1

beritakorupsi.co - Kasus Korupsi adalah suatu kejahatan yang luar biasa dan terencana, yang tidak mungkin dilakukan oleh seseorang melainkan lebih, serta berakibat terjadinya kerugian keuangan negara, seperti kasus Korupsi Operasi Tangkap Tangan oleh KPK terhadap Kadis PUPR, Ketua dan 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto.

Selain adanya pemberian janji antara Mas’ud Yunus, selaku Wali Kota Mojokerto dengan pimpinan dan anggota DPRD, terkait pemberian sejumlah uang, sebagai tambahan “pundi-pundi” diluar penghasilan tetap, berupa uang komitmen fee, yang bersumber dari jumlah persentase pelaksanaan anggaran Dinas PUPR, pada Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan dengan nama kegiatan, Penataan Lingkungan Pemukiman Penduduk Pedesaan (PENLING), yang berasal dari usulan para anggota DPRD, yang dikenal dengan istilah program Jasmas (jaringan aspirasi masyarakat) sebesar Rp 26 miliar, serta tambahan pertahun sejumlah Rp 65 juta, untuk masing-masing anggota DPRD Mojokerto, atau yang dikenal dengan istilah 7 sumur yakni, uang lelah 7 kali persidangan dalam rangka pembahasan anggaran yang rencananya, diberikan per triwulan di tahun 2017.

Ada pula bagi-bagi proyek tahun anggaran 2017, antara terdakwa Wiwiet Febriyanto selaku Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto, dengan 2 rekanan yakni, CV Benteng Persaada dan PT Agrindo Jaya Sejahtera, dengan cara, terdakwa meminta sejumlah uang kepada 2 kontraktor tersebut.

Hal itu terungkap dalam persidangan kasus perkara Korupsi “suap”, antara Dinas PUPR dengan Ketua dan 2 Wakil Ketua DPRD Mojokerto (Ketiganya saat ini masih tersangka) yang ditangkap oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan, pada 16 Juni lalu.

Pada Selasa, 12 September 2017, JPU Iskandar Marwanto, Subari Kurniawan dan Tri Anggoro Mukti dari KPK, menghadirkan 3 saksi dalam persidangan yang diketuai Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Mukti, untuk terdakwa Wiwiet Febriyanto yang di dampingi Penasehat Hukum (PH0-nya Suryono Pane dkk.
Ke- 3 saksi tersebut yaitu, Irfan Dwi Cahyono alias Ipang, selaku Direktur CV Benteng Persada, Dodi Setiawan, Direktur Operasional PT Agrindo Jaya Sejahtera dan Agung Hariyanto.

Dari keterangan saksi Ipang dan Dodi dihadapan Majelis Hakim terungkap bahwa, terdakwa Wiwiet Febriyanto menghubungi Dodi dan meminta uang sebesar Rp 2,4 milliar, dengan menjanjikan proyek. Untuk meyakinkan Dodi, terdakwa menghubungi Ipang yang sudah dikenalnya lama, agar Ipang meyakinkan Dodi untuk memberiakan uang yang dibutuhkan oleh terdakwa.

“Awalnya pinjam 2,4, tetapi turun menjadi 1,4 turun menjadi 930. Saya nggak punya uang segitu jadi bagi 2 dengan Ipang. Ada telepon dari Ipang. Ipang mengajak saya bertemu di di Restoran Bon Cafe Pakuwon Trade Center. Dijanjikan ada pekerjaan,” kata Dodi.

“Ipang mengatakan, percaya saya. Tapi tidak ada pekerjaan makanya dibuat pinjaman. Saya meminjami uang ke terdakwa, tapi saya nggak tau kepentingannya untuk apa, hanya pinjam saja. Saya tidak kenal Dewan (Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq). Kalau Kaji (Taufik Fajar) kenal tapi saya kurang jelas.,” kata Dodi.

Ipang tidak membantah pernyataan Dodi. Menurut Ipang. “Wiwiet meminta tolong untuk meyakinkan Pak Dodi. Awalnya sanggup meminjami 2,4 jadi turun 1,4,” jawab Ipang. JPU KPK pun bertanya, apakah bagi hasil dari APBD 2017 ?. selain itu, JPU KPK mengingatkan Ipang agar bicara apa adanya dan tidak mengarang, tidak membuat keterangan palsu. Akibatnya, wajah Ipang terlihat pucat saat diingatkan JPU KPK.

Dari keterangan Ipang dan Dodi, uang yang terkumpul dari keduanya diserahkan ke Agung untuk dibawa ke mobil Ipang. Kemudian Ipang memerintahkan Agung untuk menyerahkan sejumlah uang ke Taufik Fajar alias Kaji atas perintah dari terdakwa.

“Uang itu diserahkan ke Kaji atas perintah Pak Wiwiet,” jawab Ipang kepada Majelis.

Dalam dakwaan JPU KPK juga sudah dibeberkan, kronologis kesepakatan antara terdakwa dengan ke- 2 kontraktor ini yaitu, pada tanggal 6 Juni 2017, terdakwa Wiwiet Febriyanto, menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD, untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang triwulan serta uang komite program Jasmas. Purnomo dan Abdullah Fanani, meminta agar terdakwa Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan komitmen fee  triwulan sebesar Rp 395.000.000 per triwulan, dan tahap pertama dari 8 persen uang komitmen fee program Jasmas sejumlah Rp 500.000.000, yang disanggupi oleh terdakwa Wiwiet Febriyanto.

Untuk memenuhi permintaan Dewan itu, pada tanggal 6 Juni 2017, terdakwa Wiwiet Febriyanto bertemu dengan 2 rekanan (Kontraktor) PUPR yakni, Direktur CV Benteng Persaada, Irfan Dwi Cahyono alias Ipang dan Direktur Operasional PT Agrindo Jaya Sejahtera, Dodi Setiawan, di Restoran Bon Cafe Pakuwon Trade Center Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa Wiwiet Febriyanto meminta uang sejumlah Rp 930 juta, dengan imbalan, pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD perubahan tahun 2017.

Permintaan itu pun langsung disanggupi kedua kontraktor itu. Dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank sebesar Rp 200 juta dan Dodi Setiawan Rp 730 juta, yang akan diberikan dalam 2 tahap yakni, tahap pertama Rp 430 juta dan tahap kedua sejumlah Rp 500.000.000.

Pada tanggal 10 Juni 2017 dini hari, terdakwa Wiwiet Febriyanto menerima uang sebesar Rp 380 juta, yang berasal dari Ipang 150 juta rupiah dan dari Dodi sebesar Rp 230 juta, diserahkan di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square. Kemudian, sekitar pukul 10.00 WIB, terdakwa menyerahkan uang sebesar Rp 150 juta kepada Purnomo, di parkiran Restoran Mc Donald, Jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo. Uang tersebut sebagai realisasi komitmen fee dan mengatakan bahwa, sisanya sejumlah Rp 350.000.000 akan diserahkan pada pertengahan bulan Juni 2017.

Kemudan, Purnomo pun membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto yang masing-masing sejumlah Rp 5 juta, Umar Faruq dan Abdulah Fanani masing-masing Rp 12.500.000, Purnomo kebagian Rp 15 juta.
 
JPU KPK dalam surat dakwaannya merinci, pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp 57.500.000 kepada Umar faroq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp 30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp 5 juta yakni, Dedi Novianto (Partai Demokrat), Uji Pramono (Partai Demokrat), Kholid Firdaus Waji (Partai Keadilan Sejahtera), Edy Prayitno (PKS), Raihan Mustafa (PPP) dan Gunawan (PPP).

Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yakni, Yuli Veronica, Maschur, Suryono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp 5 juta, yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.

Sekitar pukul 1730 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani  di  rumahnya di Jalan Surodinawan Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp 37.500.000. Kemudian, Abdullah Fanani menyerahkan uang Rp 10 juta kepada Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyah, sebagai bagiannya. Dan Rp 15 juta untuk Sony Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Hardi Ashanty dan Anang Wahyudi.

Sedangkan sisanya, dibagikan kepada anggota Fraksi PDIP masing-masing  Rp 5 juta yakni, Darwanto, Yunus Suprayitno, Febriana Meldiyawati, Suliat dan Gusti Fatmawati. Selain itu, Purnomo juga menyerahkan uang sejumlah Rp 15 juta kepada Dwi Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra), Moh. Harun dan Ita Primaria Lestari, masing-masing Rp 5 juta.

Sementara sisa uang sebesar Rp 280 juta yang diterima terdakwa Wiwiet Febriyanto dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipank, pada hari Selasa tanggal 12 Juni 2017 di Komplek Ruko Citra Harmoni Sidoarjo, dipergunakan untuk keperluan pribadi terdakwa sendiri sebesar Rp 180 juta, dan yang Rp 100 juta, sebagai cicilan pertama atas temuan audit BPK RI dalam proyek Graha Mojokerto Service City (GMSC).

Pada tanggal 16 juni 2017 sekitar 15.00 14.00 WIB, terdakwa Wiiwet Febriyanto menghubungi Umar Faruq, membicarakan rencana penyerahan uang komitmen tahap kedua sejumlah Rp 300 juta, yang kemudian disepakati uang tersebut akan diserahkan melalui Hanif Mashudi, selaku orang kepercayaan Umar Faruq.

Sekita pkl 15.40 WIB, terdakwa bertemu dengan Hanif Mashudi di kantor PUPR dan mengatakan, agar nanti malam, Hanif Mashudi menemui Taufik Fajar guna menerima uang komitmen tahap kedua sebesar Rp 300 juta dari terdakwa, untuk diserahkan kepada anggota DPRD kota Mojokerto melalui Umar Faruq.

Sekitar pukul 23.00 pagi, terdakwa Wiwiet Febriyanto bertemu dengan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan, di kantor Dinas PUPR Mojokerto, yang akan menyerahkan uang sebesar Rp 500.000.000. Uang tersebut adalah kekurangan dari kesepakatan sebesar Rp 930 juta, yang berasal dari patungan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang Rp 100 juta dan Dodi Setiawan Rp 400.000.000.

Namun terdakwa meminta, agar uang tersebut diserahkan melalui Taufik Fajar alias Kaji. Kemudian Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang, memerintahkan Agung Hariyanto untuk mengantarkan uang tersebut kepada terdakwa melalui Taufik Fajar alias Kaji.

Kemudian terdakwa menghubungi Taufik Fajar untuk menerima penyerahan uang dari Agung Hariyanto dan melaporkan kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Taufik Fajar alias Kaji, agar menyisihkan uang sejumlah Rp 300 juta, untuk diserahkan kepada Hanif Mashudi, dan Rp 30 juta diminta untuk disimpan. Sisa sebsar Rp 170 juta, diminta untuk diserahkan kepada terdakwa.

Sekitar pukul 21.00 WIB, Taufik Fajar menyerahkan uang sebesar Rp 300 juta kepada Hanif Mashudi di depan ruahnya. Sementara terdakwa Wiwiet Febriyanto, sekitar pukul 20.00 WIb,  menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) sebagai permulaan, dilakukannya pembahasan rencana perubahan APBD tahun 2017, terkait permasalahan penganggaran PENS yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsolidasi dengan Kementerian Dalam Negeri. RDP tersebut, juga dihadiri oleh Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani beserta anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto serta dihadiri juga oleh Kepala Dinas Pendidikan, Novi Raharjo, Subektiarso (Kepala Bidang Anggaran BPPKA), Ani Wijaya (Kepala Bidang Aset DPPKA) juga Helmi (Kepala Bidang Perencanaan Infrastruktur, SDA dan Ekonomi BAPEKO).

Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq menerima telepon dari Hanif Mashudi, yang menyampaikan bahwa, telah menerima uang Rp 300 juta dari terdakwa Wiwiet Febriyanto melalui Taufik Fajar alais Kaji. Dari telepon tersebut, Umar Faruq menemui Hanif Mashudi di kantornya di Jalan Surodinawan Mojokerto, untuk memastikan uang yang diberikan oleh terdakwa yang diterima Hanif Masudi. 

Sekitar pukul 23.00 WIB setelah selesai RDP, terdakwa menemui Purnomo diruang kerjanya, dan menyampaikan bahwa uang komitmen tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikan oleh terdakwa adalah sejumlah Rp 300.000.000 dan telah diserahkan melalui Umar Faruq. Sedangkan sisanya, akan direalisasikan kemudian hari. Terdakwa Wiwiet Febriyanto lalu mengambil uang Rp 170 juta dari Taufik Fajar untuk dipergunakan membayar cicilan rumah sejumlah Rp 30 juta, dan sisanya Rp 140 juta sebahai tambahan uang triwulan anggota DPRD Kota Mojokerto.

Pada dini hari, 16 Juni 2017, setelah selesai RDP, Purnomo menemui Umar Faruq di rumah PAN. Tidak lama kemudian, Umar Faruq menghubungi Hanif Mshudi, supaya datang ke rumah PAN membawa uang Rp 300 juta dari terdakwa, yang disimpan dalam tas ransel berwarna hitam merk ECCE. Tak lama kemudian, Umar Faruq dan  Abdullah Fanani tertangkap oleh petugas KPK.

Usai persidangan, saat wartawan media ini menanyakan terkait, keterlibatan Wali Kota Mojokerto, Mas’ud Yunus, dalam kasus yang menyeret Wiwiet Febriyanto dan 2 Kontraktor, apakah akan dijadikan sebagai tersangka. JPU KPK Iskandar menjelaskan bahwa, dalam pasal 55 KUHP bisa jadi.

“Kalau asal usul uangnya, nanti akan kita pisahkan dengan perbuatan terdakwa, barangkali dari pengembangan. Kalau motif terdakwa memberikan uang ke Dewan kan terkait APBD agar lancar. Kalau ke rekanan, terkait dengan proyek. Kalau Wali Kota akan jadi saksi. Kalau dari dakwaan pasal 55, berarti kan ada namanya mensarea ada kerja sama,” ucap JPU KPK Iskandar.

Sementara Suryono Pane, selaku PH terdakwa mengatakan bahwa, pertemuan dirumah terdakwa tidak pernah ada dan harus bisa dibuktikan. Namun Pane mengakui, terkait antara terdakwa dengan 2 rekanan tersebut,

“Pertemuan dirumah terdakwa tidak pernah ada, dan itu tidak ada harus dibuktikan. Kalau mengenai rekanan itu, ya bisa jadi,” kata Pane.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top