Taufiqurrahman (Mantan Bupati Nganjuk) |
Senin, 29 Januari 2018, JPU KPK JPU KPK Fitroh Rohcahyanto, Ahmad Burhanudin, Hery BS Ratna Putra, Arif Suhermanto, Joko Hermawan, Andhi Kurniawan dan NN Gina Saraswati menghadirkan Taufiqurrahman menjadi saksi untuk terdakwa Bisri dan Harjanto. Selain Taufiqurrahman, ada 5 saksi lainnya yang dibagi dalam 3 session. Ke- 5 saksi itu adalah Agus Subagiyo (Kepala Dinas Pertanian merangkap Plt. Sekda Nganjuk), Dokter Neni (Wakil Direktur Umum merangkap Keuangan RSUD Kertosono Nganjuk) dan FX. Teguh Haryo Untoro selaku Direktur Umum RSUD Kertosono Nganjuk. Dan session kedua adalah saksi Suwandi dan Ibnu Hajar. Sementara Taufiqurrahman diperiksa sebagai saksi sendirian dalam sidang persidangan yang diketuai Majelis Hakim I Wayan Sosisawan.
Karena kasus yang menyeret M. Bisri dan Harjanto (termasuk Suwandi dan Ibnu Hajar perkara terpisah) ke penjara terkait pemberian uang suap terhadap Tufiqurrahman melalui Ibnu Hajar dan Suwandi sehubungan mutasi jabatan eselon III dan IV di lingkungan RSUD dan Dinas lain di Kabupaten Nganjuk.
Berawal pada awal bulan Mei 2017, saat Bupati Nganjuk Taufiqurrahman memutasi terdakwa M. Bisri yang menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk, menjadi Kepala Bagian (Kabag) Umum RSUD Nganjuk, sekaligus mau minta terdakwa untuk mengkoordinir para pegawai yang berkeinginan menduduki jabatan Eselon III dan IV, baik pada RSUD Nganjuk dan RSUD Kertosono, dengan syarat bersedia memberikan sejumlah uang sebagai imbalan yang diistilahkan sebagai uang syukuran dimana terdakwah menyanggupinya.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, terdakwa M. Bisri mengkoordinir beberapa pegawai untuk dipromosikan maupun mutasi di RSUD Nganjuk dan RSUD Kertosono. Lalu terdakwa M. Bisri membuat daftar nama dan promosi jabatan yang diinginkan. Daftar nama tersebut kemudian diserahkan terdakwa kepada Taufiqurrahman sambil menyampaikan, bahwa para pegawai sanggup untuk memberikan uang syukuran.
Dari daftar nama yang dibuat terdakwa M. Bisri untuk promosi jabatan maupun untuk mutasi adalah, diantaranya Hardi Jono, Waskito Rini, Sofianti Wahyu Setyaningsih, Sri Mumpuni, Yuliana, Anang Agus Susilo, Sri Nuryati, Agustin Rahmawati, Muhammad Yudi Arifin dan Lilik supriyadi.
Kemudian pada tanggal 24 Mei 2017, Bupati Nganjuk menerbitkan surat keputusan (SK) Nomor 82/86/411.404/2017 tentang pengangkatan dalam jabatan struktural yang mengangkat terdakwa dari jabatan Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk Eselon III/B menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk Eselon III/B, serta mengangkat para pegawai sebagaimana informasi yang diajukan terdakwa.
Setelah pengangkatan terdakwa sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan pengangkatan para pegawai dimaksud, maka untuk merealisasikan uang syukuran yang akan diberikan kepada Taufiqurrahman, terdakwa M. Bisri kemudian menyiapkan uang sebesar Rp 400 juta, yang terdiri dari 100 juta rupiah merupakan uang pribadi terdakwa dan Rp 300 juta uang yang dikumpulkan oleh terdakwa dari para pegawai yang telah berhasil dipromosikan dan dimutasikan. Uang tersebut diterima terdakwa secara bertahap baik secara langsung maupun melalui Tien Farida Yani.
Sebagai kompensasi atas pelantikan Bisri Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan para pegawai yang diusulkan oleh terdakwa, kemudian memberikan uang yang terkumpul itu kepada Taufiqurrahman melalui Joni Tri Wahyudi, Suwandi Kepala SMP Negeri 3 Ngeronggot.
Foto dari kiri, Direktur Umum RSUD Nganjuk, Wkl Direktur Umum dan Keuangan RSUD Nganjuk dan Kepala Dinas Pertanian merangkap Plt. Sekda Kab. Nganjuk |
Pada sekitar bulan Juli - Agustus 2017, bertempat di rumah terdakwa di Jalan Semeru Gang I Rt 03 Rw 01 Desa Tanjungrejo, Kabupaten Loceret Kabupaten Nganjuk, diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Wahyudi sebesar Rp 200 juta. Kemudian oleh Joni Tri Wahyudi, diserahkan kepada Taufiqurrahman di Pendopo Kantor Bupati Nganjuk.
Pada tanggal 12 Oktober 2017, bertempat di Hotel Luminor Surabaya di Jalan Jemursari Nomor 206 Kota Surabaya, diarahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suwandi sebesar Rp 100 juta. Dan pada tanggal 15 Oktober 2017, bertempat di rumah terdakwa diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suandi sebesar 50 juta.
Selanjutna, pada tanggal 17 Oktober 2017 bertempat di RSUD Nganjuk diserahkan kepada kepada Taufiqurrahman senilai Rp 50 juta. Bahwa uang sebesar Rp 200 juta yang diterima Suwandi, kemudian diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Rosid Husein Hidayat selaku ajudan Bupati Nganjuk di sebuah rumah makan di Surabaya.
Pemberian uang sebesar Rp 400 juta kepada Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk melalui Joni Tri Wahyudi dan Suwandi, karena Taufiqurrahman telah mengangkat dirinya sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, dan para pegawai lainnya sesuai usulan terdakwa atau pemberian itu berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan di lingkungan RSUD Nganjuk yang bertentangan dengan kewajiban Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010.
Sementara Harjanto, memberikan uang sebesar Rp 500 juta terhadap Buapti Nganjuk, terkait pengankatannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk. Pemberian uang tersebut oleh terdakwa diberikan dalam beberapa tahap.
Pada sekitar bulan April 2017, terdakwa dihubungi Ibnu Hajar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk yang merupakan orang kepercayaan Taufiqurrahman, agar menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta untuk keperluan Taufiqurrahman yang sedang ada acara di Yogyakarta. Atas permintaan itu, terdakwa meminta Wisnu Anang Wibowo agar menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta, tetapi yang sanggup disediakan Wisnu Anak Wibowo hanya sebesar Rp 80 juta.
Setelah terdakwa menerima uang sebesar 80 juta itu, terdakwa kemudian menghubungi Ibnu Hajar dan menyampaikan bahwa uang sudah dapat diambil di rumahnya tetapi hanya Rp 80 juta. Ibnu Hajar Kemudian datang ke rumah terdakwa terletak di Desa Kwagean, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, lalu terdakwa menyerahkan uang sebesar 80 juta tersebut kepada Ibnu Hajar. Kemudian Ibnu Hajar menyerahkan uang tersebut kepada Taufiqurrahman yang masih berada di Yogyakarta.
Pemeberian uang suap terhadap Taufiqurrahman ternyata bukan hanya dari terdakwa Bisri dan Harjanto namun dari beberapa pejabat lainnya, diantaranya Dirut RSUD Kertoson Nganjuk, Tien Firdayani sebanyak 130 juta dengan Dua tahap, yakni sebesar Rp 100 juta dan Rp 30.000-000.
Selain itu, Dirut RSUD Nganjuk ini dikabarkan juga menerima sebuah Hand Phon dari Taufiqurrahman untuk memlancar komunikasi.
Anehnya, Taufiqurrahman tak mengakui satu pun pertanyaan JPU KPK, Penasehat Hukum terdakwa maupun Majelis Hakim. Pemberian uang dari anak buahnya itu tak diakuinya. Justru Taufiqurrahman mengatakan kepada Majelis Hakim, bahwa Bisri sengaja mau menjebaknya dengan memberikan uang sebesar Rp 100 juta.
Senin, 29 Januari 2018 saat Taufiqurrahman diperiksa sebagai saksi untuk Bisri dan Harjanto dalam kasus suap terhadap dirinya, membantah semua pertanyaan JPU KPK. Pada hal, Keterangan saksi pada persidangan sebelumnya, yakni Dirut RSUD Kertoson Nganjuk Tien Firdayani mengakui adanya permintaan dan pemberian uang dari Taufiqurrahman kepada Tien.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Nganjuk (kanan) dan Kepala Sekolah SMPN 2 Nganjuk |
Keterangan Ibnu Hajar pada persidangan session kedua yang mengatakan, bahwa taufiqurrahman meminta uang sebesar Rp 500 juta terkait pelantikannya sebagai Kela Dinas Pendidikan juga tak diakui Taufiqurrahman.
JPU maupun Majelis Hakim sempat dibuatnya kesal karena keterangannya yang selalu berusaha menutupi apa yang terjadi. Pengangkatan beberapa pejabat dilingkungan Kabupaten Nganjuk hanya berdsarkan penunjukan begitu saja tanpa melalui orsedur yang ada. Termasuk pengangkatan Ibnu Hajar.
Tarif yang dikenakan terhadap jabatan Kasi (Kepala Seksi) antara 20 hingga 30 juta rupiah, semetara untuk Kepala Dinas sebesar Rp 50 juta, seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar. Lagi-lagi hal ini pun tak diakui Taufiqurrahman.
Saat JPU Maupun menanyakkan Taufiqurrahman tentang rencana Istri Taufiqurrahman untuk mencalonkan menjadi Bupati Nganjuk dan kaitannya kedatangannya ke Jakarta sekaligus awal dari dirinya ditangkap KPK, juga tak diakuinya.
JPU KPK maupun Majelis Hakim tak memaksa Taufiqurrahkam untuk mengakui semua keterangan saksi pada sidang sebelumnya. Namun JPU akan membeber semua fakta dalam persidangan saat dirinya duduk sebagai pesakitan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :