#Terkait pemberian uang Suap berupa Komitmen Fee dan Triwulan oleh beberapa Kepala Dinas terhadap Ketua Komis B DPRD Jatim Periode 2014 – 2019#
beritakorupsi.co – Kasus perkara Korupsi suap terhadap Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 – 2019 M. Basuki, dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim M. Ka’bil Mubarok oleh Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemerintah Provinsi - Jawa Timur (Pemprov Jatim) Bambang Heriyanto, serta Plt. Kepala Dinas Peternakan Jatim Rohayati, akan “menyeret” tersangka baru.
Hal itu dikatakan JPU KPK Wawan kepada wartawan media ini seusai persidangan dengan agenda pembacaan Vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, terhadap 4 terdakwa yakni M. Basuki, Santoso, Rahman Agung dan M. Ka’bil Mubarok, pada Senin, 29 Januari 2018.
JPU Wawan dari KPK, menjawab pertanyaan wartawan media ini terkait tersangka baru dalam kasus pemberian suap dari beberapa Kepala Dinas terhadap terdakwa Basuki dan Ka’bil Mubarok megatakan, bahwa ada peluang untuk membuka perkara baru. Alasannya, sesuai fakta persidangan dan putusan Majelis Hakim yang menyatakan, bahwa uang yang diterima terdakwa Basuki, juga dibagi-bagikan ke anggota Komis B lainnya.
“Berdasarkan fakta-fakta persidanagan dan putusan Majelis Hakim tadi, masih ada peluang bagi KPK untuk penyidikan lanjutan kasus ini, karena disitu kan ada penerimaan oleh anggota Komis B lainnya dan juga ada pemberian dari Dinas yang lain,” kata JPU KPK Wawan.
Ada kemungkinan tersangka baru dalam kasus ini terhadap anggota Komisi B dan Dinas lainnya ? tanya wartawan media ini kemudia.
Menurut JPU KPK Wawan, bahwa ada peluang untuk membuka penyidikan baru berdasarkan fakta persidangan dan putusan Majelis Hakim setelah incrah, namun Ia belum bisa memastikan saat ini.
“Kalau dari KPK belum bisa mengatakan pasti, tapi membuka ruang, Ia. Berdasarkan fakta persidangan dan putusan setelah inkrah membuka ruang, Ia. Dan itu menjadi dasar kita,” lanjut JPU KPK Wawan.
Apakah hanya untuk anggota Dewan atau juga Dinas yang lain ?. Tanya meida ini lebih lanjut.
JPU KPK Wawan mejelaskan, ada penerimaan oleh anggota Komisi B yang lainnya dan aja juga yang pemberian dari Dinas lain.
“Tadi kan sudah dikatakan, ada penerimaan oleh anggota Komisi B yang lain dan ada juga pemberian oleh Dinas yang lain. Dari 4, baru 2 Dinas yang menjadi terdakwa yaitu Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan. Yang belum adalah Dinas Pekebunan dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian,” ungkap JPU KPK Wawan.
“Dalam dakwaan ada 4 yaitu Dinas Perkebunan dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian yang belum. Dan dalam persidangan ada lagi dua yaitu Dinas Koperasi dan ada Satu lagi, saya lupa namanya. Walaupun uang itu belum diberikan tapi ada janji dan bukti percakapan. Karena dalam pasal 12 UU Korupsi, tidak hanya memberikan tapi juga janji. Karena ini sudah ketangkap makanya uang itu tidak jadi diberikan,” ujar Wawan kemudian.
Apa yang disampaikan JPU Wawan dari KPK ini memang bisa jadi. Sebab sesuai fakta persidangan terungkap, bahwa uang suap yang diberikan Bambang Heriyanto terhadap Ketua Komisi B DPRD Jatim adalah berupa Komimen Fee sebesar Rp 600 juta per tahun dan uang triwulan, agar kinerja dan anggaran 2017 serta rencana anggaran 2018 tidak dipermasalahkan oleh Komisi B.
Sementara pemberian uang suap dari Dinas Pertanian sebesar Rp 500 juta pertahun, agar kinerja dan anggaran 2017 serta rencana anggaran 2018 tidak dipermasalahkan, termasuk pembahsan perubahan Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang ternak Sapi dan Kerbau betina di Jawa Timur dimuluskan oleh Komisi B.
Pemberian uang suap berupa Komitmen Fee dan Triwualan terhadap Komisi B DPRD Jatim tidak hanya dari Dinas Pertanian dan Peternakan. Sebab ada 10 Dinas sebagai mitra kerja Komis B DPRD Jatim, diantaranya Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Koperasi dan UMKM serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Dari fakta persidangan, selama tahun anggaran, Komisi B DPRD Jatim diperkirakan akan menerima uang “haram” dari 10 Kepala Dinas sebesar Rp 3 milliar lebih. Uang itu sebagai “penutup mulut” Ketua, Wakil Ketua serta anggota Komis B DPRD Jatim terhadap kinerja dan anggaran 2017 serta rencana anggaran 2018 disetiap Dinas, termasuk pembahasan dan perubahan Perda Nomor 3 tahun 2012 di Dinas Peternakan.
Pemerian uang “haram” dari setiap Dinas ke Komisi B DPRD Jatim bukan hayan kali ini, melainkan tradisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Itulah yang disampaikan oleh Basuki dalam persidangan, dan itu pula yang dilakukannya serta menghantarnya untuk yang kedua kalinya ke penjara.
Uang “haram” berupa Komitmen Fee dan uang lelalh tujuh sumur, terjadi juga di DPRD Kota Mojokerto hingga menyeret Purnomo selaku Ketua DPRD bersama 2 wakil Ketua DPRD, Fanani dan Faruq serta Kepala Dinas PUPR ke penjara setelah terajring OTT oleh KPK pada Juni tahun lalu. Yang kemudian KPK menetapkan Wali Kota menjadi tersangka yang saat ini masih berada di tahanan KPK di Jakarta.
Timbul pertanyaan. Apakah uang “haram” berupa Komitmen Fee dan Triwulan hanya berlaku di Komisi B DPRD Jatim dan DPRD Kota Mojokerto ? Atau berlaku juga di Komisi lainnya serta DPRD dan instansi lainnya diseluruh Indonesia namun tak terungkap ?.
Sebab yang terungkap dalam persidangan dari kasus suap OTT yang dilakukan oleh KPK di Jawa Timur, tak beda dengan yang terja di di Komis B DRPD Jatim dan DPRD Kota Mojokerto, namun nama atau istilahnya berbeda.
Seperti kasus OTT PT PAL Indonesia (Persero) yang menyeret 2 Direksi dan 1 GM PT PAL (Ketiganya sudah divonis masing-masing 4 tahun penjara) serta 1 dari pihak swasta (Divonis 1 thn penjara) selaku perantara suap. Dalam kasus suap OTT PT PAL ini, ada sitilah cash back dan Dana Komando dari PT PAL ke Mabes TNI AL yang jumlahnya milliaran.
Kemudian ada istilah uang syukuran dalam kasus suap OTT Bupati Nganjuk terkait promosi jabatan. Dalam kasus ini, KPK menetapakan 5 orang tersangka untuk sementara. Kelima tersangka itu adalah Bisri (Kabag Umum RSUD Nganjuk), Harjanto (Kepala Dinas Lingkunagn Hidup Kab. Nganjuk), Ibnu Hajar (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Nganjuk) dan Kepalas Sekolah SMPN 3 Nganjuk (Keempatnya sudah berstatus terdakwa), dan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
Lalu ada istilah “si hitam” dalam kasus suap OTT di Kota Batu. Dalam kasus ini, KPK menetapkan 3 orang tersangka yakni Filipus Djab (pengusaha sudah divonis 2 tahun penjara), Edy Setiawan (Pejabat Pengadaan) dan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko.
Kemudian ada pula uang pungutan liar (Pungli) dalam kasus OTT terhadap 2 guru SMPN 2 Tulungagung. Pungutan liar ini bukan istilah baru dan tidak hanya terjadi di SMPN 2 Tulungagung. Namun karena bernasib sial, kasus pungli dan siswa titipan para pejabat pun jadi terbongkar setelah Tim Saber Pungli Polres Tulungagung menangkap Wakil Kepala Sekolah bagian kesiswaan yang menjadi Ketua PPDB bersama seoarng anggota PPDB yang menjabat sehari-hari sebagai Kepala Sarana dan Prasarana (Sarpras).
Selanjutnya, ada istilah uang menutup kasus dalam kasus suap OTT di Kab. Pamekasan, terkait penanganan kasus dugaan penyalahgunaan Dana Desa dan ADD di Desa Dasuk oleh Kejari Pamekasan . Dalam Kasus ini, KPK menetapkan 5 orang tersangka diantaranya Kepala Kejaksaan Negeri Pamkesan Rudi Indra Prasetya (divonis 4 thn penjara), Bupati Pamekasan Achmad Syafi’i (divonis 2,8 tahun penjara), Kepala Inspektorat Kab. Pamekasan Noer Sutjipto, dan Bagian Kepegawaian Dinas Inspektorat serta Kepala Desa Dasuk dan masing-masing divonis diatas 1 thn lebih.
Sementara dalam kasus Korupsi suap OTT Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim yang terjadi pada Juni tahun lalu, KPK menetapkan 7 tersangka daintaranya M. Basuki, Santoso dan Rahman Agung (1 perkara) serta M. Ka’bil Mubarok (Perkara terpiah), Bambang Heriyanto bersama Anang Basuki Rahmat (1 perkara) lalu Rohayati (perkara terpisah).
Ke- 7 terdakwa pun dinyatakan terbukti melakukan korupsi suap dan sudah divonis diantaranya Bambang Heriyanto (1 ,8 tahun penjara), Anang Basuki Rahmat (1 tahun penjara), Royati (1 thaun dan 6 bulan), M. Basuki (7 tahun penjara dan pencabutan hak jabatan publik selama 4 tahun), M. Ka’bil Mubarok (6,6 tahun penjara dan pencabutan hak jabatan publik selama 3 tahun), Santoso dan Rahman Agung masing-masing 4 tahun penjara. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :