0
#Terkait Kasus Korupsi Suap ke Komis B dari Kepala Dinas yang terjaring OTT oleh KPK pada Juni 2017 lalu
Foto atas dari kiri, terdakwa M. Basuki, Santoso dan Rahman Agung. Foto bawa JPU KP (kiri) dan Tim PH terdakwa
beritakorupsi.co – Mohammat Basuki, nama ini tak asing lagi di masyarakat Khususnya Kota Surabaya, selain pernah menjabat Ketua DPRD Surabaya di tahun 2000 an, lalu di tahun 2014 terpilih menjadi anggota DPRD Jawa Timur dan menjabat sebagai Ketua Komis B.

Namun nasibnya tragis, sebab Dua kali menduduki jabatan di DPRD, Dua kali pula masuk penjara dengan kasus yang sama, yakni Tindak Pidan Korupsi.

Kasus pertama yang menghantar Basuki ke penajra adalah kasus Korupsi Dana Kesehatan dan Biaya Operasional pada 2003 lalu sebesar Rp 2,7 milliyar, terkait terbitnya Surat Keputusan (SK) Nomor 3 Tahun 2002 serta 2 SK lain, yaitu SK Nomor 5 Tahun 2002 tentang tunjangan kesehatan dan SK Nomor 9 tentang biaya operasional. Dalam kasus ini, Basuki ditemani Ali Burhan selaku wakil Ketua DPRD Surabaya.

Pada tanggal 19 Juli 2003 lalu, M. Basuki dan Ali Burhan dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya di Jalan Arjuna No 16 – 18 Surabaya. Keduanya pun dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing 1 tahun dan 6 bulan. Serta pidana tabahan berupa pengembalian uang kerugian negra sebesar Rp 200 juta.
pada tanggal 19 Juli 2003 lalu, Basuki divonis pidana penjara 1 tahun dan 6 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya di Jalan Raya Arjuna Surabaya, serta pidana tabahan berupa pengembalian uang pengganti kurungan negra sebesar Rp 200 juta, 


Pada Oktober 2003, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Jalan Sumatra Surabaya, memberikan “bonus” hukuman menjadi 1 tahun penjara bagi Basuki. Setelah menjalani hukuman sebagai terpidana kasus Korupsi di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan), Basuki pun meninggalkan Lapas pada tahun 2004.

Pengalamannya sebagai anggota penghuni Lapas, tak membuat Basuki jera. Buktinya, setelah bebas dari Hotel Prodeo, mantan narapidana kasus Korupsi itu terpilih kembali menjadi anggota DPRD Jatim periode 2014 – 2019 dengan menduduki jabatan sebagai Ketua Komisi B.

Disaat menduduki jabatan terhormat di DPRD Jatim, Basuki mungkin lupa kalau dirinya pernah menjadi penghuni Lapas karena menikmati uang rakyat yang tidak semestinya. Dia pun kembali melakukan Korupsi dengan cara yang lebih halus namun tetap jahat. 

Basuku, Santoso adn Rahman Agung saat sidang tuntutan
Sebab KPK maupun para penggiat anti Korupsi mengatakan, bahwa perbuatan Korupsi adalah suatu kejahatan yang luar biasa, yang tidak meninggalkan bekas namun dapat merusak tatanan perekoniman bangsa dan negara.

Kasus kedua lebih tragis. M. Basuki, yang menjabat sebagai Ketua Komisi B DPRD Jatim, dijebloskan ke penjara oleh KPK pada Juni tahun 2017, setelah terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) karena menerima uang suap sebesar Rp 500 juta dari beberapa Kepala Dinas,  diantaranya dari Bambang Heriyanto selaku Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur dan Rohayati yang baru dilantik akhir Desember 2017 sebagai Plt. Kepala Dinas Peternakan Jatim.

Dalam kasus Korupsi Suap Operasi Tangkap Tangan kali ini, Basuki juga ditemani 6 orang masuk penjara, diantara Mohammat Ka’bil Mubarok  mantan Wakil Ketua Komis B, Santoso dan Rahman Agung, keduanya sebagai Staf di Komisi B DPRD Jatim sekaligus mewakili Basuki menerima uang “haram” dari beberapa Kepala Dinas sebagai mitra kerja Komisi B, agar “mengotak-atik” anggaran dan konerja para Kepala Dinas yang dilantik Gubernur Jatim ini.

Selain itu, Basuki juga ditemani Bambang Heriyanto (Kadis Pertanian) bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat, serta  Rohayati (Kepala dari Dinas ). Ketiganya sudah terlebih dahulu “dikirim” ke Lapas setelah divonis pidana penjara selaku pemberi uang “haram”, agar kenerja dan anggaran yang dipergunakannya bersumber dari APBD tidak “otak-atik” para Dewan yang terhormat ini.

Sebagai imbalan atas perbuatannya, Mohammat Basuki dihukum jauh lebih lama untuk menjadi penghuni Lapas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pada Senin, 29 Januari 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai Hakim Rochmat, dibantu 2 Hakim Ad Hock yakni Dr. Andriano dan Samhadi membacakan surat putusannya dalam persidangan yang dihadiri JPU Fitroh Rohcahyanto, Wawan W dkk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sementara terdakwa Basuki, Santoso, Rahman Agung dan Mohammat Ka’bil Mubarok (perkara terpisah) didampingi Penasehat Hukumnya masing-masing diantaranya Indar Priangkasa dkk.

Dalam amar putusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa 1 (Satu) Mohammat Basuki, terdakwa 2 Santoso dan terdakwa 3 Rahman Agung terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupis, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 12 huruf a jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana jo pasal 64 KUHP.

Sebelum dijatuhi hukuman pidana penjara,  Majelis Hakim terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan Khusus untuk Basuki sudah pernah dihukum, dan sebagai Ketua Komis B seharusnya dapat menghentikan perbuatan yang melnggar hukum. Serta tidak mendukung program pemerintah. Sementara yang meringankan terdakwa Santoso dan Rahman Agung, belum pernah dihukum dan juga sebagai Jastice Collabolator (JC).

“Mengadili; Menghukum terdakwa Mohammat Basuki dengan hukuman pidana penajara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta. Apa bila terdakwa tidak membayar, maka diganti kurungan selama 5 bulan. Serta menghukum terdakwa untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 225 juat. Apa bila terdakwa tidak membayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa akan disita oleh Jaksa dan dilelang sebagai pengganti kerugian negara. Apa bila harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti dengan penjara selama 1 tahun. Pidana tambahan berupa pencabutan hak jabatan publik (Politik) selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok (badan),” ucap Ketua Majelis Hakim.  

Sementara terdakwa Santoso dan Rahman Agung dipidana penjara masing-masing selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair 1 bulan kurungan. Serta pidana tambahan berupa membayar kerugian negara sebesar masing-masing sebesar Rp 15 juta subsidair 3 bulan penjara.

Pada sidang sebelumnya dalam perkara yang sama dengan terdakwa Mohammat Ka’bil Mubarok, dihukum pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 350 juta subsidair 3 bulan kurungan. Selain itu, Majelis Hakim juga menghukum terdakwa dengan mencabut hak jabatan publik (Politi) selama 3 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok (badan).

Hukuman pidana penjara yang dijatuhkan Majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutntan JPU KPK sebelumnya. Dalam tuntutan JPU KPK terhadapa Basuki dan Ka’bil Mubarok, masing-masing dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta subsidair 5 bulan kurungan serta membayar uang penganti kerugian negara sejumlah Rp 225 juat atau 2 tahun penajara untuk Basuki, dan Ka’bil Mubarok didenda senilai Rp 650 juta susidair 6 bulan kurungan tanpa uang pengganti. Namnun Keduanya dituntut untuk dihukum pencabutan hak politiknya masing-masing selama 5 tahun.

Sementara tuntutan JPU KPK terhadap Rahman Agung dan Santoso, dengan pidana penjara masing-masing selama 4 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurangan. Kedua terdakwa ini juga dituntut untuk membayar uang pengganti masing-masing sebesar Rp 15 juta, subside 1 tahun penjara.

Usai persidangan, Indra Priangkasa salah satu dari Tim PH terdakwa Basuki mengatakan, bahwa Majelis Hakim dianggap salah menerapkan pasal dalam putusan terhdap kliennya. Menurut mantan PH terdakwa Dahlan Iskan dan mantan Wakil Buapti Ponorogo ini, dalam dakwaan terdakwa didakwa meneriama suap pasal 11, tetapi dalam putusan dinyatakan melanggar pasal 12.

“Kami merasa Majelis Hakim salah menerapkan pasal. Karena dalam dakwaan, terdakwa didakwa menerima suapa sebagaiaman dalam pasal 11, tetapi dalam putusan pasal 12 menerima gratifikasi. Makanya kami masih pikir-pikir dulu,” ucap Indra.

Anang Basuki Rahmat (kiri) dan Bambang Heriyanto (kanan)
 Sementara JPU Wawan dari KPK ,saat ditanya wartawan media ini terkait tersangka baru dalam kasus pemberian suap dari beberapa Kepala Dinas terhadap terdakwa megatakan, bahwa ada peluang untuk membuka perkara baru. Alasannya, sesuai fakta persidangan dan putusan Majelis Hakim yang menyatakan, bahwa uang yang diterima terdakwa Basuki, juga dibagi-bagikan ke anggota Komisi B lainnya

“Berdasarkan fakta-fakta persidanagan dan putusan Majelis Hakim tadi, masih ada peluang bagi KPK untuk penyidikan lanjutan kasus ini, karena disitu kan ada penerimaan oleh anggota Komis B lainnya dan juga ada pemberian dari Dinas yang lain,” kata JPU KPK Wawan.

Ada kemungkinan tersangka baru dalam kasus ini terhadap anggota Komisi B dan Dinas lainnya ? tanya wartawan media ini kemudia.

Menurut JPU KPK Wawan, bahwa ada peluang untuk membuka penyidikan baru berdasarkan fakta persidangan dan putusan setelah incrah, namun Ia belum bisa memastikan saat ini.

“Kalau dari KPK belum bisa mengatakan pasti, tapi membuka ruang, Ia. Berdasarkan fakta persidangan dan putusan setelah inkrah membuka ruang, Ia. Dan itu menjadi dasar kita,” lanjut JPU KPK Wawan.

Apakah hanya untuk anggota Dewan atau juga Dinas yang lain ?. JPU KPK Wawan mejelaskan, ada penerimaan oleh anggota Komisi B yang lainnya dan aja juga yang member Dinas lain.

“Tadi kan sudah dikatakan, ada penerimaan oleh anggota Komisi B yang lain dan ada juga pemberian oleh Dinas yang lain. Dari 4, baru 2 Dinas yang menjadi terdakwa yaitu Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan. Yang belum adalah Dinas Pekebunan dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Dalam dakwaan ada 4 yaitu Dinas Perkebunan dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian yang belum. Dan dalam persidangan ada lagi dua yaitu Dinas Koperasi dan ada Satu lagi, saya lupa namanya. Walaupun uang itu belum diberikan tapi ada janji dan bukti percakapan. Karena dalam pasal 12 UU Korupsi, tidak hanya memberikan tapi juga janji. Karena ini sudah ketangkap makanya uang itu tidak jadi diberikan,” ujar Wawan kemudian.

Kasus ini bermula pada pada sekitar bulan Pebruari 2017, bertempat di Kantor DPRD Jatim, diadakan rapat dengar pendapat (Hearing) antara Bambang Heriyanto selaku Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jtim. Setelah selesai acara Hearing, Bambang Heriyanto, bertemu dengan  Moh. Ka’bil Mubarok.

Dalam pertemuan tersebut, Moh. Ka’bil Mubarok menyampaikan kepada Bambang Heriyanto, mengenai pemberian uang yang bersumber dari iuran Dinas-Dinas yang bermitra dengan komisi B Provinsi Jatim, akan berubah menjadi Triwulan, sehingga pemberiannya dilakukan 3 bulan sekali.

Pemberian uang Triwulan kepada komisi B DPRD Jatim tersebut, agar komisi B DPRD Jatim dalam rangka melakukan evaluasi Triwulan, tidak mempersulit Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim, terhadap pelaksanaan anggaran APBD 2017 dan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, sehingga tidak berdampak pada alokasi anggaran Dinas tahun berikutnya.

Bambang Heriyanto menyetujui perubahan yang disampaikan oleh Moh. Ka’bil Mubarok dengan nominal sebagaimana yang telah disepakati antara Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jatim, yaitu 1 tahun anggaran sebesar Rp 600.000.000, sehingga dibagi Triwulan menjadi Rp 150 juta.

Pemberian komitmen fee dan triwulan termasuk dari Dinas Peternkana terkait revisi Perda No 3 Thn 2012 tentang ternak sapid an kerbau di Jawa Timur serta dari Dinas-Dinas lainnya yang ada di lingkungan Pemprov Jatim, agar tidak dipersulit oleh Komisi B.

Sekitar bulan Maret 2017, Anang Basuki Rahmat selaku ajudan dari Bambang Heriyanto, menerima telepon dari Moh. Ka’bil Mubarok, untuk bertemu di ruas jalan Perumahan Central Park Ketintang Surabaya, kemudian dilakukan pertemuan dan pembicaraan di dalam mobil Fortuner milik Moh. Ka’bil Mubarok, yang membicarakan agar Anang Basuki Rahmat menyampaikan kepada Bambang Heriyanto  untuk segera menyetorkan uang sebesar Rp 150 juta, sebagai komitmen Triwulan pertama pada Moh. Ka’bil Mubarok.

Setelah pertemuan tersebut, Anang Basuki Rahmat melaporkan Bambang Heriyanto, mengenai adanya permintaan uang sebesar Rp 150 juta, sebagai komitmen Triwulan pertama. Kemudian, Anang Basuki Rahmat menawarkan bantuan dengan cara meminjamkan uangnya kepada Bambang Heiyanto, dan Bambang Heriyanto pun menyetujuinya.

Rohayati
 Masih pada bulan yang sama, Anang Basuki Rahmat, menghubungimu Moh. Ka’bil Mubarok melalui telepon menyampaikan bahwa, uang sebesar Rp 150 juta telah siap untuk diserahkan. Kemudian Moh. Ka’bil Mubarok, mengajak Anang Basuki Rahmat untuk bertemu kembali di ruas Jalan Perumahan Central Park Ketintang Surabaya. Setelah disepakati tempat pertemuan, Anang Basuki Rahmat pun langsung menghampiri mobil Fortuner milik Moh. Ka’bil Mubarok, sambil membawa Paper Bag yang berisi uang sebesar Rp 150 juta dan menyerahkannya kepada Moh. Ka’bil Mubarok.

Dalam perjalanan pulang, Anang Basuki Rahmat melaporkan kepada Bambang Heriyanto melalui SMS yang berisi, “proposal” sudah diterima oleh komisi B, yang dijawab oleh Bambang Heriyanto “Oh ya terima kasih”. Setelah menerima uang komitmen Triwulan pertama tersebut, Moh. Ka’bil Mubarok membagikan kepada pimpinan, anggota dan staf dari komisi B DPRD Jatim.

Sekitar Mei 2017, terjadi pergantian wakil ketua komisi B DPRD Jatim, dari Moh. Ka’bil Mubarok kepada Anis Maslachah.  Sedangkan untuk ketua komisi B, Masih dijabat oleh Muhammad Basuki, sebagaimana keputusan pimpinan DPRD.

Masih bulan yang sama, dilakukan hearing kembali antara Bambnag Heriyanto yang diwakili Ahmad Nurfalaki dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B, untuk membahas kebutuhan pokok menjelang bulan Ramadhan. Sebelum dilakukan hearing, Bambang Heriyanto dipanggil oleh Muhammad Basuki keruangannya, dan menanyakan perihal, komitmen Triwulan 2 sebesar Rp 150 juta, yang belum dipenuhinya, sambil mengatakan “iuran sekarang saya yang pegang, karena Pak Ka’bil pindah ke Komisi E, nanti untuk evaluasi Triwulan ke II ditiadakan”. Dan Bambang Heriyanto menjawab akan mengusahakan secepatnya.

Dalam surat dakwaan JPU KPK terungkap pula, bahwa atas permintaan Mochammad Basuki, Bambang Heriyanto mengumpulkan pejabat Eselon III berjumlah 13 orang yang terdiri dari, Kabid dan kepala UPTD. Pada pertemuan tersebut, Bambang Heriyanto menyampaikan, adanya kebutuhan uang sebesar Rp 150 juta, terkait komitmen Triwulan ke II kepada komisi B DPRD Jatim, untuk evaluasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017, dan kemudian hal itu disepakati oleh masing-masing Eslon III, akan mendapat tanggung jawab sebesar Rp 17. 500.000, yang nantinya uang tersebut dikumpulkan melalui Sri Wilujeng, selaku staf keuangan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim.

Pada tanggal 2 Juni 2017, Mochammad Basuki melalui telepon, terkait belum adanya kepastian mengenai pemberian komitmen Triwulan ke II, diterima sebelum tanggal 15 Juli 2017. Bambang Heriyanto menyatakan kesiapannya, untuk menyerahkan komitmen perubahan kedua Paling lambat hari Senin, tanggal 5 Juni 2017, yang akan diserahkan Bambang Heriyanto kepada staf Mochammad Basuki di kantor DPRD Provinsi Jatim

Beberapa hari kemudian, Bambang Heriyanto memanggil Sri Wilujeng dan menanyakan mengenai pengumpulan uang pemenuhan komitmen Triwulan ke II kepada komisi B. Saat itu, Sri Wilujeng mengatakan, uangnya sudah terkumpul sebesar Rp 150 juta. Dan kemudian, uang tersebut diserahkan Bambang Heriyanto. Setelah menerima uang tersebut, Bambang Heriyanto mendatangi Anang Basuki Rahmat di ruangannya, sambil membawa Paper Bag yang berisi uang sebesar Rp 150 juta, untuk diserahkan kepada Mochammad Basuki sambil mengatakan, disampaikan ke komisi B.

Uang sebesar Rp 150 juta diamasukkan ke dalam Paper Bag motif batik, dan Anang Basuki Rahmat  menghubungi Rahmat Agung, staf komisi B DPRD Jatim melalui telepon dan meminta nomor handphone Mochammad Basuki, lalu Rahman Agung,  mengirimkan nomor handphone Mochammad Basuki kepada Anang Basuki Rahmat melalui pesan pendek (SMS).

Anang Basuki Rahmat kemudian menghubungi Mochammad Basuki melalui telepon, minta arahan mengenai penyerahan uang Triwulan ke II dari Bambang Heriyanto, dengan istilah “proposal” akan diserahkan langsung kepada Mochammad Basuki, atau melalui Rahman Agung, dan dijawab oleh Mochammad Basuki, agar diserahkan kepada Rahman Agung.

Selanjutnya, Anang Basuki Rahmat menghubungi Rahman Agung melalui telepon, Anang Basuki Rahmat akan berangkat menuju kantor DPRD untuk menyerahkan uang Triwulan ke II dengan didampingi oleh supir kantor yaitu, Mulyono.

Sesampainya dikantor DPRD Provinsi Jawa Timur, Anang Basuki Rahmat langsung menuju ruang komisi B sambil membawa Paper Bag motif batik yang berisi uang sebesar Rp 150 juta, dan bertemu dengan Santoso yang juga staf komisi B.

Kemudian Anang Basuk Rahmat menanyakan kepada Santoso, mengenai keberadaan Rahmat Agung, namun ternyata Rahman Agung tidak berada ditempat, sehingga Anang Basuki Rahmat menyerahkan Paper Bag motif batik yang berisi uang tersebut kepada Santoso, dan mengatakan, untuk “Pak Basuki”.

Setelah itu, Anang Basuki Rahmat memberikan uang sebesar Rp 500.000 sebagai tanda pertemanan antara Anang Basuki Rahmat dengan Santoso. Tak lama kemudian, setelah uang tersebut diserahkan Anang Basuki Rahmat kepada Santoso, keduanya pun langsung diringkus Tim KPK untuk diproses hukum. (Redaksi).

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top