0
Terdakwa Achmad Syafi'i (tangan di dada, Sutjipto Utomo, Agus Mulyadi dan Noer Sholahuddin
beritakorupsi.co – Pada Selasa, 5 Desember 2017, Sidang lanjutan perkara kasus Korupsi suap Kajari Pamekasan Rudi Indra Prasetya sebesar Rp 250 juta yang terjaring dalam OTT pada 2 Agustus lalu, dengan agenda pembacaan surat tuntutan oleh JPU KPK terhadap 4 terdakwa yang didampingi Penasehat Hukumnya masing-masing dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim H. Tahsin.

Ke- 4 terdakwa antara lain Achmad Syafi’I (Bupati Pamekasan), Sutjipto Utomo (Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan) dan Agus Mulayadi selaku Kepala Desa Dassok, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan (Keduanya satu perkara) serta terdakwa Noer Solehhoddin (Kabag Administrasi Inspoktorat Kabupaten Pamekasan). Sementara terdakwa Rudi Indra Prasetya akan menjalani sidang tuntutan pada 11 Desember mendatang.

Dalam persidangan, puluhan pengunjung sidang dibuat kaget termasuk terdakwa Achmad Syafi’I yang sempat meneteskan air mata, atas salah satu isi dari tuntutan JPU KPK terhadap Achmad Syafi’i.

Selain tuntutan pokok yakni pidana penjara badan selama 4 tahun terhadap terdakwa Achmad Syafi’i, JPU KPK menuntut pencabutan hak politiknya selama 5 tahun setelah terdakwa menjalani hukuman pidana. JPU KPK menganggap, bahwa peran terdakwa selaku Kepala Daerah dalam kasus OTT Kajari Pamekasan Rudi Indra Prasetya memiliki peran penting.

“Meminta kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini untuk menjatuhkan hukuman pidana tergadap terdakwa dengan pidana penjara selama Empat tahun, denda sebesar Seratus juta rupiah. Apa bila terdakwa tidak membayar, maka diganti kurangan selama Tiga bulan. Menuntut terdakwa dengan mencabut hak politik selama Lima tahun setelah terdakwa menjalani pidana,” ucap JPU.

Tuntutan JPU KPK terhadap terdakwa Achmad Syafi’i selaku Bupati Pamekasan patut didukung oleh berbagai pihak, agar menjadi perhatian bagi para pejabat daerah yang “nakal”. Namun sayangnya, JPU KPK tidak menuntut rata terhadap terdakwa lainnya diantaranya, Wali Kota Madiun Bambang Irianto dan 3 Ketua DPRD Kota Mojokerto.

Sementara 3 terdakwa lainnya dituntut lebih ringan dari terdakwa Achmad Syafi’i. Untuk terdakwa Sudjipto Utomo dituntut pidana penjara selama 2 tahun, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Dalam kasus ini, KPK menjadikan terdakwa sebagai JC (Justice Collaborator) karena dianggap membantu penyidik KPK  dalam mengungkap kasus yang juga menyeret terdakwa sendiri.

Dan untuk terdakwa Agus Mulyadi, yang menjadi salah satu tim sukses Acchmad Syafi’I pada saat Pilkada Pamekasan, dituntut 2 tahun dan 6 bulan, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. JPU KPK mengangap, bahwa terdakwa dianggap kurang kooperatif selama persidangan, diantaranya tidak mengakui jika dirinya salah seorang tim sukses terdakwa Achmad Syafi’i, pada hal, JPU KPK telah menunjukan bukti dalam persidangan.

Tuntutan lebih ringan diberikan oleh JPU KPK terhadap terdakwa Noer Solahuddin selaku Kasubbag Umum dan Kepegawaian Inspektorat Kab. Pamekasan, dengan tuntutan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Ke- 4 terdakwa sama-sama dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Usai persidangan, JPU KPK Arif Hermanto mengatakan, bahwa terdakwa Achmad Syafii memang dituntut jauh lebih berat dibandingkan dengan terdakwa lainnya. Alasannya, karena Syafii adalah merupakan Intellectual Dader (aktor intelektual) dalam kasus tersebut. Selain itu, terdakwa selaku Bupati atau pejabat penyelenggara negara dianggap telah merusak tatanan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

”Empat terdakwa dituntut berbeda, karena derajat dan kualitasnya berbeda. Bupati, dalam kasus ini, berperan sebagai Intellectual Dader . Maklum, dia sebagai kepala daerah,” kata Arif Hermanto.

Saat ditanya mnegenai tuntutan pencabutan hak politik terdakwa selama 5 tahun, JPU KPK menjelaskan, pencabutan hak politik akan dijalani terdakwa setelah selesai menjalani hukuman pidana penjara kalau dikabulkan Majelis Hakim.

“Itu akan dijalani terdakwa setelah selesai menjalani hukuman pidana penjara,” kata Arif.

Apa yang dikatakan JPU KPK Arif Hermanto ada benarnya. Sebab, Sebagai Kepala Daerah sekalugus sebagi tokoh masyarakat, harusnya Syafi,i menjadi panutan untuk hal-hal yang baik serta mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tidak pidana Korupsi, yang bebas dari KKN (Kolusi Korupsi dan Nepotisme).

Namun tidak demikian bagi Achmad Syafii. Orang nomor 1 (Satu) di Kabupatena Pamekasan ini, justru meminta Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudi Indraprasetya, agar tidak melanjutkan penanganan perkara dugaan penyelewengan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2016, di Desa Dassok, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan yang dilakukan oleh Agus Mulyadi selaku Kepala Desa, karena Agus Mulyadi adalah orang dekatnya. seperti yang diungkapkan JPU KPK dalam surat dakwaanya.

Sementara itu, menurut M. Sholeh selaku PH terdakwa Achmad Syafi’i  mengatakan kecewa atas tuntutan JPU KPK. Alasannya, bahwa tuntutan JPU KPK dilaur nalar. Nalar siapa ?

 ”Kalau dibilang kecewa, ya kecewa. Sebab, tuntutan ini tidak sesuai fakta persidangan,” kata Sholeh

Kasus ini berawal pada tahun 2016, dimana Desa Dasok mendapatkan DD  sebesar Rp 645.155.378 yang bersumber dari APBN, dan ADD sebesar Rp 499.332.000 yang bersumber dari APBD, sehingga totalnya Rp1.144.487.378.

Pada tanggal 17 November 2016, Sucipto Utomo menerbitkan surat perintah tugas Nomor. 700/009/432.401/2016 untuk melaksanakan pemeriksaan DD dan ADD pada Desa se-Kabupaten Pamekasan Tahun Anggaran 2016, dengan waktu pelaksanaan pemeriksaan, sejak tanggal 21 November sampai dengan 20 Desember 2016 termasuk didalamnya melaksanakan pemeriksaan DD dan ADD di Desa Dasok.

Pada tanggal 14 Desember 2016, Inspektorat melaksanakan pemeriksaan DD dan ADD di Desa Dasok dan menemukan penyimpangan, antara lain kekurangan bukti pendukung realisasi belanja penggunaan DD yang telah diambil dari kas Desa sebesar Rp 645.155.378.

Selain itu, Inspektorat juga menemukan realisasi pekerjaan fisik yang tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) dan gambar rencana pekerjaan saluran air (Drainase) di Dusun Brigeh dengan anggaran sebesar Rp 441.000.000, dengan volume pekerjaan sesuai dengan RAB 800 meter, sedangkan realisasi pekerjaan 434,4 M atau 54% dimana saluran Sisi kiri belum dikerjakan.

Tidak hanya itu. Pekerjaan tebing penahan tanah di Desa Lubuk, dengan anggaran sebesar Rp 35.155.378, volume pekerjaan sesuai RAB 125 meter,  sedangkan realisasi progres pekerjaan fisik 81,3 M atau 65%, pekerjaan pembangunan pagar kantor Desa di Dusun Barat dengan anggaran Rp 100 juta,  progres pekerjaan fisik 0%, pekerjaan pembangunan pavingisasi di Dusun Barat Rp 60 juta, progres pekerjaan fisik 0% dan pekerjaan prasasti yang ternyata belum dipasang.

Pada tanggal 23 mei 2017, terdakwa menerima hasil pemeriksaan tersebut dari Sucipto Utomo melalui surat Nomor X-900/13.1/432.20/2017 tertanggal 8 April 2017 perihal, Laporan hasil pemeriksaan DD dan ADD Tahun Anggaran 2016 pada Desa Dasok, Kecamatan Pademawu.
Pada Juni 2017, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kasi Intel Kejari) Pamekasan Sugeng Prakoso, memperoleh informasi dari masyarakat tentang adanya dugaan penyelewengan DD dan ADD Tahun Anggaran 2016 di Desa Dasok, Kecamatan Pademawu, yang dilakukan oleh Kepala Desa Dasok yaitu Agus Mulyadi.

Kemudian, pada tanggal 17 Juni 2017, Sugeng Prakoso melakukan Pulbaket (pengumpulan bahan keterangan dan data serta melakukan pengecekan fisik di lapangan secara Informal. Hailnya, ternyata tidak ada pembangunan pavingisasi dan pembangunan pagar di Kantor Desa Dasok, yang selanjutnya melaporkan hal tersebut kepada Rudi Indraprasetya agar ditingkatkan ke tahap penyelidikan karena tidak sulit membuktikannya.

Pada tanggal 18 Juli 2017, terdakwa Achmad Syafii melakukan pertemuan dengan Rudi Indraprasetya di Pendopo Bupati. Pada pertemuan tersebut, Rudi Indraprasetya menyampaikan, bahwa Kejari Pamekasan sedang melakukan Pulbaket dan data, atas dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016.

Informasi yang disampaikan Rudi Indraprasetya kepada Achmad Syafii, ternyata bersesuaian dengan laporan Inspektorat. Selanjutnya, terdakwa Achmad Syafii meminta Rudi Indraprasetya agar tidak melanjutkan penanganan perkara dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016 yang dilakukan oleh Agus Mulyadi yang merupakan orang dekat terdakwa.

Permintaan terdakwa Achmad Syafii sanggupi Rudi Indraprasetya. Achmad Syafii menyampaikan, “nanti yang mengutus penyelesaiannya adalah Sucipto Utomo”.

Pada tanggal 19 Juli 2017, Rudi Indraprasetya mengeluarkan surat perintah tugas Nomor SP.TUG-/05.18/Dek.3/07/2017 yang dibuat tanggal mundur, yaitu tanggal 3 Juli 2017 untuk melakukan Pulbaket dan pengumpulan data, karena dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016 akan menjadi produk pidana Khusus, sekaligus sebagai bahan evaluasi kinerja oleh Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur.

Pada tanggal 20 Juli 2017, Sucipto Utomo atas perintah terdakwa Achmad Syafii, menemui Rudi Indraprasetya di Kantor Kejaksaan Negeri Pamekasan. Dalam pertemuan tersebut, Rudi Indraprasetya menyampaikan, bahwa Kejari telah melakukan Pulbaket dan data serta pengecekan fisik di lapangan atas dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016. Sehingga kasus dimaksud sudah dapat ditingkatkan ke tahap penyelidikan.

Kemudian Sucipto Utomo menanyakan kepada Rudi Indraprasetya, apakah kasus tersebut dapat dihentikan dengan imbalan uang sebesar Rp 200 juta. Permintaan itu kembali disetuji Rudi Indraprasetya dengan meminta tambahan Rp 50 juta dengan target setor, tanggal 24 Juli 2017, dan Sucipto Utomo pun menyanggupinya.
Pada tanggal 20 Juli 2017 sekitar pukul 20.00 WIB, Rudi Indraprasetya memanggil Sugeng Prakoso dan Hermawan selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Pamekasan, dan menyampaikan agar kegiatan Pulbaket dan pengumpulan data, terkait dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok tahun anggaran 2016 ditunda terlebih dahulu, karena ada permintaan dari Bupati Achmad Syafii dengan mengatakan

"Mas, yang ada di itu mau saya pending, karena Bupati mau minta tolong, ini ada ratusan duitnya".

Pada tanggal 20 Juli 2017 sekitar pukul 2030 WIB, Sucipto Utomo menghubungi Noer Salahuddin alias Margono, agar mengajak Agus Mulyadi yang merupakan saudara dari Noer Salahudin untuk datang ke Kantor Inspektorat. Pada pertemuan tersebut, Sucipto Utomo mengatakan, untuk menghentikan penanganan perkara dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016, Rudi Indraprasetya meminta imbalan uang sebesar Rp 250 juta,  dengan target setor tanggal 24 juli 2017.

Setelah Agus Mulyadi menyanggupi, Sucipto Utomo menyampaikan, bahwa komunikasi selanjutnya dapat dilakukan melalui Noer Salahuddin.

Pada tanggal 21 Juli 2017, atas perintah Sucipto Utomo, Noer Salahudin menghadap Rudi Indraprasetya di kantor Kejari Pamekasan. Rudi Indraprasetya menitipkan pesan untuk disampaikan kepada Agus Mulyadi yang isinya, bukan masalah nilai kekurangan volume, melainkan terkait masalah hukum selanjutnya. Norr Salahudin datang ke rumah Agus Mulyadi untuk menyampaikan pesan dari Rudi Indraprasetya terkait permintaan uang sebesar Rp 250 juta. Agus Mulyadi meminta untuk mengumpulkan uang terlebih dahulu.

Pada tanggal 21 Juli 2017, Soetjipto Utomo menghadap terdakwa Achmad Syafii di Rumah Makan Agis Surabaya. Pada pertemuan tersebut, Sutjipto Utomo melaporkan, bahwa untuk menghentikan penanganan perkara dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016, Rudi Indra Prasetya meminta imbalan sebesar Rp 250 juta. Permintaan tersebut telah disampaikan oleh Sucipto Utomo kepada Agus Mulyadi, dan disanggupi oleh Agus Mulyadi.

Laporan Sutjipto Utomo direspon oleh terdakwa Achmad Syafii, dengan mengatakan, "Ya, sudah selesaikan".

Menindaklanjuti permintaan Rudi Indraprasetya, kemudian Agus Mulyadi mentransfer uang ke rekening BCA Nomor 1920559162 atas nama Noer Solahudin dengan rincian, tanggal 24 Juni 2017, Agus Mulyadi mentransfer sebanyak dua kali masing-masing Rp 50 juta, dan tanggal 25 Juli 2017, juga mentransfer dua kali yang jumlahnya masing-masing Rp 50 juta, serta tanggal 26 Juli 2017 sebesar Rp 45 juta. Sehingga total seluruhnya yang sudah ditransfer sebesar Rp 245 juta.

Uang tersebut oleh Noer Solahuddin, dimasukkan ke dalam plastik kresek warna hitam dan menunjukkan kepada Sutjipto Utomo., yang kemudian uang tersebut disimpan ke brankas di ruang auditor kantor Inspektorat atas perintah Sutjipto Utomo.

Pada tanggal 26 Juli 2017 sore hari, Agus Mulyadi memerintahkan kurir untuk mengantar uang sebesar Rp 5 Juta ke rumah Noer Solahuddin. Kemudian pada tanggal 27 juli 2017, Noer Solahuddin menyatukan uang yang 5 juta rupiah dengan uang yang sebelumnya ke dalam plastik kresek warna hitam. Sehingga total seluruhnya Rp 250 juta. Setelah itu, Noer Solahudin menemui Sutjipto Utomo untuk menyerahkan uang tersebut. Namun Sutjipto Utomo meminta kepada Noer Salahuddin untuk menyimpan uang tersebut, karena Rudi Indraprasetya sedang tidak ada di Pamekasan.

Pada tanggal 31 Juli 2017, bertempat di Pendopo Bupati Pamekasan, Agus Mulyadi melaporkan kepada terdakwa Achmad Syafii, bahwa dirinya telah telah menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta kepada Noer Solahuddin, agar diberikan kepada Rudi Indraprasetya, untuk menghentikan penanganan perkara dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran.

Sehingga, apa yang dilaksanakan Sutjip Utomo telah diketahui oleh terdakwa Achmad Syafii, yang sebelumnya terdakwa telah meminta kepada Rudi Indraprasetya, untuk tidak melanjutkan penanganan kasus dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok. Permintaan terdakwa kepada Rudi Indraprasetya telah ditindaklanjuti oleh Sucipto.

Pada tanggal 1 Agustus 2017, Sutjipto Utomo menyampaikan kepada Rudi Indraprasetya, bahwa uang sebesar Rp 250 juta sudah siap diserahkan. Namun, karna Rudi Indra Prasetya sedang berada di Kejati Jatim, Jalan A. Yani Surabaya, bertepatan kunjungan Kepala Kejaksaan Agung RI ke Jawa Timur, pemyerhana uang itu pun tertunda.

Rudi Indraprasetya menyampaikan, Rabu tanggal 2 Agustus 2017 sudah berada di Pamekasan. Selanjtnya, Sucipto Utomo menyampaikan, akan datang pada tanggal 2 Agustus 2017 ke rumah dinas Kajari.

Pada Rabu tanggal 2 Agustus 2017 sekitar pukul 07.00 WIB, Sutjipto Utomo dan Noer Salahuddin menepati janjinya untuk datang ke rumah dinas Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan. Kemudian Noer Salahudin menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta yang dibungkus plastik warna hitam kepada Sucipto Utomo.

Selanjutnya, Sutjipto Utomo menyerahkan uang tersebut kepada Rudi Indraprasetya dengan mengatakan, "Pak, ini 250". Dan Rudi Indraprasetya menjawab, "Terima kasih".. Tak lama kemudian. tim KPK mengamankan Rudi Indraprasetya, Sutjipto Utomo, Noer Salahuddin alias Margono, berikut uang sebesar Rp 250 juta, dan selanjutnya tim KPK juga mengamankan Agus Mulyadi serta terdakwa Achmad Syafii (Bupati Pamekasan).

JPU KPK menyebutkan dalam surat dakwaannya, bahwa perbuatan terdakwa Achmad Syafii bersama-sama dengan Sutjipto Utomo, Noer Salahuddin alias Margono dan Agus Mulyadi, memberi uang sebesar Rp 250 juta kepada Rudi Indraprasetya, supaya menghentikan penanganan kasus dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016 di Desa Dasok, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, bertentangan dengan kewajiban Rudi Indraprasetya, selaku Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 5 angka 4.

Pasal 5 angka 4 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 menyatakan; Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi kolusi dan nepotisme.

Pasal 5 angka 6; Setiap penyelenggara negara berkewajiban melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi. Keluarga. kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut.

Sehingga, perbuatan terdakwa terancam pidana penjara paling lama 5 tahun, yang diatur dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a  atau pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top