0
#Sekretaris Dinas Peternakan, Perintahkan Yang Lain Untuk Menghilangkan Bukti Setelah Kadis Peternakan Ditangkap KPK#

Foto dari kiri, Kusnoto (Sekretaris Dinas Peternakan), Maskur (mantan Kadis Peternakan) dan Samsul Arifin (Kadis Peternakan)
beritakorupsi.co – Pelan tapi pasti, “kebusukan” yang terjadi dalam kasus “Suap” DPRD Jatim dengan Dinas Peternakan Jawa Timur mulai terungkap dari keterangan saksi dalam persidangan yang digelar, pada Senin, 4 September 2017.

Tiga saksi yang dihadirkan JPU Budi Nugraha, Atti Novianti, Muhammad Ridwan Dandito  dan Jaelani dari KPK untuk terdakwa Rohayati yakni, dr. Kusnoto (Sekretaris Dinas Peternakan), Maskur (mantan Kadis Peternakan tahun 2012) dan Samsul Arifin, mantan Kadis Peternakan yang digantikan Rohayati yang saat ini menjabat Kadis Perkebunan.

Terdakwa Rohayati, selaku Pj. Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur yang dilantik Gubernur pada Deseber 2016, ditangkap KPK pada Juni lalu, setelah memberi uang “suap” sebesar Rp 75 juta dari total Rp 500 juta per tahun kepada Ketua dan wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim yakni, Moh. Basuki dan Moh. Ka’bil Mubarok, terkait revisi Perda No 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina di Jatim, yang diajukan oleh Dinas Peternakan.

Dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim yang di Ketuai Hakim Rochmat, dengan Panitra Pengganti (PP) Yanid Indra Harjono, terungkap bahwa, Kusnoto memerintahkan pejabat lain yang ada di Dinas Peternakan untuk menghilangkan bukti berupa percakapan (SMS) dan telepon, setelah mengetahui, Rohayati telah ditangkap KPK. Dan kemudian, berkonsultasi dengan Biro Hukum Pemprov Jatim. Hal itu terungkap dari buku catatan Kusnoto yang disita KPK, yang ditunjukkan dalam persidangan.

Semula, Kusnoto tak menjawab pertanyaan JPU KPK, sehingga JPU KPK membuka buku catatan Kunsoto dalam persidangan yang disita sebelumnya.  Dalam catatan Kusnoto tersebut mengatakan antara lain, rekaman suara dibuang, bertahan strategi, berkonsultasi dengan Biro Hukum. Sementar dari Biro Hukum dalam catatan Kusnoto mengatakan, jagan menyebutkan nama orang, harus hati-hati, jagan takut.

Terkait uang komitmen iuran triwuan Dinas Peternakan kepada Komis B DPRD Jatim, Kusnoto menjelaskan, mengetahuinya dari Samsul Arifin dan menyampaikannya kepada terdakwa Rohayati. Sementara pengajuan revisi Perda No 3 Tahun 2012 diakunya, bahwa dirinyalah yang mengusulkan, saat menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Pensi.

“Dari Pak Samsul, saya hanya menyampaikan ke Kadis (Rohayati), kalau tahun depan ada kewajiban ke Dewan Komisi B. Kewajiban secara detail saya tidak tahu dari mana uangnya (JPU KPK memotong dan bertanya, tidak tahu apa diminta tidak tahu). Saya hanya berpartisipasi sebesar Rp 15 juta. Pernah mengumpulkan dari Kabid masing-masing 15 juta dan menyerahkan ke Kadis,” kata Kusnoto.

Keterangan Kusnoto langsung di kronfrontir JPU KPK kepada Samsul, namun pernyataan Kusnoto dibantah Samsul Arifin. Menurut Kusnoto, anggaran di Dinas Peternakan tahun 2017 sebesar Rp 99 milliar dan yang terserap sebesar 22 persen.

Apa yang dijelaskan Kusnoto, terkait pengumpulan sejumlah uang dari pejabat Dinas Peternakan untuk disetorkan ke Ketua Komisi B, bertolak belakang dengan keterangan terdakwa saat menjadi saksi untuk terdakwa Bambang Heriyanto (Kadis Pertanian) pada sidang sebelumnya. Saat itu Rohayati mengatakan kepada Majelis Hakim bahwa, uang yang disetorkan ke Ketua Komis B DPRD Jatim adalah uang pribadinya.

Sementara saksi Maskur dan Samsul mengakui bahwa, revisi Perda No 3 Tahun 2012 diperlukan karena dianggap mempersulit masuknya sapi ke Jawa Timur. Namun anehnya, saat terdakwa Rahayati menanyakkan terhadap ke- 2 mantan Kadis itu terkait uang komitmen iuran triwulan kepada Ketua Komisi B, saksi tak mengakuinya.
 
”Apakah mengalami seperti apa yang saya alami (pemberian uang komitmen) saat ini ?,” tanya terdakwa Rohayati. “Tidak” jawab saksi singkat namun penuh arti.

Apa yang disampaikan saksi ini, sepertinya untuk "menyelamatkan" orang lain, sehingga keterangannya dihadapan Majelis Hakim terkesan tidak jujur dan tidak terbuka.
 
Usai persidangan, Kepala Biro Hukum Pemprov Jatim, saat ditanya wartawan media ini terkait adanya revisi Perda No 3 Tahun 2012 mengatakan, tidak mengetahuinya, karena belum sapai ke Biro Hukum.

Kasus yang menjerat terdakwa Rohayati hingga “diringkus” KPK terkait, pemberian uang sebesar Rp 175.000.000 melalui Rahman Agung, kepada Moh. Ka’bil Mubarok (Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim) sebesar Rp 75 juta dan Moh. Basuki (Ketua Komis B DPRD Jatim) sebesar Rp100.

Pemberian sejumlah uang terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim oleh terdakwa, terakit Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017 pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dan Perda No 3 Tahun 2012. Hingga “melahirkan” adanya kesepakatan antara, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dengan komisi B DPRD Jatim mengenai, adanya iuran sebagai kewajiban yang harus dipenuhi selama satu tahun anggaran sebesar Rp 500.000.000.

Pemberian uang tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali, atau triwulan kepada komisi B DPRD Jatim melalui Moh. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua dengan maksud, agar komisi B DPRD Jatim dalam melakukan evaluasi triwulan, tidak mempersulit Dinas Peternakan Provinsi Jatim terhadap pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017 tidak berdampak kepada alokasi anggaran dinas tahun 2018.

Pada sekitar bulan Februari 2017 terdakwa dihubungi oleh Muhammad Ka’bil Mubarok melalui pesan pendek SMS memperkenalkan diri sebagai wakil ketua wakil ketua komisi B DPRD Provinsi Jatim kemudian terdakwa dihubungi oleh Muhammad Ka’bil Mubarok melalui telepon adanya komitmen iuran triwulan pertama dari dinas peternakan untuk komisi B DPRD Jatim

Pada akhir bulan Maret 2017, terdakwa memanggil sekretaris Dinas Peternakan, dan beberapa Kepala Bidang diantaranya, Juliani Poliswari, selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner,; Diana Devi, selaku Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan,; Muhammad Cahyono, selaku Kepala Bidang Pembibitan Pakan dan Produksi Peternakan, serta Kusdiarto, selaku Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPTD) Inseminasi Buatan.

Dalam rapat tersebut, terdakwa Rohayati meminta, agar para Kabid dan kepala UPTD, mengumpulkan uang iuran triwulan pertama Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, yang akan diberikan kepada komisi B DPRD Jatim, yang terkumpul sebesar Rp 75 juta.

Pada tanggal 20 Maret 2017, sebelum dilaksanakan rapat dengar pendapat antara Dinas Peternakan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jatim, terkait pelaksanaan kegiatan triwulan pertama APBD Tahun Anggaran 2017 Dinas Peternakan Provinsi Jatim, terdakwa memerintahkan Siti Aisyah, selaku staf terdakwa untuk memberikan amplop berwarna coklat yang berisi uang sebesar Rp 75 juta Kepada Rahman Agung, selaku staf komisi B DPRD Jatim sebagaimana permintaan Moh. Ka’bil Mubarok

Setelah pemberian uang tersebut, dilakukan hearing antara Dinas Peternakan dengan komisi B DPRD Jatim, terkait pelaksanaan kegiatan triwulan pertama Dinas Peternakan Provinsi Jatim dan dalam pelaksanaannya, hearing tersebut berjalan lancar, dikarenakan komisi B DPRD Jatim tidak mempermasalahkan pelaksanaan kegiatan triwulan pertama di Dinas Peternakan Provinsi Jatim.

Pemberian uang oleh terdakwa Rahayati terhadap Ketua Koamis B DPRD Jatim terkait pula, penyusunan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur.

Terdakwa Rohayati selaku kepala Dinas Peternakan, juga mengetahui adanya rencana revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina, yang diajukan oleh Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Timur, atas inisiatif DPRD Timur dengan tujuan, agar tidak menghambat Birokrasi dan perizinan investasi ternak sapi dan kerbau betina di Jawa Timur

Untuk Menindaklanjuti rencana revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina, terdakwa membuat surat yang ditujukan kepada Ketua Komisi B DPRD Jatim, sebagai tindak lanjut surat yang pernah dibuat oleh Kepala Dinas Peternakan sebelumnya yaitu, Maskur kepada Gubernur Jawa Timur, tanggal 25 Juli 2016 dan surat yang dibuat oleh Plt Kepala Dinas Peternakan, Mohamad Samsul kepada Gubernur Jawa Timur, tanggal 26 Oktober 2016 yang intinya, meminta dilaksanakannya revisi terhadap pasal 20 ayat (30), pasal 27 dan pasal 34 sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina.

Pada Pebruari 2017, sebagai tindak lanjut dari rencana penyusunan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 Dinas Peternakan Jatim. Terdakwa Rohayati, Juliani Poliswari, Wemmi Niwamawati, Mitro Nurcahyo dan Fitri Istiana, membuat kajian akademis terkait pembahasan revisi Perda tersebut guna pembahasan dengan pihak komisi B DPRD Jatim.

Pada tanggal 6 - 8 Pebruari 2017, diadakan kunjungan kerja komisi B DPRD Jatim dengan Dinas Peternakan ke Komisi VI DPR RI dan Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian (Kemenpan) RI di Jakarta, yang salah satu agendanya adalah, melakukan konsultasi dengan DPR RI dan Dirjen Peternakan Kementan RI terkait, Peraturan Menteri Peternakan Republik Indonesia Nomor 16/Permenpan/PKTJ/440/5/2016 dan Permentan Nomor 49/Permenpan/3.440/10/ 2016 tentang pemasukan ternak Ruminansia besar, dan ke wilayah negara RI.

Pada bulan Maret 2017, Juliani Poliswari, melaporkan kepada terdakwa Rohayati, terkait adanya permintaan sejumlah uang oleh komisi B DPRD Timur, untuk pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012. Ternyata, Tidak hanya Juliani Poliswari yang dihubungi oleh Ketua Komis B Moh. Basuki, meliankan terdakwa sendiri, yang menyatakan kepada terdakwa bahwa, “pembahasan revisi Perda harus ada dananya, masa cuma bahas-bahas thok”, dan terdakwa diminta oleh Moh. Basuki, untuk menghubungi dan berkonsultasi dengan Pranaya Yudha, terkait besaran uang yang harus disediakan oleh Dinas Peternakan, agar dilakukan pembahasan revisi Perda tersebut.

Pada Tanggal 18 Mei 2017, terdakwa menelepon Juliani Poliswari dengan mengatakan, bahwa Moh. Basuki beberapa kali menelepon yang  menanyakan, tentang realisasi pemberian uang dari pihak Dinas Peternakan terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tersebut, kemudian Juliani Poliswari  menjawab, akan mencoba menanyakan terkait besaran jumlah uang yang harus direalisasikan kepada Santoso, salah satu staf Komisi B DPRD Jatim, dan terdakwa akan mendiskusikannya pada saat rapat dengar pendapat atau herring lanjutan dengan pihak komisi B DPRD Jatim.

Pada tanggal 22 hingga 23 mei 2017, melakukan kunjungan kerja lanjutkan Ke Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian di Jakarta, sekaligus diadakan terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina pada Dinas Provinsi Jawa Timur tersebut, di Hotel Grandeur, Jalan Mangga Dua Raya, Jakarta yang dihadiri oleh, seluruh anggota komisi B DPRD Jatim, tenaga ahli dan beberapa orang dari Dinas Peternakan.

Sebelum rapat dimulai, terdakwa dipanggil oleh Moh. Basuki dan Pranaya Yudha Mahardika dan menyampaikan kepada terdakwa, “revisi Perda nantinya akan disetujui, namun ini tidak bahas-bahas saja harus ada dananya”, dan Pranaya Yuda  Mahardika menambahkan kepada terdakwa, “Kalau saya nggak apa-apa, ini kan 19 orang beda-beda, mosok membahas thoh gak ono opo-opo ne (Kalau saya nggak apa-apa, ini ka nada 19 orang berda-beda, masa’ membahas aja tidak ada apa-apanaya). Untuk itu, Pranaya Yuda Mahardika, meminta agar terdakwa menyediakan uang sejumlah Rp 200 juta, namun terdakwa hanya menyanggupi dan menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta.

Pada tanggal 23 mei 2017, setelah terdakwa mengikuti hearing dengan komisi B DPRD Jatim, perihal revisi Perda Nomor 3 tahun 2012, terdakwa menelepon Juliani Poliswari dan menyampaikan hasil pembicaraan terdakwa dengan Moh. Basuki dan Pranaya Yuda Mahardika.

Pada tanggal 26 Mei 2017, Nurcahyo menemui terdakwa dan menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta dengan mengatakan, ini ada uang Rp 50 juta, kurang Rp 50 juta,  serta memerintahkan kepada Nurcahyo, agar meminta sisa kekurangan uang tersebut kepada Juliani Poliswari. Nurcahyo mendapat telepon dari Juliani Poliswari, yang sedang mengikuti Diklat PIM III di Malang mengatakan bahwa, dirinya sudah menitipkan uang Rp 20 juta Kepada Fitri Istiana, sedangkan kekurangan sisanya sebesar Rp 30 juta, ditanggung oleh Nurcahyo dan Fitri Istiana masing-masing sebesar Rp 15 juta.

Kemudaian, uang tersebut diserahkan kepada Rahman Agung, sebagaimana petunjuk dari Moh. Basuki kepada terdakwa. Uang sebesar Rp 100.000.000 dimasukan ke dalam amplop coklat dan dengan ditemani oleh Fitri Istiana, menemui Rahman Agung di DPRD, dan menyerahkan uang yang terbungkus dalam amplop warna coklat tersebut kepada Rahman Agung, setelah itu Rahman Agung meletakkan uang tersebut di ruang kerja Moh. Basuki. Kemudain, uang tersebut diserahkan kepada Ninik Sulistyaningsih, untuk dibagikan kepada seluruh anggota komisi B DPRD Jatim.

Terdakwa pun dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAP.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top