Ket. Foto atas, sidang dengan terdakwa Bambang Heriyanto (Kadis Pertanian) bersama ajudannya, Anang Basuki Rahmat dan foto bawa, Sidang dengan terdakwa Rohayati (Kadis Peternakan) Pemprov. Jatim |
beritakorupsi.co – Aneh ! Pada Juni lalu, kepada media ini, Gubernur Jawa Timur Sukarwo, membantah dengan keras, bahwa kasus yang menimpa anak buanhnya ini (Kepala Dinas Peternakan dan Dinas Peranian Pemprov. Jatim), tidak ada hubungannya dengan pengawasan anggaran dan Perda, yang dilakukan oleh DPRD Jatim, hingga ditangkap Tim KPK.
Sementara dalam persidangan terungkap bahwa, Perda Nomor 3/2012 ada pasal yang dobel atau ganda. Selain itu, ada pula beberapa pasal yakni pasal 20 dan 27 yang dianggap mempersulit masuknya hewan Sapi ke Jawa Timur. Itulah alasannya, sehingga Dinas Peternakan mengajukan ke Komis B DPRD Jatim untuk dilakukan revisi.
Anehnya, apakah pengajuan revisi Perda, menjadi tanggung jawab Dinas Peternakan ke DPRD Jatim atau, Dinas Peternakan ke Gubernur lalu kemudian Gubernur dengan DPRD ?
Anehnya lagi, pembahasan dan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Thn 2012 tentang pengendalian ternak Sapi dan Kerbau betina, yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan DPRD Jawa Timur, sepertinya “asal jadi”, sekaligus menjadi “jembatan” Rohayati ke “Hotel Prodeo” alias penjara yang disediakan oleh KPK.
Andai saja, Dinas Peternakan Pemprov. Jatim tidak mengajukan revisi Perda Nomor 3/2012 kepada DPRD, dengan memberikan sejumlah uang kepada Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim pada Juni lalu, bisa jadi, Rohayati yang dilantik Gubernur menjabat sebagai Plt. Dinas Peternakan pada Desember 2016, tidak ditangkap oleh KPK dalam kasus “suap” Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD
Yang lebih anehnya lagi, ternyata untuk merevisi Perda tersebut, Dinas Peternakan haruslah memberikan sejumlah uang ke Komisi B DPRD Jatim melaui Ketua dan Wakil yakni, Moh. Basuki dan Moh. Ka’bil Mubarok, supaya keinginan Dinas Peternakan terhadap revisi Perda Nomor 3/2012 di kabulkan. Selain itu, ada pula uang triwulan dari Dinas Peternakan ke Komis B DPRD Jatim, yang jumlahnya sebesar Rp 500 juta selama tahun 2017, terkait pengawasan anggaran tahun 2017 yang dilakukan oleh Komisi B DPRD Jatim dan tidak perpengaruh ke anggaran tahun 2018 mendatang.
Pada Senin, 11 September 2017, JPU Budi Nugraha, Atti Novianti, Muhammad Ridwan Dandito dan Jaelani dari KPK, kembali menghadirikan 4 saksi dari Dinas Peternakan diantaranya, Siti Aisyah, Fitri Istiana, Mitro Nurcahyo, Juliani Poliswari dan Sujatmiko untuk terdakwa Rohayati, yang di damping Penasehat Hukum (PH)-nya Suryono Pane dkk.
Dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Rochmat, saksi Juliani Poliswari menjelakan, terkait pemberian sejumlah uang ke Ketua Komisi B, agar pembahasan revisi Perda Nomor 3/2012 dikabulkan sesuai keingan Dinas Peternakan.
“Apa keuntungan Dinas memberikan uang ke Komisi B. Apakah supaya sesuai dengan keinginan Dinas ?,” tanya Ketua Majelis Hakim. “Ia supaya lancar. Revisi pasal 20 dan 27. Ada juga pasal yang ganda,” jawab Juliani.
Yang sebelumnya, anggota Majelis Hakim, M. Mahin mengatakan kepada saksi, bahwa apa yang dilakukan saksi terkait pemotongan dana Perdin (perjalanan dinas) yang tidak pernah ada, adalah suatu kesalahan dan tidak boleh.
“Dana perjalanan Dinas ada, tapi nggak kemana-mana, dipotong untuk revisi Perda, itu tidak boleh,” ucap Majelis M.Mahin dengan marah.
Terkait revisi Perda, Juliani Poliswari yang menjabat sebagai Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) berkonsultasi dengan Biro Hukum Pemprov. Jatim yang intinya, memperkenankan Dinas Peternakan mengajukan revisi ke Dewan.
Kepada Majelis Hakim, Juliani Poliswari mengakui bahwa dirinyalah yang juga berperan memberikan uang kepada terdakwa Rohayati untuk memenuhi permintaan uang triwulan oleh Ketua Komis B. Namun Juliani tak mengetahu, uang apa yang diberikan kepada Ketua Komis B.
“Saya tidak tahu, hanya mendengarkan,” jawab Juliani kepada Majelis.
Sementara saksi Siti Aisyah mengakui kepada Majelis Hakim, bahwa dirinya diperintahkan oleh terdakwa, untuk memberikan sejumlah uang dalam amplop kepada Ketua Komis B. saksi ini sama dengan Juliani Poliswari, tidak mengetahui terkait uang apa yang diberikan kepada Ketua Komisi B. Anehnya, saksi Siti Aisyah mengakui, adanya pemotongan uang dari dana perjalanan dianas (Perdian) yang tidak pernah dilakukan.
Dari saksi Sujatmiko kepada Majelis Hakim mengakui, bahwa dirinya pernah memberikan sejumlah uang, yang totalnya sekitar Rp 20 juta kepada terdakwa. “Pernah memberikan 15 juta, Maret dan Mei 5 juta lewat Bu Fitri. Pemotongan dari Bidang 15 juta,” kata Sujatmiko yang dibenarkan Fitri
Yang tidak masuk akal sehat adalah pengakuan dari saksi Mitro Nurcahyo terkait pemberian uang sebesar 50 juta untuk “urunan” uang triwulan adalah uang pribadinya. Apakah demi menyandang jabatan lalu rela menyerahkan seluruh gajinya ke pihak lain ?
Dari keterangan para saksi ini, sepertinya tidak jujur dan tidak terbuka. Apakah hanya untuk “menyelamatkan” pihak lain ?
Sementara dalam sidang sebelumnya juga digelar, dengan terdakwa Bambang Heriyanto, selaku Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemrov. Jatim berasama ajudannya terdakwa Anang Basuki Rahmat, dalam kasus yang sama namun perkara terpisah.
Dalam persidangan, JPU KPK menghadirkan 3 orang saksi diantaranya, Sekretaris DPRD Jatim, Ach. Jaelani, Handoko (Staf Dewan) dan supir pribadi Ketua Komisi B, M. Basuki.
Dari keterangan saksi-saksi ini terungkap bahwa, uang yang diperoleh M. Basuki ternyata dibuat untuk menyewa “Hotel esek-esek” di Tretes yang tarifnya sebesar Rp 50 ribu.
Usai persidangan, atas keterangan saksi yang mengatakan bahwa, telah melakukan konsultasi dengan Biro Hukum Pemprov terkait revisi Perda Nomor 3/2012, Kepala Biro Hukum Pemprov. Jatim, Himawan, saat dihubungi wartawan ini mengakui lupa. Apakah lupa benaran atau pura-pura lupa ?.
“Saya lihat dulu suratnya nomor berapa,” kata Himawan. Saat ditanaya, apakah ada saran secara langsung, agar Dinas Peternakan mengajukan langsung ke Dewan, Himawan menjawab lupa. “Saya lupa,” jawabnya dengan singkat.
Sementara PH terdakwa berharap, agar Majelis Hakim memerintahkan JPU KPK untuk menghadirkan Biro Hukum Pemrov Jatim terkait adanya saran dari Biro Hukum ke Dinas Peternakan untuk mengajukan langsung revisi Perda.
“Kita sudah tanyakan dasar hukumnya tetapi tidak bisa dijawab. Kita berharap, agar Majelis bersedia menghadirkan Biro Hukum menjadi saksi,” kata PH terdakwa.
Kasus yang menjerat terdakwa Rohayati hingga “diringkus” KPK terkait, pemberian uang sebesar Rp 175.000.000 melalui Rahman Agung, kepada Moh. Ka’bil Mubarok (Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim) sebesar Rp 75 juta dan Moh. Basuki (Ketua Komis B DPRD Jatim) sebesar Rp100.
Pemberian sejumlah uang terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim oleh terdakwa, terakit Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017 pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dan Perda No 3 Tahun 2012. Hingga “melahirkan” adanya kesepakatan antara, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dengan komisi B DPRD Jatim mengenai, adanya iuran sebagai kewajiban yang harus dipenuhi selama satu tahun anggaran sebesar Rp 500.000.000.
Pemberian uang tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali, atau triwulan kepada komisi B DPRD Jatim melalui Moh. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua dengan maksud, agar komisi B DPRD Jatim dalam melakukan evaluasi triwulan, tidak mempersulit Dinas Peternakan Provinsi Jatim terhadap pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017 tidak berdampak kepada alokasi anggaran dinas tahun 2018.
Pada sekitar bulan Februari 2017 terdakwa dihubungi oleh Muhammad Ka’bil Mubarok melalui pesan pendek SMS memperkenalkan diri sebagai wakil ketua wakil ketua komisi B DPRD Provinsi Jatim kemudian terdakwa dihubungi oleh Muhammad Ka’bil Mubarok melalui telepon adanya komitmen iuran triwulan pertama dari dinas peternakan untuk komisi B DPRD Jatim
Sementara dalam persidangan terungkap bahwa, Perda Nomor 3/2012 ada pasal yang dobel atau ganda. Selain itu, ada pula beberapa pasal yakni pasal 20 dan 27 yang dianggap mempersulit masuknya hewan Sapi ke Jawa Timur. Itulah alasannya, sehingga Dinas Peternakan mengajukan ke Komis B DPRD Jatim untuk dilakukan revisi.
Anehnya, apakah pengajuan revisi Perda, menjadi tanggung jawab Dinas Peternakan ke DPRD Jatim atau, Dinas Peternakan ke Gubernur lalu kemudian Gubernur dengan DPRD ?
Anehnya lagi, pembahasan dan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Thn 2012 tentang pengendalian ternak Sapi dan Kerbau betina, yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan DPRD Jawa Timur, sepertinya “asal jadi”, sekaligus menjadi “jembatan” Rohayati ke “Hotel Prodeo” alias penjara yang disediakan oleh KPK.
Andai saja, Dinas Peternakan Pemprov. Jatim tidak mengajukan revisi Perda Nomor 3/2012 kepada DPRD, dengan memberikan sejumlah uang kepada Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim pada Juni lalu, bisa jadi, Rohayati yang dilantik Gubernur menjabat sebagai Plt. Dinas Peternakan pada Desember 2016, tidak ditangkap oleh KPK dalam kasus “suap” Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD
Yang lebih anehnya lagi, ternyata untuk merevisi Perda tersebut, Dinas Peternakan haruslah memberikan sejumlah uang ke Komisi B DPRD Jatim melaui Ketua dan Wakil yakni, Moh. Basuki dan Moh. Ka’bil Mubarok, supaya keinginan Dinas Peternakan terhadap revisi Perda Nomor 3/2012 di kabulkan. Selain itu, ada pula uang triwulan dari Dinas Peternakan ke Komis B DPRD Jatim, yang jumlahnya sebesar Rp 500 juta selama tahun 2017, terkait pengawasan anggaran tahun 2017 yang dilakukan oleh Komisi B DPRD Jatim dan tidak perpengaruh ke anggaran tahun 2018 mendatang.
Pada Senin, 11 September 2017, JPU Budi Nugraha, Atti Novianti, Muhammad Ridwan Dandito dan Jaelani dari KPK, kembali menghadirikan 4 saksi dari Dinas Peternakan diantaranya, Siti Aisyah, Fitri Istiana, Mitro Nurcahyo, Juliani Poliswari dan Sujatmiko untuk terdakwa Rohayati, yang di damping Penasehat Hukum (PH)-nya Suryono Pane dkk.
Dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Rochmat, saksi Juliani Poliswari menjelakan, terkait pemberian sejumlah uang ke Ketua Komisi B, agar pembahasan revisi Perda Nomor 3/2012 dikabulkan sesuai keingan Dinas Peternakan.
“Apa keuntungan Dinas memberikan uang ke Komisi B. Apakah supaya sesuai dengan keinginan Dinas ?,” tanya Ketua Majelis Hakim. “Ia supaya lancar. Revisi pasal 20 dan 27. Ada juga pasal yang ganda,” jawab Juliani.
Yang sebelumnya, anggota Majelis Hakim, M. Mahin mengatakan kepada saksi, bahwa apa yang dilakukan saksi terkait pemotongan dana Perdin (perjalanan dinas) yang tidak pernah ada, adalah suatu kesalahan dan tidak boleh.
“Dana perjalanan Dinas ada, tapi nggak kemana-mana, dipotong untuk revisi Perda, itu tidak boleh,” ucap Majelis M.Mahin dengan marah.
Terkait revisi Perda, Juliani Poliswari yang menjabat sebagai Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) berkonsultasi dengan Biro Hukum Pemprov. Jatim yang intinya, memperkenankan Dinas Peternakan mengajukan revisi ke Dewan.
Kepada Majelis Hakim, Juliani Poliswari mengakui bahwa dirinyalah yang juga berperan memberikan uang kepada terdakwa Rohayati untuk memenuhi permintaan uang triwulan oleh Ketua Komis B. Namun Juliani tak mengetahu, uang apa yang diberikan kepada Ketua Komis B.
“Saya tidak tahu, hanya mendengarkan,” jawab Juliani kepada Majelis.
Sementara saksi Siti Aisyah mengakui kepada Majelis Hakim, bahwa dirinya diperintahkan oleh terdakwa, untuk memberikan sejumlah uang dalam amplop kepada Ketua Komis B. saksi ini sama dengan Juliani Poliswari, tidak mengetahui terkait uang apa yang diberikan kepada Ketua Komisi B. Anehnya, saksi Siti Aisyah mengakui, adanya pemotongan uang dari dana perjalanan dianas (Perdian) yang tidak pernah dilakukan.
Dari saksi Sujatmiko kepada Majelis Hakim mengakui, bahwa dirinya pernah memberikan sejumlah uang, yang totalnya sekitar Rp 20 juta kepada terdakwa. “Pernah memberikan 15 juta, Maret dan Mei 5 juta lewat Bu Fitri. Pemotongan dari Bidang 15 juta,” kata Sujatmiko yang dibenarkan Fitri
Yang tidak masuk akal sehat adalah pengakuan dari saksi Mitro Nurcahyo terkait pemberian uang sebesar 50 juta untuk “urunan” uang triwulan adalah uang pribadinya. Apakah demi menyandang jabatan lalu rela menyerahkan seluruh gajinya ke pihak lain ?
Dari keterangan para saksi ini, sepertinya tidak jujur dan tidak terbuka. Apakah hanya untuk “menyelamatkan” pihak lain ?
Sementara dalam sidang sebelumnya juga digelar, dengan terdakwa Bambang Heriyanto, selaku Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemrov. Jatim berasama ajudannya terdakwa Anang Basuki Rahmat, dalam kasus yang sama namun perkara terpisah.
Dalam persidangan, JPU KPK menghadirkan 3 orang saksi diantaranya, Sekretaris DPRD Jatim, Ach. Jaelani, Handoko (Staf Dewan) dan supir pribadi Ketua Komisi B, M. Basuki.
Dari keterangan saksi-saksi ini terungkap bahwa, uang yang diperoleh M. Basuki ternyata dibuat untuk menyewa “Hotel esek-esek” di Tretes yang tarifnya sebesar Rp 50 ribu.
Usai persidangan, atas keterangan saksi yang mengatakan bahwa, telah melakukan konsultasi dengan Biro Hukum Pemprov terkait revisi Perda Nomor 3/2012, Kepala Biro Hukum Pemprov. Jatim, Himawan, saat dihubungi wartawan ini mengakui lupa. Apakah lupa benaran atau pura-pura lupa ?.
“Saya lihat dulu suratnya nomor berapa,” kata Himawan. Saat ditanaya, apakah ada saran secara langsung, agar Dinas Peternakan mengajukan langsung ke Dewan, Himawan menjawab lupa. “Saya lupa,” jawabnya dengan singkat.
Sementara PH terdakwa berharap, agar Majelis Hakim memerintahkan JPU KPK untuk menghadirkan Biro Hukum Pemrov Jatim terkait adanya saran dari Biro Hukum ke Dinas Peternakan untuk mengajukan langsung revisi Perda.
“Kita sudah tanyakan dasar hukumnya tetapi tidak bisa dijawab. Kita berharap, agar Majelis bersedia menghadirkan Biro Hukum menjadi saksi,” kata PH terdakwa.
Kasus yang menjerat terdakwa Rohayati hingga “diringkus” KPK terkait, pemberian uang sebesar Rp 175.000.000 melalui Rahman Agung, kepada Moh. Ka’bil Mubarok (Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim) sebesar Rp 75 juta dan Moh. Basuki (Ketua Komis B DPRD Jatim) sebesar Rp100.
Pemberian sejumlah uang terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim oleh terdakwa, terakit Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017 pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dan Perda No 3 Tahun 2012. Hingga “melahirkan” adanya kesepakatan antara, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dengan komisi B DPRD Jatim mengenai, adanya iuran sebagai kewajiban yang harus dipenuhi selama satu tahun anggaran sebesar Rp 500.000.000.
Pemberian uang tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali, atau triwulan kepada komisi B DPRD Jatim melalui Moh. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua dengan maksud, agar komisi B DPRD Jatim dalam melakukan evaluasi triwulan, tidak mempersulit Dinas Peternakan Provinsi Jatim terhadap pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017 tidak berdampak kepada alokasi anggaran dinas tahun 2018.
Pada sekitar bulan Februari 2017 terdakwa dihubungi oleh Muhammad Ka’bil Mubarok melalui pesan pendek SMS memperkenalkan diri sebagai wakil ketua wakil ketua komisi B DPRD Provinsi Jatim kemudian terdakwa dihubungi oleh Muhammad Ka’bil Mubarok melalui telepon adanya komitmen iuran triwulan pertama dari dinas peternakan untuk komisi B DPRD Jatim
Pada akhir bulan Maret 2017, terdakwa memanggil sekretaris Dinas Peternakan, dan beberapa Kepala Bidang diantaranya, Juliani Poliswari, selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner,; Diana Devi, selaku Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan,; Muhammad Cahyono, selaku Kepala Bidang Pembibitan Pakan dan Produksi Peternakan, serta Kusdiarto, selaku Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPTD) Inseminasi Buatan.
Dalam rapat tersebut, terdakwa Rohayati meminta, agar para Kabid dan kepala UPTD, mengumpulkan uang iuran triwulan pertama Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, yang akan diberikan kepada komisi B DPRD Jatim, yang terkumpul sebesar Rp 75 juta.
Pada tanggal 20 Maret 2017, sebelum dilaksanakan rapat dengar pendapat antara Dinas Peternakan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jatim, terkait pelaksanaan kegiatan triwulan pertama APBD Tahun Anggaran 2017 Dinas Peternakan Provinsi Jatim, terdakwa memerintahkan Siti Aisyah, selaku staf terdakwa untuk memberikan amplop berwarna coklat yang berisi uang sebesar Rp 75 juta Kepada Rahman Agung, selaku staf komisi B DPRD Jatim sebagaimana permintaan Moh. Ka’bil Mubarok
Setelah pemberian uang tersebut, dilakukan hearing antara Dinas Peternakan dengan komisi B DPRD Jatim, terkait pelaksanaan kegiatan triwulan pertama Dinas Peternakan Provinsi Jatim dan dalam pelaksanaannya, hearing tersebut berjalan lancar, dikarenakan komisi B DPRD Jatim tidak mempermasalahkan pelaksanaan kegiatan triwulan pertama di Dinas Peternakan Provinsi Jatim.
Pemberian uang oleh terdakwa Rahayati terhadap Ketua Koamis B DPRD Jatim terkait pula, penyusunan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur.
Terdakwa Rohayati selaku kepala Dinas Peternakan, juga mengetahui adanya rencana revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina, yang diajukan oleh Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Timur, atas inisiatif DPRD Timur dengan tujuan, agar tidak menghambat Birokrasi dan perizinan investasi ternak sapi dan kerbau betina di Jawa Timur
Untuk Menindaklanjuti rencana revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina, terdakwa membuat surat yang ditujukan kepada Ketua Komisi B DPRD Jatim, sebagai tindak lanjut surat yang pernah dibuat oleh Kepala Dinas Peternakan sebelumnya yaitu, Maskur kepada Gubernur Jawa Timur, tanggal 25 Juli 2016 dan surat yang dibuat oleh Plt Kepala Dinas Peternakan, Mohamad Samsul kepada Gubernur Jawa Timur, tanggal 26 Oktober 2016 yang intinya, meminta dilaksanakannya revisi terhadap pasal 20 ayat (30), pasal 27 dan pasal 34 sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina.
Pada Pebruari 2017, sebagai tindak lanjut dari rencana penyusunan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 Dinas Peternakan Jatim. Terdakwa Rohayati, Juliani Poliswari, Wemmi Niwamawati, Mitro Nurcahyo dan Fitri Istiana, membuat kajian akademis terkait pembahasan revisi Perda tersebut guna pembahasan dengan pihak komisi B DPRD Jatim.
Pada tanggal 6 - 8 Pebruari 2017, diadakan kunjungan kerja komisi B DPRD Jatim dengan Dinas Peternakan ke Komisi VI DPR RI dan Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian (Kemenpan) RI di Jakarta, yang salah satu agendanya adalah, melakukan konsultasi dengan DPR RI dan Dirjen Peternakan Kementan RI terkait, Peraturan Menteri Peternakan Republik Indonesia Nomor 16/Permenpan/PKTJ/440/5/2016 dan Permentan Nomor 49/Permenpan/3.440/10/ 2016 tentang pemasukan ternak Ruminansia besar, dan ke wilayah negara RI.
Pada bulan Maret 2017, Juliani Poliswari, melaporkan kepada terdakwa Rohayati, terkait adanya permintaan sejumlah uang oleh komisi B DPRD Timur, untuk pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012. Ternyata, Tidak hanya Juliani Poliswari yang dihubungi oleh Ketua Komis B Moh. Basuki, meliankan terdakwa sendiri, yang menyatakan kepada terdakwa bahwa, “pembahasan revisi Perda harus ada dananya, masa cuma bahas-bahas thok”, dan terdakwa diminta oleh Moh. Basuki, untuk menghubungi dan berkonsultasi dengan Pranaya Yudha, terkait besaran uang yang harus disediakan oleh Dinas Peternakan, agar dilakukan pembahasan revisi Perda tersebut.
Pada Tanggal 18 Mei 2017, terdakwa menelepon Juliani Poliswari dengan mengatakan, bahwa Moh. Basuki beberapa kali menelepon yang menanyakan, tentang realisasi pemberian uang dari pihak Dinas Peternakan terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tersebut, kemudian Juliani Poliswari menjawab, akan mencoba menanyakan terkait besaran jumlah uang yang harus direalisasikan kepada Santoso, salah satu staf Komisi B DPRD Jatim, dan terdakwa akan mendiskusikannya pada saat rapat dengar pendapat atau herring lanjutan dengan pihak komisi B DPRD Jatim.
Pada tanggal 22 hingga 23 mei 2017, melakukan kunjungan kerja lanjutkan Ke Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian di Jakarta, sekaligus diadakan terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina pada Dinas Provinsi Jawa Timur tersebut, di Hotel Grandeur, Jalan Mangga Dua Raya, Jakarta yang dihadiri oleh, seluruh anggota komisi B DPRD Jatim, tenaga ahli dan beberapa orang dari Dinas Peternakan.
Sebelum rapat dimulai, terdakwa dipanggil oleh Moh. Basuki dan Pranaya Yudha Mahardika dan menyampaikan kepada terdakwa, “revisi Perda nantinya akan disetujui, namun ini tidak bahas-bahas saja harus ada dananya”, dan Pranaya Yuda Mahardika menambahkan kepada terdakwa, “Kalau saya nggak apa-apa, ini kan 19 orang beda-beda, mosok membahas thoh gak ono opo-opo ne (Kalau saya nggak apa-apa, ini ka nada 19 orang berda-beda, masa’ membahas aja tidak ada apa-apanaya). Untuk itu, Pranaya Yuda Mahardika, meminta agar terdakwa menyediakan uang sejumlah Rp 200 juta, namun terdakwa hanya menyanggupi dan menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta.
Pada tanggal 23 mei 2017, setelah terdakwa mengikuti hearing dengan komisi B DPRD Jatim, perihal revisi Perda Nomor 3 tahun 2012, terdakwa menelepon Juliani Poliswari dan menyampaikan hasil pembicaraan terdakwa dengan Moh. Basuki dan Pranaya Yuda Mahardika.
Pada tanggal 26 Mei 2017, Nurcahyo menemui terdakwa dan menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta dengan mengatakan, ini ada uang Rp 50 juta, kurang Rp 50 juta, serta memerintahkan kepada Nurcahyo, agar meminta sisa kekurangan uang tersebut kepada Juliani Poliswari. Nurcahyo mendapat telepon dari Juliani Poliswari, yang sedang mengikuti Diklat PIM III di Malang mengatakan bahwa, dirinya sudah menitipkan uang Rp 20 juta Kepada Fitri Istiana, sedangkan kekurangan sisanya sebesar Rp 30 juta, ditanggung oleh Nurcahyo dan Fitri Istiana masing-masing sebesar Rp 15 juta.
Kemudaian, uang tersebut diserahkan kepada Rahman Agung, sebagaimana petunjuk dari Moh. Basuki kepada terdakwa. Uang sebesar Rp 100.000.000 dimasukan ke dalam amplop coklat dan dengan ditemani oleh Fitri Istiana, menemui Rahman Agung di DPRD, dan menyerahkan uang yang terbungkus dalam amplop warna coklat tersebut kepada Rahman Agung, setelah itu Rahman Agung meletakkan uang tersebut di ruang kerja Moh. Basuki. Kemudain, uang tersebut diserahkan kepada Ninik Sulistyaningsih, untuk dibagikan kepada seluruh anggota komisi B DPRD Jatim.
Terdakwa pun dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAP. (Redaksi)
Dalam rapat tersebut, terdakwa Rohayati meminta, agar para Kabid dan kepala UPTD, mengumpulkan uang iuran triwulan pertama Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, yang akan diberikan kepada komisi B DPRD Jatim, yang terkumpul sebesar Rp 75 juta.
Pada tanggal 20 Maret 2017, sebelum dilaksanakan rapat dengar pendapat antara Dinas Peternakan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jatim, terkait pelaksanaan kegiatan triwulan pertama APBD Tahun Anggaran 2017 Dinas Peternakan Provinsi Jatim, terdakwa memerintahkan Siti Aisyah, selaku staf terdakwa untuk memberikan amplop berwarna coklat yang berisi uang sebesar Rp 75 juta Kepada Rahman Agung, selaku staf komisi B DPRD Jatim sebagaimana permintaan Moh. Ka’bil Mubarok
Setelah pemberian uang tersebut, dilakukan hearing antara Dinas Peternakan dengan komisi B DPRD Jatim, terkait pelaksanaan kegiatan triwulan pertama Dinas Peternakan Provinsi Jatim dan dalam pelaksanaannya, hearing tersebut berjalan lancar, dikarenakan komisi B DPRD Jatim tidak mempermasalahkan pelaksanaan kegiatan triwulan pertama di Dinas Peternakan Provinsi Jatim.
Pemberian uang oleh terdakwa Rahayati terhadap Ketua Koamis B DPRD Jatim terkait pula, penyusunan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur.
Terdakwa Rohayati selaku kepala Dinas Peternakan, juga mengetahui adanya rencana revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina, yang diajukan oleh Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Timur, atas inisiatif DPRD Timur dengan tujuan, agar tidak menghambat Birokrasi dan perizinan investasi ternak sapi dan kerbau betina di Jawa Timur
Untuk Menindaklanjuti rencana revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina, terdakwa membuat surat yang ditujukan kepada Ketua Komisi B DPRD Jatim, sebagai tindak lanjut surat yang pernah dibuat oleh Kepala Dinas Peternakan sebelumnya yaitu, Maskur kepada Gubernur Jawa Timur, tanggal 25 Juli 2016 dan surat yang dibuat oleh Plt Kepala Dinas Peternakan, Mohamad Samsul kepada Gubernur Jawa Timur, tanggal 26 Oktober 2016 yang intinya, meminta dilaksanakannya revisi terhadap pasal 20 ayat (30), pasal 27 dan pasal 34 sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina.
Pada Pebruari 2017, sebagai tindak lanjut dari rencana penyusunan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 Dinas Peternakan Jatim. Terdakwa Rohayati, Juliani Poliswari, Wemmi Niwamawati, Mitro Nurcahyo dan Fitri Istiana, membuat kajian akademis terkait pembahasan revisi Perda tersebut guna pembahasan dengan pihak komisi B DPRD Jatim.
Pada tanggal 6 - 8 Pebruari 2017, diadakan kunjungan kerja komisi B DPRD Jatim dengan Dinas Peternakan ke Komisi VI DPR RI dan Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian (Kemenpan) RI di Jakarta, yang salah satu agendanya adalah, melakukan konsultasi dengan DPR RI dan Dirjen Peternakan Kementan RI terkait, Peraturan Menteri Peternakan Republik Indonesia Nomor 16/Permenpan/PKTJ/440/5/2016 dan Permentan Nomor 49/Permenpan/3.440/10/ 2016 tentang pemasukan ternak Ruminansia besar, dan ke wilayah negara RI.
Pada bulan Maret 2017, Juliani Poliswari, melaporkan kepada terdakwa Rohayati, terkait adanya permintaan sejumlah uang oleh komisi B DPRD Timur, untuk pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012. Ternyata, Tidak hanya Juliani Poliswari yang dihubungi oleh Ketua Komis B Moh. Basuki, meliankan terdakwa sendiri, yang menyatakan kepada terdakwa bahwa, “pembahasan revisi Perda harus ada dananya, masa cuma bahas-bahas thok”, dan terdakwa diminta oleh Moh. Basuki, untuk menghubungi dan berkonsultasi dengan Pranaya Yudha, terkait besaran uang yang harus disediakan oleh Dinas Peternakan, agar dilakukan pembahasan revisi Perda tersebut.
Pada Tanggal 18 Mei 2017, terdakwa menelepon Juliani Poliswari dengan mengatakan, bahwa Moh. Basuki beberapa kali menelepon yang menanyakan, tentang realisasi pemberian uang dari pihak Dinas Peternakan terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tersebut, kemudian Juliani Poliswari menjawab, akan mencoba menanyakan terkait besaran jumlah uang yang harus direalisasikan kepada Santoso, salah satu staf Komisi B DPRD Jatim, dan terdakwa akan mendiskusikannya pada saat rapat dengar pendapat atau herring lanjutan dengan pihak komisi B DPRD Jatim.
Pada tanggal 22 hingga 23 mei 2017, melakukan kunjungan kerja lanjutkan Ke Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian di Jakarta, sekaligus diadakan terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina pada Dinas Provinsi Jawa Timur tersebut, di Hotel Grandeur, Jalan Mangga Dua Raya, Jakarta yang dihadiri oleh, seluruh anggota komisi B DPRD Jatim, tenaga ahli dan beberapa orang dari Dinas Peternakan.
Sebelum rapat dimulai, terdakwa dipanggil oleh Moh. Basuki dan Pranaya Yudha Mahardika dan menyampaikan kepada terdakwa, “revisi Perda nantinya akan disetujui, namun ini tidak bahas-bahas saja harus ada dananya”, dan Pranaya Yuda Mahardika menambahkan kepada terdakwa, “Kalau saya nggak apa-apa, ini kan 19 orang beda-beda, mosok membahas thoh gak ono opo-opo ne (Kalau saya nggak apa-apa, ini ka nada 19 orang berda-beda, masa’ membahas aja tidak ada apa-apanaya). Untuk itu, Pranaya Yuda Mahardika, meminta agar terdakwa menyediakan uang sejumlah Rp 200 juta, namun terdakwa hanya menyanggupi dan menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta.
Pada tanggal 23 mei 2017, setelah terdakwa mengikuti hearing dengan komisi B DPRD Jatim, perihal revisi Perda Nomor 3 tahun 2012, terdakwa menelepon Juliani Poliswari dan menyampaikan hasil pembicaraan terdakwa dengan Moh. Basuki dan Pranaya Yuda Mahardika.
Pada tanggal 26 Mei 2017, Nurcahyo menemui terdakwa dan menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta dengan mengatakan, ini ada uang Rp 50 juta, kurang Rp 50 juta, serta memerintahkan kepada Nurcahyo, agar meminta sisa kekurangan uang tersebut kepada Juliani Poliswari. Nurcahyo mendapat telepon dari Juliani Poliswari, yang sedang mengikuti Diklat PIM III di Malang mengatakan bahwa, dirinya sudah menitipkan uang Rp 20 juta Kepada Fitri Istiana, sedangkan kekurangan sisanya sebesar Rp 30 juta, ditanggung oleh Nurcahyo dan Fitri Istiana masing-masing sebesar Rp 15 juta.
Kemudaian, uang tersebut diserahkan kepada Rahman Agung, sebagaimana petunjuk dari Moh. Basuki kepada terdakwa. Uang sebesar Rp 100.000.000 dimasukan ke dalam amplop coklat dan dengan ditemani oleh Fitri Istiana, menemui Rahman Agung di DPRD, dan menyerahkan uang yang terbungkus dalam amplop warna coklat tersebut kepada Rahman Agung, setelah itu Rahman Agung meletakkan uang tersebut di ruang kerja Moh. Basuki. Kemudain, uang tersebut diserahkan kepada Ninik Sulistyaningsih, untuk dibagikan kepada seluruh anggota komisi B DPRD Jatim.
Terdakwa pun dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAP. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :