Terdakwa Sumarjoko (kiri) seuasi sidang tuntutan |
beritakorupsi.co - Sidang perkara Korupsi pengadaan Sepatu (Jilid II) untuk pegawai Pemkab Magetan tahun 2014 lalu, yang menelan anggaran APBD sebesar Rp 1,2 milliar dengan terdakwa, Sumarjoko selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Kabupaten Magetan, tak lama lagi akan berakhir.
Sebab, JPU (Jaksa Penuntut Umum) Achmad Taufik Rahman yang juga Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Magetan, telah membacakan surat tuntutannya terhadap terdakwa dihadapan Majelis Hakim yang diketuai I Wayan S dalam persidangan yang digelar, pada Senin, 4 Nopember 2017
Dalam surat tuntutannya, JPU Achmad Taufik Rahman meminta kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara Koruspi pengadaan sepatu bagi seluruh pegawai Kabupaten Magetan tahun 2014 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 101.590.203, menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana Korupsi
JPU Achmad Taufik Rahman menyatakan, Pengadaan sepatu untuk pegawai Pemkab Magetan tahun 2014, tidak sesuai dengan Speck, berdasarkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor. 54 Tahun 2014 Tentang Pakaian Dinas PNS, tentang himbauan seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) lingkup PemKab Magetan menggunakan sepatu asli buatan perajin kulit Magetan, Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri, Surat Menteri Perdagangan RI No. 456/M-DAG/SD/3/2011 tertanggal 23 Maret 2011 peri hal Program “Aku Cinta Produk Indonesia”, dan Peraturan Presiden (Perpres) No 54 tahun 2010 jo Perpres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah.
JPU Achmad Taufik Rahman menyebutkan, bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana Korupsi, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 2 ayat (1) junckto pasal 18 UU RI No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana, dengan tuntutan pidana penjara badan selama 6 tahun.
Terdakwan tidak dituntut pidana tambahan berupa pengembalian uang pengganti kerugian negara. Sebab kerugian negara dalam kasus ini sudah di bebankan terhadap terdakwa sebelumnya (jilid I tahun 2016) yakni Yusuf Hashari selaku Ketua Asosiasi Perajin Kulit (Aspek) Magetan.
“Menuntut terdakwa degan pidana penjara selama 6 tahun, denda sebesar Dua ratus juta rupiah. Apa bila terdakwa tidak membayar maka diganti kurungan selama Tiga bulan,” ucap JPU.
Atas surat tuntutan JPU, Majelis hakim memberikan waktu seminggu terhadap terdakwa mapun melalui Penasehat Hukum (PH)-nya untuk menyampaikan Pledoi (pembelaan).
“Saudara diberi kesempatan untuk menyampaikan pembelaan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Terkait kasus Korupsi pengadaan Sepatu untuk seluruh pegawai Kabupaten Magetan tahun 2014 lalu, yang tidak sesuai dengan Spesifikasi, menurut JPU Achmad Taufik Rahman seusai persidangan mengatakan, pembelian Sepatu boleh langsung oleh PA (Pengguna Anggaran) yang ada disetiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Kepala Dinas).
Kasi Pidsus Kejari Magetan ini menyampaikan, pengadaan sepatu ayng anggarannya dibawah Rp 200 juta adalah pembelian langsung bukan PL (pengadaan Langsung.red), sehingga menurutnya, hal itu dibolehkan sesuai dengan Perpres No 54 tahun 2010 jo Perpres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah.
“Ini kan pembelian langsung bukan PL, disetiap SKPD ada PA (Pengguna Anggaran). Di Perpres (Peraturan Presiden) boleh PA yang beli langsung, staf PA-lah,”
Apa yang dikatakan oleh Kasi Pidsus Kejari Magetan ini, berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Ahli LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah) untuk Penanganan Permasalahan Hukum PBJP (Pengadaan Barang Jasa Pemerintah).
“Kalau pengadaan Langsung boleh tanpa PPTK tetapi PPHP wajib,” katanya melalui telepon genggamnya.
Sementara menurut terdakwa Sumarjoko sebelum meninggalkan Pengadilan Tipikor seusai persidangan mengatakan, yang bertanggung jawab dalam anggaran pengadaan Sepatu harusnya setiap Kepala SKPD. Alasannya, karena anggaran tersebut langsung dipergunakan oleh SKPD selaku PA. Terdakwa Sumarjoko menambahkan, Pihak RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Magetan itu salah, karena mengajukan pengadan Sepatu yang tida ada dalam DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran) RSUD.
“Total anggarannya sekitar Satu milliard lebih, saya lupa pastinya. Kita nggak membagi-bagi anggaran, kita itu justru menerapkan peraturan yang berlaku secara normativ yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Setiap SKPD tidak sampai Lima puluh juta, di Bapeda aja hanya Tujuh juta,” kata terdakwa.
“Kalau Rumah Sakit itu bukan dapat, itu ketidak jelasan atau salah miskomunikasi pada saat ditelepon, saya minta jumlah pegawai. Setelah kita evaluasi jumlah pegawai itu tidak mendapatkan, otomatisa DIPAnya itu tidak ada. Yang salah itu Rumah Sakitnya, DIPAnya nggaka ada kok pesan,” lanjut terdakwa.
Menurut terdakwa, yang bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran pengadaan sepatu adalah setiap Kepala Dinas (SKPD). “Yang bertanggung jawab harunga setiap Kepala SKPD,” ucapnya sambil meninggalkan Pengadilan Tipikor bersama petugas keamanan Kejari Magetan.
Apa yang dikatan terdakwa bisa juga ada benarnya. Sebab, selaku Kepala Dinas juga sebagai Pengguna Anggaran. yang anehnya, anggaran pengadaan sepatu disetiap SKPD tidak pernah diajukan dalam APBD tetapi menerima serta menggunakan uang negara yang “tidak” jelas asal usulnya.
Sebelumnya, Kasi Pidsus Kejari Magetan Achmad Taufik Rahman kepada media ini mengatakan, bahwa kasus perkara Korupsi pengadaan sepatu untuk PNS dilingkungan Pemda Magetan, yang saat ini disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya dengan terdakwa mantan Kepala Babeda dan Litbang Sumarjoko, adalah lanjutan dari sidang jilid I, yang sudah ada sebelum dirinya masuk ke Kejari Magetan.
“Yusuf sebagai penyedia, kalau perkaranya Yusuf sudah diputus. Kemudian bandinglah Yusuf ini. Mengapa saya mencari tersangka baru. karena nama masing-masing SKPD pada saat pemeriksaan Yusuf itu, tidak pernah mengusulkan pengadaan. Ini kan PR, bukan saya penyidiknya, saya hanya melanjutkan. Sebenarnya, awalnya ia, harus dari pihak pemerintah selaku pemilik modal, barulah ke Yusuf masuk di pasal 55-nya. Biasanya kalau pengadaan barang jasa itu, pihak pemerintah dulu selaku pemilik modal, ternyata pada saat saya masuk sudah pihak penyedia,” kata Taufik menjelaskan seusai sidang perkara Korupsi RSUD dr. Syaidiman Magetan, pada Selasa, 24 Oktober 2017.
Pada hal sebenarnya pertanyaannya singkat sesuai dengan dakwaan JPU ke terdakwa Marjoko, yaitu kalau pengadaan sepatu dikatakan tidak sesuai dengan spesifikasi berdasarkan Perpres 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dengan Perpres 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, apakah kesalahan itu hanya satu orang atau semua panitia pengadaan termasuk KPA, PPKm, PPTK dan PPHB karena mereka sama-sama menerima upah dari kegiatan ?
Namun Taufik sempat mengelak, bahwa bukan masalah Spesifikasi yang dituduhkan ke terdakwa. Namun akhirnya tuduhan atau dakwaan masalah Spesifikasipun pun diakui. Tidak hanya itu, Taufik juga mengakui setelah penjelasan panjang lebar. Bahwa, kesalahan Spesifikasi adalah tanggungjawaab seluruhnya.
“Bukan spesifikasi yang dituduhkan ke Yusuf, tapi masalah mark up. Kalau Spesifikasi, ke Pak mardjoko atau terdakwa. Ini adalah PR, seharusnya dilelang karena anggarannya 1 miliar lebih. Ini dipecah ke masing-masing SKPD sama Bappeda. Penuntutannya untuk SKPD dan Kecamatan. Kalau Rumah Sakit itu, tidak masuk dalam SKPD, Itu di lingkup BUMD yang terpisah, dia mengelolah sendiri termasuk menggaji pegawai dan lainnya,” ujarnya.
Taufik melanjutkan, bahwa kesalahannya di masing-masing SKPD yang tidak pernah mengusulkan pengadaan sepetu, tetapi harus melaksanakan karena sudah masuk di mata anggaran. Lalu pertanyaannya, bila SKPD-SKPD tidak pernah mengajukan pengadaan Sepatu tetapi masuk kedalam mata anggaran, siapa yang bertanggung jawab ?
“Kesalahanyan sekarang, masing-masing SKPD ini tidak pernah mengajukan anggaran. Menurut Pemda, ini di bagian umum. Harus bagian umum yang mengadakan karena seragam beserta perlengkapannya, ini harus satu kesatuan berdasarkan Pergub. Sedangkan sepatu, adalah salah satu kelengkapan seragam dinas. Lazimnya dilakukan oleh bagian umum untuk pengadaan barang dan jasa. Sekarang untuk pengadaan sepatu diserahkan ke masing-masing SKPD. Pertanyaan apakah ada persetujuan Dewan dalam anggaran itu, nanti akan dijelaskan TAPD (tim anggaran Pemerintah Daerah) yang akan menjelaskannya minggu depan,” ujar Taufik.
Wartawan media ini pun kembali menanyakkan pertanyaan awal dalam surat dakwaan JPU ke terdakwa Sumarjoko, yakni mengenai Spesifikasi yang mengkibatkan terjadinya kerugian negara, apakah hanya tanggung jawab seorang atau seleruh panitia pengadaan harsus bertanggungjawab secara hukum. Taufik mengatakan, yang bertanggungjawab semua.
“Semua. Mengapa saya tidak sekaligus mencopot mereka-mereka ini, karena mereka ini melaksanakan anggaran benar atau tidak yang dilakukan. Dia tidak pernah mengadakan, itu masalahnya. Dia hanya melaksanakan karena sudah masuk dalam mata anggarannya tapi tidak pernah mengusulkan. Saya tidak pernah membicarakan Spesifikasi karena sudah ada Surat Edarannya dari Bupati harus melalui Spek seperti ini, ternyata dari masing-masing SKPD tidak ada masalah dengan Spek, itu cuma permasalahannya harga-harga yang diberikan oleh Yusuf ada kelebihan, jadi bukan masalah speknya,” kata Taufik.
Pada hal, dalam surat dakwaan terhadap terdakwa Sumarjoko yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim, jelas mengenai Spesifikasi berdasarkan Peraturan Bupati (Perbub) Nomor. 54 Tahun 2014 tentang pakaian dinas PNS, dan himbauan Bupatu agar seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) lingkup Pemkab Magetan menggunakan sepatu asli buatan perajin kulit Magetan, Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri, Surat Menteri Perdagangan RI No. 456/M-DAG/SD/3/2011 tertanggal 23 Maret 2011 perihal, Program “Aku Cinta Produk Indonesia”, dan Peraturan Presiden (Perpres) No 54 tahun 2010 jo Perpres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :