beritakorupsi.co – “Hanya Keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali.” Peribahasa ini sepertinya tak berlaku bagi Direktur CV Global Inc, yang saat ini berstatus terpidana 5 tahun penjara di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Kelas II A Jambi, Sumatra Selatan.
Pasalnya, Nur Sasongko selaku Direktur CV Global Inc ini berstatus terpidana kasus Korupsi pembangunan pabrik sawit mini di SMKN 1 Sarolangun Jambi pada tahun 2009 lalu. Dalam kasus ini, pada tanggal 18 April 2016, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jambi menghukum pengusaha kontraktor ini dengan hukuman pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta susider 3 bulan kurungan. Selain itu, pengusaha yang memiliki istri 3 di Surabaya ini juga dihukum untuk membayar kerugian negara sebesar Rp 1,6 M atau hartanya disita kalau tidak dibayar subside 2 tahun penjara bila tidak dibayar.
Vonis itu memang lebih ringan dari tuntutan JPU, yang menuntut Nur Sasongko dengan pidana penjara selama 7,5 tahun dan denda Rp 200 juta subside 6 bulan kurungan, serta menuntutnya untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp1,6 milyar subsider 3,8 tahun penjara.
Kasus ke- 2. Nur Sasongo yang masih menjalani hukuman pidana penjara di Lapas Jambi, terseret lagi dalam kasus Korupsi DAK Pendidikan proyek pengadaan alat peraga untuk 164 Sekolah Dasar di Kabupaten Ponorogo tahun 2012 dan tahun 2013 lalu, yang menelan anggaran dari APBD sebesar Rp 8,1 M dan merugikan keuangan negara sejumlah Rp 4,5 M bersama Anang Prasetyo (Staf Marketing CV Global Inc), Keke Aji Novalin (Staf Administrasi CV Global Inc), dan Hartoyo salah satu anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Madiun, yang menajdi “calo” CV Global untuk mendaptkan proyek. Kasus ini juga menyeret Wakil Bupati Ponorogo, Yuni Widyaningsih
Dalam kasus ini, terpidana/terdakwa Nur Sasongko yang didampingi Suryono Pane, mantan Ketua Panwaslu Pasuruan ini sebagai Penasehat Hukumnya, dituntut ringan bersama 3 terdakwa lainnya, dengan pidana penjara selama 1,6 tahun oleh JPU Beni Nugroho dari Kejari Ponorogo, dan kemudian divonis ringan pula oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, dengan hukuman pidana penjara selama 1,3 tahaun dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan, pada 4 Agustus 2015.
Hukuman ringan juga dijatuhkan terhadap 3 terdakwa lain, yakni Anang Prasetyo, Keke Aji Novalin, dan Hartoyo masing-masing 1 tahun penjara. Sementara terdakwa Yuni Widyaningsih divonis pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dari tuntutan 5 tahun, denda sebesar Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan, serta dihukum pidana membayar uang penganti sebesar Rp Rp 600 juta subside 1 tahun penjara. Tak terima dihukum “ringan”, terdakwa Yuni Widyaningsih banding. Dan hukuman pun diperberat oleh Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur menjadi 3 tahun penjara.
Kasus yang ke- 3. Nur Sasasongko terseret lagi dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi pengadaan Alat Laboratorium SMKN 2 Kota Mojokerto tahun 2013 lalu, yang menelan anggaran sebesar Rp 3.353.000.000 yang merugikan keuangan negara senilai Rp 1.202.705.668.000 bersama dengan Hartoyo (broker proyek), Moch Armanu (Direktur PT Integritas Pilar Utama), Nurhayati (Pejabat Pembuat Komitmen) dan Moch Hadi Wiyono (Ketua Panitia Pengadaan Barang).
Kali ini, Nur Sasongko akan menghuni Hotel Prodeo alias penjara setelah JPU Agustri Hartono dkk dari Kejari Kota Mojokerto menuntut pidana penjara selama 6 tahun dan 2 bulan, denda sebesar Rp 250 juta subside 4 bulan kurungan. Selain itu, Direktur CV Global yang selalu dikunjungi istri ke duanya disetiap persidangan dituntut untuk mengembalikan uang yang “dinikmatinya” sejumlah Rp 500 juta subsider 4 tahun penjara. Sehingga total hukuman yang dituntut JPU terhadap terpidana, mantan terpidana kasus Korupsi sekaligus terdakwa Nur Sasongko selama 10 tahun dan 6 bulan.
Jumat, 19 Januari 2018, JPU Agustri Hartono dkk dari Kejari Kota Mojokerto, membacakan surat tuntutannya di dihadapan Majelis Pengadilan Tipikor pada Negeri Surabaya yang diketuai Hakim I Wayan Sosisawan dalam 2 session, yang pertama dengan terdakwa Nur Sasongko dan Moch Hadi Wiyono (satu perkara) dan session Kedua dalam Satu perkara dengan terdakwa Moch. Armanu (Direktur PT Integritas Pilar Utama berinisial), Hartoyo (broker proyek) dan Nurhayati selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Para terdakwa ini didampingi Penasehat Hukum (PH), diantaranya M. Harjono, Ucuk Agiyanto dkk.
Dalam surat tuntutan JPU menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa (Nur Sasongko, Moch Hadi Wiyono, Moch. Armanu, Hartoyo, Nurhayati) diancam pidana sebagaimana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
“Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Negeri Surabaya untuk menyatakan, bahwa terdakwa Nur Sasongko terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana dakwaan primer. Menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 tahun dan 2 bulan, denda sebesar Rp 250 juta. Apabila terdakwa tidak dibayar, maka diganti kurungan selama 4 bulan. Menghukum terdakwa untuk membayar kerugian negara sebesar Rp 500 juta satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (Incrah). Apabila terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya akan disita untuk dilelang sebagai pengganti kerugian negara. Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti hukuman 4 tahun penjara,” ucap JPU.
Sementara terdakwa Moch. Hadi Wiyono dituntut penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 250 juta subside 4 bulan kurungan. Terdakwa M. Hadi Wiyono juga dituntut pidana mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 5 juta atau dipenjara selama 2 tahun dan 4 bulan. Tuntutan yang sama juga diberikan terhadap terdakwa Nur Hayati. Bedanya, Nur Hayati tidak dihukum pidana tambahan berupa pengembalian kerugian negara.
Dan untuk terdakwa Armanu, dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 250 juta subside 4 bulan kurungan. Terdakwa Armanu juga dituntut untuk membayar kerugian negara sebesar Rp 500 juta subside 4 tahun penjara. Sementara untuk terdakwa Hartoyo, dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan 2 bulan, denda sebesar Rp 250 juta subside 4 bulan kurungan serta membayar kerugian negara senilai Rp 500 juta subsider 4 tahun penjara.
Atas tuntutan JPU, Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosisawan memberikan kesempatan terhadap masing-masing terdakwa ataupun melalui PH-nya untuk menyampaikan Pledoi (Pembelaan) pada persidangan berikatnya. “Saudara diberi kesempatan untuk menyampaikan pembelaan atau melalui Penasehat Hukum saudara,” ucap Hakim I Wayan.
Usai persidangan, kepada wartawan media ini, istri kedua terdakwa mengatakan keinginannya agar suaminya lekas keluar dari balik jeruji besi alias penjara dengan membayar denda dan uang pengganti yang harus dibayar dalam kasus ini maupun dalam kasus Korupsi di Jambi.
“Kalau dibayar semua bisa nggak mengurus PB atau bebas bersyarat. Ia menjual hartanya (Nur Sasongko),” ucap istri terpidana/terdakwa.
Terpisah. PH terdakwa Nur Sasongko kepada wartawan media ini, terkait denda yang dituntut JPU terhadap terdakwa mengatakan, bahwa itu termasuk ringan bila dibandingkan dengan denda sebear Rp 250 juta,
“Ia entenglah, lebih baik dijalani dari pada dibayar,” kata PH terdakwa.
Kasus ini berawal pada tahun 2013 lalu. Pemerintah Kota Mojokerto mengucurkan dana melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkot Mojokerto untuk pengadaan alat-alat laboratorium dan alat praktikum di SMKN 2 Kota Mojokerto dengan anggaran sebesar Rp 3.353.000.000.
Berdasarkan fakta persidangan, dari pengakuan Gaguk Tri Prasetyo dihadapan Majelis Hakim mengatakan, bahwa penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sudah dibuat pada bulan Maret 2013, namun pelaksanaan lelang dilaksanakan pada Oktober 2103 setelah Gaguk Tri Prasetyo pindah jabatan menjadi Sekda Kabupaten Blitar
Untuk proyek pengadaan alat-alat laboratorium dan alat praktik SMKN 2 Kota Mojokerto tahun 2013, dilaksanakan di bawah tanggung jawab Gaguk Tri Prasetyo selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto.
Namun dalam pelaksanaannya, diduga terjadi mark up atau penggelembungan harga barang dari 1 juta rupiah menjadi Rp 6 juta. Selain itu, ada beberapa pengadaan alat yang tidak dibutuhkan di SMKN 2 Mojokerto seperti alat praktik IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
Selain itu, terungkap pula dalam persidangan, adanya pertemuan antara Hartoyo, dan Nur Sasongko dengan Kepala Dinas sebelum pelaksanaan lelang. Pertemuan itu diduga kuat agar proyek tersebut dikerjakan oleh pihak Hartoyo. Dari pengakuan Hartoyo, bahwa dia telah memberikan sejumlah uang terkait proyek tersbut.
Tak hanya disitu. Pengakuan Gaguk Tri Prasetyo dihadapan Majelis Hakim, bahwa HPS untuk pengadaan anggaran tahun 2012, diserahkan ke Konsultan. Alasannya, karena Gaguk Tri Prasetyo tidak mengerti tentang HPS dan belum mengantongi sertifikasi pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Perpres No 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Prepres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Namun, mantan orang nomor Satu di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkot Mojokerto itu tidak diminta pertanggung jawabannya dihadapan hukum. Pada hal, Gaguk Tri Prasetyo sempat “pucat” saat Majelis Hakim menanyakkannya terkait pengakuan terdakwa Hartoyo dan juga proses pembuatan HPS.
Akibat dari ulah para terdakwa maupun pejabat lainnya di Dinas pendidikan Pemkot Mojokerto terkait proyek pengadaan alat Laboratorium dan alat praktek SMKN 2 Mojokerto yang didanai dari uang rakyat ini, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.202.705.668.000 berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh tim BPKP perwakilan Jawa Timur.
Apakah Ke- 5 terdakwa ini akan divonis sesuai dengan tunutan JPU atau akan diovonis dibahwa tuntutan JPU ? lalu, apakah dalam putusan Majelis Hakim akan menyebutkan pihak-pihak lain yang turut bertanggung jawab atas kerugian negara ? (Redaksi).
Posting Komentar
Tulias alamat email :