1
beritakorupsi.co – “Kami selaku relawan verifikasi tidak mempunyai SK dan surat tugas yang dibuat oleh ketua BKAD dalam melaksanakan tugas sebagai verifikator. Kami selaku relawan verifikasi, hanya bertugas mencocokkan proposal yang telah dilengkapi dengan fotokopi KTP dan tanda tangan peminjam simpan pinjam perempuan yang sudah ditandatangani oleh Kepala Desa Tanjung”.

Inilah yang disampaikan terdakwa Sriayani kepada Majelis Hakim yang diketuai Hakim Judi, dalam persidangan dengan agenda pembacaan Pledoi (Pembelaan) atas surat tuntutan JPU Dedi terhadap dirinya, pada 5 Desember 2017 yang digelar di Pengadilan Tipior, pada Kamis, 14 Desember 2017.

Sriani dan Binti Yatimatul Sholichah diseret JPU dari Kejari Ngasem Kabupaten Kediri ke Pengadilan Tipikor untuk diadili di hadapan Majelis Hakim dalam kasus dugaan Korupsi dana Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (SPP PNPM) di Desa Tanjung, Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri pada tahun 2015 lalu, sebesar Rp 224 juta yang merugikan keuangan negara senilai Rp 131 juta.

Sriani dan Binti Yatimatul Sholichah, sebagai relawan yang bertugas untuk mencocokkan proposal yang sudah ditandatangani oleh Kepala Desa Tanjung dengan dilengkapi fotokopi KTP dan tanda tangan peminjam dana SPP PNPM,  tidak diberi surat tugas apa lagi SK (Surat Keputusan) pengangkatan sebagai relawan dari Kepala Desa, Camat maupun dari Bupati Kediri. Sebagai relawan, Kedua ibu rumah tangga ini tidak menerima gaji, kecuali hanya transportasi sebesar Rp 25 ribu.

Kedua tersangka/terdakwa dituduh telah bekerja sama dengan Mufidatul Khusna alias Pipit selaku koordinator Desa dana SSP PNPM Kecamatan Pagu yang membawahi 10 kelompok (sudah divonis 3 tahun penjara dari tuntutan JPU 5 tahun dan mengembalikan uang negara sebesar Rp 128 juta, pada Kamis, 14 Desember 2017), membuat proposal fiktif untuk mencairkan dana SPP PNPM untuk 10 kelompok yang beranggotakan paling sedikit 10 orang, dengan total pinjaman sebesar Rp 224 juta.

Ke- 10 kelompok tersebut diantaranya kelompok Mawar sebesar Rp 38 juta, kelompok Kenanga Rp 30 juta, Tulip Rp 19 juta, kelompok Cempaka Rp 15 juta, Lala Rp 50 juta, Tanjung Rp 34 juta, dan Melati Rp 38 juta. Kasus ini mencuat saat pembayaran mulai bermasalah.

Anehnya, penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dedi dari Kejari Ngasem, “menganggap” bahwa Sriani dan Binti Yatimatul Sholichah adalah pejabat yang berewenang serta bertanggung jawab dalam pencairan dana SPP PNPM di Desa Tanjung, Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri pada tahun 2015 lalu.

Ke- 2 terdakwa (Sriani dan Binti Yatimatul Sholichah) ini pun dijerat dengan pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Pasal 3; Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Terdawka Sriani dan terdakwa Binti Yatimatul Sholichah pun dituntut pidana penjara masing-masing selama 2 tahun, denda sebesar Rp 50 juta atau dikurung selama 2 bulan bila terdakwa tidak membayarnya.

Yang lebih anehnya lagi, Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Pagu Herdanandoyo dan Bendahara UPK Charirotunafisah, S.Sos., binti Alm. Nurali di “lindungi” Kejari Ngasem karena kedua pejabat itu dianggap tidak bertanggung jawab dalam pencairan dana SPP PNPM.

“Kami selaku relawan verifikasi tidak menerima gaji, hanya menerima uang transportasi sebesar Rp 25 ribu. Kami bukan pegawai kantor BKAD, tetapi hanya sebagai relawan. Kami selaku relawan prediksi setiap melaksanakan tugas di Desa Tanjung selalu didampingi oleh ketua UPK dan meminta petunjuk kepada ketua UPK untuk kelayakan proposal SPP tersebut,” lanut terdakwa.

Terdakwa membacakan pembelaannya yang diketik dalam 3 lembaar kertas HVS mengatakan,  bahwa dalam pencairan dana SPP Ke- 2 terdakwa tidak mengetahui kapan pencairan dana SPP PNPM tersebut.

“Kami selaku relawan verifikasi tidak pernah mengetahui tentang Kapan cairnya dana SPP tersebut, disebabkan tidak pernah diundang secara resmi baik di musyawarah antar Desa Made dan tim pendanaan dalam pencairan SPP perguliran yang terdiri dari verifikator, UPK, BKAD, BPUPK dan perwakilan Desa. Kami selaku relawan verifikasi tidak pernah menerima upah Satu rupiah pun baik dari koordinator Desa peminjam SPP dan UPK setelah pencairan dana SPP. Kami selaku relawan verifikasi tidak berhak merekomendasikan pencairan dana SPP, karena kami tidak mempunyai SK sebagai petugas tetapi hanya sebagai relawan,” ucap terdakwa.

Menurut terdakwa, jumlah tim verifikas seharusnya lebih Satu orang, namun kenyataannya hanya satu orang verifikator. Terdakwa merasa ada kejanggalan pada saat pencairan, namun kesalahan itu dilimpahkan kepada dirinya.

“Kami merasa ada kejanggalan yang seolah-olah kesalahan pencairan SPP PNPM  perguliran dilimpahkan kepada relawan verifikasi, padahal kesalahan terjadi pada pihak yang mencarikan yang tidak sesuai dengan SOP SPP perguliran yang tertera pada pasal 8 ayat 12 huruf e,” beber terdakwa kepada Majelis hakim.

“Terdakwa melanjutkan, kesalahan verifikasi akan gugur dengan sendirinya apabila UPK melaksanakan dan menjalankan tugasnya sesuai dengan SOP SPP perguliran dengan benar, yaitu dengan melalui E-mail dan menghadirkan peminjam atau pemanfaat sebagaimana ketentuan pasal 8 ayat 12 huruf e peraturan dana perguliran yang berbunyi, pada waktu penerimaan seluruh peminjam pemanfaat harus hadir, jika tidak maka pencairan dana ditunda hingga seluruh anggota hadir,” lanjut terdakwa kemudian.

Terdakwa mengatakan, dirinya hanya sebagai relawan dan bukan pegawai tetap PNPM BKAD yang seolah memiliki kewenangan di atas kewenangan Ketua BKAD, ketua UPK dan Bendahara UPK.

“Kami hanyalah petugas verifikasi tunggal yang bersifat berlawanan dan tidak memiliki kewenangan rekomendasi dalam pencairan dana SPP perguliran, yang berhak mencairkan dana SPP perguliran dan bertanggung jawab langsung atas pencairannya adalah pihak UPK bukan dari relawan verifikasi. Oleh sebab itu, SPP perguliran yang disalahgunakan oleh koordinator Desa saudara Pipit, merupakan tanggung jawab UPK yang telah mencairkan dana tidak sesuai dengan SOP SPP perguliran,” ungkap terdakwa.

Pun demikian, terdakwa Sriyani memanjatkan Do’a terhadap orang-orang yang dianggap mendzolimi dirinya ayng sudah merugikan lahir batin.

“Kesalahan yang dilakukan pihak UPK yang ditujukan kepada kami sebagai relawan verifikasi, semoga pihak-pihak yang mendzolimi kami semoga diampuni segala dosanya dan sadar atas perbuatannya yang telah merugikan kami. Kami merasa dirugikan lahir batin, karena tidak dapat berkumpul dengan keluarga dan berinteraksi sosial serta tidak dapat melaksanakan pekerjaan sebagaimana mestinya,” kata terdakwa.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top