tim pengadaan DND Filipina, melakukan asesmen ke PT PAL di Surabaya, dalam rangka melaksanakan tahapan post qualification, untuk menilai fasilitas dan kemampuan PT PAL, sesuai dokumen penawaran yang dihadiri oleh Liliosa L. Saavedra dan Kirama Kotama sekaligus menemui Joko Sutejo, selaku Staf Ahli Direktur PT PAL, dan Eko Prastianto di kantor PT PAL di Surabaya

Dalam pertemuan tersebut, ternyata Liliosa L. Saavdra mau minta fee untuk Ashanty Sales sebesar 4% dari nilai kontrak pembangunan kapal SSV oleh PT PAL, dan meminta agar segera dituangkan dalam perjanjian. Namun oleh Joko Sutejo dan Eko Prastianto, merasa keberatan karena terlalu besar, dan akhirnya turun menjadi 3,5 persen. Hal itu pun disampaikan oleh Joko Sutejo dan Eko Prastianto pada rapar Direksi PT PAL

Pada tanggal 7 Agustus 2014, kontrak pembangunan 2 unit kapal SSV senilai US86.987.832,5 dollar, ditandatangani oleh M. Firmansyah Arifin, selaku Dirut PT PAL dan Hon Vol Taire T. Gasmin, selaku sekretaris DND Fhilipina, setelah dinyatakan sebagai pemenang.

Selanjutnya, Pada tanggal 18 Januari 2014, PT PAL mengajukan permintaan pembayaran uang muka pekerjaan 2 unit kapal SSV sebesar 15 persen, melalui surat Nomor. 972/64000/VI/ 2014 yang ditandatangani oleh, Arif Cahyana. Kemudian pembayaran uang muka tersebut direalisasikan oleh DND Filipina, pada tanggal 16 Juli 2014, dalam 2 tahap masing-masing sebesar US65.228.888,7 dollar ke rekening BRI Cabang Rajawali Surabaya, Nomor 0172.0 2.00000055.3.5 atas nama PT PAL Indonesia Persero.

Setelah PT APL menerima pembayaran uang muka dari DND Filipina, pada tanggal 31 Juli 2014, Ashanti Sales meminta PT PAL membayarkan fee agen termin pertama melalui rekening atas nama PT Perusa, Nomor 065-00412013 pada Development Bank of Singapore.

Pada sekitar Januari 2015, M. Firmansyah Arifin, meminta Imam Sulistyanto menemui Kirana Kotama di Jakarta, untuk mengambil uang Cash Back dari agen yang sudah dibayarkan oleh PT PAL kepada Ashanty Sales, sesuai kesepkatan.

Kemudian, Imam Sulistyanto, menemui Kirana Kotama di lobby Eka Hospital BSD Central Business District lot IX BSD City Serpong Kota Tangerang Selatan. Kemudian, Kirana Kotama menyerahkan bingkisan Goody Bag, berisi uang sebesar US163.102,19 Dollar kepada Imam Sulistyanto. Kemudian Imam Sulistiyanto menyerahkan uang tersebut kepada Eko Prasetyanto untuk diserahkan kepada M. Arifin Firmansyah.

Selanjutnya, pada tanggal 13 Mei 2016, pekerjaan pembangunan 1 unit kapal CCV selesai, dan kapal tersebut telah diserahkan oleh PT PAL kepada DND Filipina. Pada tanggal 16 mei 2016, PT PAL mengajukan permintaan pembayaran 85 persen, atas pekerjaan pembangunan 1 unit kapal SSV sebesar US36.029.392,85 Dollar kepada DND Filipina melalui invoice nomor. 113 m16001, yang ditandatangani oleh m. Firmansyah Arifin.

Pada tanggal 12 Agustus 2016, DND Fhilipina merealisasikan pembayaran 85% dengan mentransfer uang sebesar US36.029.392,85 Dollar. Atas pembayaran agen kepada Ashanti Sales tersebut, M. Firmansyah Arifin, mengingatkan Arif Cahyana dan Saiful Anwar, mengenai adanya cashback sebesar 1,25% harus diserahkan oleh Ashanty sales.

Atas arahan M. Firmansyah Arifin, pada sekitar awal Maret 2017, Arif Cahyana menemui Kirama Kotama di gedung BRI Tower Jakarta dan menanyakan Cash Back sebesar 1,25 persen. Kemudian Kirana kotama memberitahukan bahwa, Ashanty Sales di Fhilipina akan menarik uang tunai sebesar US25.000 dolar dari fee agen yang telah di diterimanya dari PT PAL.

Kemudian Ashanty Sales, akan menyerahkan uang tersebut kepada Kirama Kotama untuk menyerahkan secara tunai kepada Direksi PT PAL melalui Arif Cahyana, dan Arif Cahyana melaporkan hasil pertemuan dengan Kirama Kotama kepada Saiful Anwar.

Pada tanggal 8 Maret 2017, Kirana Kotama, meminta Gatot Suratno (staf bagian umum PT Perusak Sejati) untuk mengambil dua buah amplop berwarna coklat yang berisi uang masing-masing sebesar US25.000 dolar dan US13.000 dolla di Rumahnya, di Kompleks Tosiga Blok IX D No 7 Kebon Jeruk Jakarta Barat, untuk diserahkan kepada Elvi Gusliana alias Dede (staf Bagian Keungan PT Perusa Sejati) sesuai permintaan Kirama Kotama.

Sehari kemudian, yakni, pada tanggal 9 Maret 2017, Kirana Kotama, menghubungi Agus Nugroho melalui telepon, meminta agar Agus menyerahkan uang sebesar US25.000 dolar kepada Elfi Gusliana, dan uang tersebut akan diserahkan kepada Arif Cahyana.

Untuk penyerahan uang Cash Back tersebut, pada tanggal 16 Maret 2017, Agus Nugroho meminta Elfi Gusliana membuat tanda terima, tanggal 17 Maret 2017. Namun ternyata pada tanggal 17 Maret 2017, Agus Nugroho batal bertemu dengan Arif Cahyana. Pada tanggal 27 Maret 2017, Kirana Kotama, menghubungi Agus Nugroho dan memberitahukan bahwa, Arif Cahyana akan datang menemui Agus Nugroho di Jakarta untuk mengambil uang.

Namun sial, sebelum uang tersebut “dinikamti” oleh Direksi PT PAL, Arif Cahyana dan Agus Nungroho, sudang ditangkap KPK, pada 30 Maret 2017. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top