0
#2 terdakwa sama - sama berstatus terjaring OTT, yang 1 pengusuha menyuap dengan mobil mewah seharga Rp 1,6 M dituntut 2 tahun denda Rp 50 juta dan yang 1 hanya sebagai bawahan yang melaksanakan perintah dituntut 2,6 tahun penjara denda Rp 250 juta#

beritakorupsi.co – Filipus Djap, terdakwa si penyuap Wali Kota Batu periode 2012-2017 Eddy Rumpoko yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), dituntut ringan yakni 2 tahun penjara oleh JPU KPK pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN)  Surabaya di Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jumat, 5 Januari 2018.

Sidang dengan agenda pembacaan surat tuntutan itu diketuai Majelis Hakim Rochmat. JPU KPK Feby Dwiyandospendy dkk memebeberkan perbuatan terdakwa dalam surat tuntutannya, bahwa terdakwa Filipus Djab adalah pengusaha kontraktor (Direktur PT Dailbana Prima) ini tak asing lagi dikalangan pejabat Pemkot Batu, Malang Jawa Timur, ditangkap KPK bersama Eddy Rumpoko di rumah dinas Wali Kota Batu pada 16 September 2017 sekitar pukul 13.00 WIB, saat terdakwa hendak menyerahkan uang suap sebesar Rp 200 juta dari total 500 juta rupiah termasuk untuk pelunasan sebuah mobil mewah merk Toyota Alphard seharga Rp 1,6 milliar.

Sebelum ke rumah dinas Wali Kota Batu, sekitar pukul 12.30 WIB terdakwa Filipus sudah terlebih dahulu bertemu dengan Edi Setiawan selaku Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemkot Batu untuk menyerahkan fee sebesar Rp 100 juta.

Menurut JPU KPK, Pemberian uang suap itu diduga berkaitan dengan proyek Pemkot Batu yang dikerjakan oleh PT Dailbana Prima pada tahun 2016 dan proyek pengadaan meubelair tahun anggaran (TA) 2017 sebesar Rp 5,26 miliar dimana PT Dailbana Prima adalah selaku pemenang tender.

JPU KPK menyatakan, perbuatan terdakwa melanggar pasal pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

“Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara ini, untuk menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama Dua tahun dan denda sebesar Lima puluh juta rupiah subsider Dua bulan kurungan,” ucap JPU KPK.
 Tuntutan JPU KPK terhadap terdakwa Filipus Djab tergolong ringan bila dibandingkan dengan terdakwa/terpidana kasus suap OTT PT PAL yakni Agus Nugroho, Direktur Umum PT Perusa Sejati yang ditangkap KPK bersama Arif Cahyana selaku Kepala Perbendaharaan (GM Keuangan) PT PAL, pada tanggal 30 Maret 2017 lalu, dituntut pidana penjara selama 2,6 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta subside 6 bulan kurungan.

Agus Nugroho dan Filipus Djab sama-sama berstatus terjaring Operasi Tangkap Tangan oleh KPK. Pasal yang dikenakan pun sama pula. namun peran kedua “tokoh” ini berbeda.

Agus Nugroho ditangkap KPK dikantornya beberapa saat setelah menyerahkan uang sebesar USD $25.000 atau setara dengan nilai rupiah 325 juta rupiah kepada PT PAL melalui Arif Cahyana di kantor PT Perusa Sejati.

Uang sebesar USD $ 25.000 itu adalah uang chas back Direksi PT PAL dari  Liliosa AA savedra (Anday) selaku CEO Ashanty Sales Incoporation melalui Kirana Kotama, pemilik PT Perusa Sejati. Kemudian Kirana Kotama memerintahkan Agus Nugroho untuk menyerahkan uang tersebut kepada Direksi PT PAL melalui Arif Cahyana.

Ashanty Sales Inc. adalah salah satu perusahaan di Fhilipina yang menjadi agen PT PAL untuk mendapatkan proyek pembangunan 2 kapal perang jenis SSV (Strategic Sealift Vessel) milik pemerintah Fhilipina. Sementara PT Perusa Sejati adalah sebagai perwakilan Ashanty Sales di Indonesia.

Sebagai Agen PT PAL, Ashanty Sales memperoleh fee agen sebesar 3,5 persen dari nilai kontrak 2 kapal perang milik pemerintah Filipina senilai USD $86.987.832,5. Dan 1,25 persen dari nilai kontrak 2 kapal itu adalah sebagai uang cash back untuk PT PAL yang digabungkan ke fee agen Ashanty Sales, sehingga totalnya menjadi 4,75 persen atas persetujuan rapat BOD (Board Of Directors) atau seluruh Direksi.

Namun sial, perintah Kirana Kotama justru menghantarkan Agus Nugroho ke Hotel Prodoe alias penjara, sementara Kirana Kotama dan Liliosa AA Savedra “tersenyum ibarat penonton film komedi”.

Peran terdakwa Filipus selaku pengusaha yang langsung menyuap Wali Kota Batu dengan sebuah mobil mewah seharga Rp 1,6 milliar itu sudah jelas berbeda dengan Agus Nugroho yang hanya menjalankan perintah sang Bos besar. Namun tuntutan pidana penjara lebih berat diberikan kepada Agus.

Apakah hukuman terhadap terdakwa yang hanya sebagai perantara lebih berat  darai pada si penyuaplangsung ? Yang pasti hanya JPU KPK yang mengetahuinya.

Terkait tuntutan JPU KPK terhadap terdakwa Filipus, PH terdakwa mengatakan sangat menghormatinya. Namun Luhut Simanjuntak menjelaskan, akan membeberkan terkait mobil yang diberikan terdakwa terhadap Eddy Rumpoko.

“Kalau tuntutan Jaksa kita menghormati, namun dalam persindangan kita akan menjelaskan terkait mobil yang dibantah saksi(Eddy Rumpoko) dalam persidangan.

“Kalau tuntutan Jaksa kita menghormati. Tapi kita akan menjaskan dalam pledoi nanti terkait mobil yang diberikan terdakwa terhadap saksi,” kata Luhut kepda wartawan seuasi persidangan.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top