0
#Pemberian Uang Komitmen Fee oleh SKPD ke Komisi B DPRD Jatim Sudah Berlangsung Bertahun-tahun#


beritakorupsi.co – Uang “siluman” alias uang “suap” yang dikenal dengan istilah komitmen fee antara SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau Kepala Dinas dibawah Pemerintah Provinsi Jatim dengan Komis B DPRD Jatim, ternyata sudah berlangsung bertahun-tahun.

Untuk tahun 2017, Komisi B DPRD Jatim akan  menerima uang “suap” alias komitmen fee dari 10 SKPD sebesar Rp 3,07 milliar. Penerimaan uang “suap” tersebut, terkait pengawasan yang dilakukan oleh Komisi B terhadap kinerja para Kepala Dinas agar dinilai berjalan baik sekalipun “amburadul”.

Untuk SKPD Dinas Peternakan, Komisi B menargetkan uang komitmen fee tahun 2017 sebesar Rp 500 juta belum termasuk uang iuran triwulan, terkait pengawasan anggaran dan Revisi Perda Nomor 3/2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina. Dan untuk Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, ditargetkan sebesar Rp 600 juta, agar kinerja Kepala Dinas dinilai baik-baik saja.

Lalu dari mana para Kepala Dinas (SKPD) mengumpulkan uang “siluman” yang nilainya ratusan juta untuk disetorkan kepada Dewan yang terhormat itu ? Mungkinkah para Kepala Dinas akan memberikan seluruh gajinya kepada Dewan yang terhormat itu demi uang komitmen fee agar kinerjanya dinilai baik sekalipun itu “amburadul”. Atau akan “menggorok” pihak lain juga untuk mengumpulkan uang “siluman” tersebut ?

Lalu bagaimana dengan SKPD lainnya dengan Komisi lain di DPRD Jatim ? bisa jadi melakukan hal yang sama, namun belum “masuk jurang” alias tertangkap KPK.

Terungkapnya besaran uang komitmen fee yang di terima oleh Komis B DPRD Jatim dari setiap SKPD dan pembahasan Revisi Perda, diungkapkan oleh saksi yang dihadirkan oleh JPU Budi Nugraha, Atti Novianti, Muhammad Ridwan Dandito  dan Jaelani dari KPK, untuk 3 terdakwa di hadapan Majelis Hakim yang di Ketuai Hakim Rochmat, dalam persidangan yang berlangsung, pada Senin, 18 September 2017.

Dalam persidagan, JPU KPK menghadirkan 7 saksi, yaitu M. Basuki (Ketua Komisi B DPRD Jatim), Moh. Ka’bil Mubarok (Wakil Ketua Komis B DPRD sekarang di Komisi E), staf Komisi B Santoso dan Rahman Agung, 2 anggota Komisi B Pranaya Yudha dan Ninik Sulistiyaningsih serta Anik Maslachah (Wakil ketua Komisi B).




Sementara ke – 3 terdakwa, yaitu Bambang Heriyanto, (Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemrov. Jatim) berasama ajudannya Anang Basuki Rahmat (1 perkara) dan terdakwa Rohayati, (Kepala Dinas Peternkana Prov. Jatim). Ketiga terdakwa di dampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing, diantaranya Suryono Pane dkk.

Kepada Majelis Hakim, saksi yang juga tersangka M.Basuki mengatakan, bahwa Revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 semula diajukan oleh Dinas dan kemudian diambil alih oleh Komisi B. Terkait uang komitmen fee, Basuki menjelaskan, jumlah uang komitmen fee dari 10 SKPD sebesar Rp 3,07 milliar, yang sudah duterima sekitar Rp 485 juta.

“Terkait uang triwulanan. Saya ditelepon Pak Anang, saya sudah tau Pak Anang. Terkait Perda, saya menerima 100 juta (saksi sempat terdiam dan mengatakan lupa kapan diterima) sekita April – Mei ditransfer ke Bendahara. Totalnya 3,07 M dari SKPD,” kata Basuki, yang pernah masuk penjara selama 1 tahun dalam kasus Korupsi saat menjadi anggota DPRD Surabaya.

Dalam persidangan, antara Basuki dan Ka’bil Mubarok sepertinya tidak saling jujur, malah ibarat peribahasa “saling mengaiskan api dari punggungnya”. Hal itu terlihat, saat Basuki menjelaskan terkait isi catatan pribadinya yang disita oleh KPK saat dilakukan penangkapan terhadap dirinya.

Dalam catatan pribadi M. Basuki yang disita KPK tertulis; tahun 2017 ada kesepakatan uang setoran dari 10 SKPD sebesar Rp 3,07 miliar. Catatan itu diperoleh dari Ka’bil Mubarok, saat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi B dan kemudian pindah ke Komisi E DPRD Jatim.

Selain itu, dalam catatan Basuki yang ditunjukkan JPU KPK kehadapan Majelis Hakim tercantum, uang itu diterima dari dari Dinas Perkebunan Rp 40 juta, Dinas Peternakan Rp 40 juta, Dinas Perikanan dan kelautan Rp 150 juta, Dinas Pertanian Rp 80 juta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Rp 50 juta, Dinas Kehutanan Rp 30 juta, Dinas Koperasi 50, Disbudpar (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) sebesar Rp 20 dan Biro Ekonomi Rp 25 juta.

Saat JPU KPK menanyakkan, apakah pemberian uang tersebut terkait dengan fungsi kontrol anggota Legislatif agar tidak mempersulit evaluasi program-program dan pembahasan APBD 2017 ?. Dengan sangat jelas, Basuki mengakuinya.

“Iya, benar. Saya catat dari Kabil,” kata Basuki. Basuki menambahkan, ada uang setoran yang diterima oleh Ka’bil Mubarok sebesar 150 juta namun yang diserahkan hanya sebesar Rp 80 juta,

Keterangan Basuki, langsung di kroscek oleh JPU KPK kepada Ka’bil. Namun dengan tegas, pria botak ini tidak mengakuinya. Selain tidak jujur, ternyata kedua pimpinan Dewan yang terhormat ini pun bermain tidak secara hormat melainkan “kotor dan busuk”. Sebab, uang “suap” yang diterima Ka’bil Mubarok tidak selurunhya diberitahukan atau diserahkan kepada Basuki selaku Ketua Komis B melainkan  di “sunat” dulu oleh Ka’bil (“uang siluman dimakan setan”)

"Saya bertugas untuk mengawal usulan masing-masing Dinas mulai pengusulan. Tidak pernah membahas itu (kebijakan triwulanan dan uang komitmen)," kata Ka’bil, mengelak.

Sementara saksi Santoso menjelaskan, terkait uang sebesar Rp 150 juta, diketahuinya dari Agung. Santoso, Agung dan Ninik mengakui pernah kebagian uang “siluman” tersebut sebesar Rp 7.500.000. Berbeda dengan Pranaya dan Anik tidak mengakuinya.

Dari keterangan para saksi yang dianggap berbelit-belit dan tidak jujur JPU bahkan Majelis Hakim pun beberapakali mengingatkan bahwa ada sangsi pidana bila keterangannya dianggap memberikan keterangan palsu dibawah sumpah dalam persidangan.

Usai persidangan, Jaksa KPK Atti Novianti menjelaskan, bahwa pungutan triwulan ini sudah berlangsung sejak tahun 2014 hingga 2017. Uang yang diteriama oleh Basuki dan Ka’bil, kemudian dibagi sesuai dengan rumus  Khusu yang digunakan oleh Basuki. Atti menambahkan, bahwa keterangan saksi bisa jadi akan ditindak lanjuti dalam persidangan berikutnya.

“….yang 20 itu, 19 untuk anggota DPRD dan satunya untuk staf yang dua itu. Yang 4 ini kemudian dikurangi 3. Yang 3 ini untuk pimpinan Komisi B dan yang satunya untuk uang kas. Seperti yang disampaikan Basuki, bahwa uang yang diterima dari 2 Dinas tadi tidak sampai ke Dia (Basuki). Karena ini saksi terakhir, jadi untuk Basuki dan Ka’bil perkaranya terpisah. Mungkin kami akan member masukan ke teman-teman penyidik,” ucap JPU KPK Atti.

Atti Novianti menambahkan, penerimaan pungutan itu seperti yang dijelaskan Basuki, sudah ada sebelumnya tapi Dia tidak tau. Dia menerima sejak 2014, 2015, 2016 dan 2017, ini sudah tradisi. Terkait keterangan saksi yang dianggap berbohong, JPU KPK Atti mengatakan, bahwa bisa jadi akan dikembangkan seperti yang disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim

“Seperti yang disampaikan Majelis tadi, pasal 242 KUHP bisa aja diterapkan,” ujar Atti.

Terpisah. Sementara menurut Pane selaku PH terdakwa Bambang dan Anang mengatakan, bahwa penerimaan uang oleh anggota Dewan bukan tupoksinya. Menurut Pane, Fungsinya Dewan adalah sebagi Kontroling, Bajeting dan legislasi. Kalau evaluasi bukan tugas pokok anggota Dewan.

“Penerimaan uang oleh anggota Dewan dari Dinas Pertanian dan SKPD lainnya bukan tupoksinya. Fungsinya Dewan adalah sebagi Kontroling, Bajeting dan legislasi. Kalau evaluasi bukan tugas pokok anggota Dewan.,” ujar Pane. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top