#Terkait Kasus Kurupsi Suap APBD-P untuk Ketua DPRD Malang, Sekda Cipto Wiyono menerima Rp 200 juta dari Rp 900 juta yang dikumpulkan oleh Tedy Sujadi Sumarna dari para Kontraktor#
beritakorupsi.co – Tak heran memang, bila banyak pihak berlomba dan berharap dengan “berbagai cara” untuk maju menjadi Caleg (Calon Legislatif) yang diusung oleh berbagai Parpol serta terpilih menjadi anggota Dewan yang terhormat.
Janji politik tak sulit diucapkan saat kempanye dihadapan ratusan bahkan ribuan masyarakat. Sebab “Lidah tak bertulang”, sebatas mengucapkan memang memang tak ada yang melarang selama tidak melanggar norma-norma hukum yang berlaku di negeri ini.
Namun timbul pertanyaan. Benarkah janji politik itu dijalankan para Caleg yang kemudian terpilih menjadi anggota Dewan ? Atau hanya “sebatas” janji agar masyarakat terbius lalu memilihnya ? Bagaimana dengan gaji yang mereka terima yang berasal dari hasil keringat rakyat ? Apakah setiap anggota Dewan hanya menerima gaji atau ada “uang siluman yang menjadi harapan” yang jauh lebih besar dari gaji untuk menambah pundi-pundinya ?.
Faktanya, tidak sedikit anggota DPR RI, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota yang dijebloskan ke penjara oleh aparat pengak hukum (APH) karena kasus Korupsi yang dilakukannya bersama pihak lainnya.
Seperti kasus yang menjerat Ketua DPRD Malang Moch. Arif Wicaksono yang berstatus tersangka dan di tahan oleh penyidik KPK dalam kasus suap sebesar Rp 700 juta dalam pembahsan APBD Perubahan Kota Malang tahun 2015 lalu bersama terdakwa selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, yang saat ini diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Uang Rp 700 juta itu disebut istilah uang ‘Pokir’ untuk DPRD Malang, atas permintaan tersangka Moch. Arif Wicaksono kepada Wali Kota Malang Moch. Anton, agar DPRD Malang tidak mempermasalahkan melainkan menyetujui Perubahan APBD TA 2015 yang diajukan Pemkot Malang.
Lalu, uang itupun dibagi-bagi. jatah untuk Ketua DPRD sebesar Rp 100 juta, jatah untuk Wakil Ketua dan Ketua Fraksi masing-masing Rp 15 juta dan setiap anggota DPRD Malang yang jumlahnya 45 orang kebagian Rp 12.500.000.
Tenyata, yang di terima angota DPRD Malang tidak hanya uang ‘Pokir’ meliankan ada istilah uang ‘sampah’ yang jumlahnya untuk masing-masing anggota sebesar Rp 500 ribu. Sehingga jumlah yang diterima setiap anggot sebesar Rp 17.500.000.
Hal itu terungkap dari keterangan 2 anggota DPRD Malang yang dihadirkan JPU KPK sebagai saksi untuk terdakwa Jarot Edi Sulistiyono, dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai H.R Unggul Warso Mukti, pada Selasa, 20 Pebruari 2018.
Kedua anggota DPRD Malang itu adalah Subur dari Fraksi PAN dan Suprapto Ketua Fraksi PDIP. Selain Kedua anggota Dewan yang terhormat ini, JPU KPK juga menghadirkan 3 saksi lainnya diantaranya Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang, Nunu (Bidang Perencanaan PUPPB Kota Malang) dan Retno selaku bagian Keuangan Dinas PUPPB Kota Malang.
Persidangan digelar dalam 2 session, yang prtama saksi Nunu dan Retno. Kemudian Tedy Sujadi Sumarna, Suprapto dan Subur. Subur adalah anggota DPRD Malang untuk yang ketiga Priode, yang sebelumnya Subur diusung oleh Partai Demokrat (PD). Subur juga pernah menjadi saksi dalam kasus Korupsi yang melibatkan Nazarudi, Bendahar Umum PD. Dimana Subur menjadi penghubung antara Rosalina Manullang dengan salah satu Rektor PTN.
Kepada Majelis hakim, Kedua anggota DPRD Malang ini mengakui, bahwa uang yang diterimanya dari Moch. Arif Wicalsono adalah berkaitan dengan pembahasan APBD Kota Malang, agar tidak ada yang keberatan melainkan menyetujui.
“Masing-masing Rp 12.500.000 untuk anggota dan Rp 15 juta untuk Ketua Frkasi. Uang sampah besarnya Rp 500 ribu. Tiap anggota menerima Rp 17.500.000 dan Rp 500 ribu dipotong untuk Fraksi,” kata Suprapto yang di Ia kan saksi Subur.
Kedua anggota Dewan yang terhormat ini juga mengakui, bahwa anggota DPRD Malang sempat memprotes dan “berunjuk rasa” hendak menginap dirumah Dinas Ketua DPRD Malang karena uang yang diterimanya kurang banyak.
Subur mengatakan, pembahasan APBD P TA 2015 yang diajukan Pemkot Malang hanya seminggu, pada hal pembahasan TA sebelumnya memakan waktu lama.
“Cepat, kalau sebelumnya lama,” kata Subur.
Dari pengakuan saksi Suprapto, pembahasan APBD-P Kota Malang ternyata untuk menghapus atau menggeser anggaran pada Dinas PU terkait proyek Jembatan Kedungkandang dan saluran (Drenaise).
“Menggeser anggaran di Dinas PU untuk Jembatan Kedungkandang dan saluran (Drenaise),” jawab Suprapto atas pertanyaan Ketua Majelis Hakim.
Dari data yang dimiliki beritakorupsi.co terkait proyek Jembatan Kedungkandang di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Malang menelan anggaran sebesar Rp 54.183.811.000 dari APBD sejak tahun 2012 lalu dikerjakan oleh PT Nugraha Adi Taruan (Group PT Surya Graha Semesta) Jalan Rungkut Megah Raya, Surabaya, berdasarkan surat penunjukan Penyedia No. 056/BM-SDA/35.73.301/2012 tanggal 11 April 2012 dan Surat Perjanjian No. 056/75/BM-SDA/35.73.301/2012 tanggal 1 Mei 2012 serta Surat Perintah MulaiKerja (SPMK) No. 056/83/BM-SDA/35.73.301/2012 tanggal 26 Juni 2012. Dan proyek tersebut hingga saat ini macet alias magkrak.
Menjadi pertanyaan, apakah “uang” menjadi patokan bagi Dewan setiap pembahasan APBD yang diajukan Pemerintah ? lalu pemerintah akan melakukan yang sama terhadap pihak lain seperti yang terjadi dalam kasus suap OTT Bupati Nganjuk dan Wali Kota Malang serta Buapti Jombang ?
Pembahasan APBD atau anggaran tidak hanya terjadi di DPRD Malang, melainkan di DPRD Kota Mojokerto dan DPRD Provinsi Jawa Timur, seperti yang terungkap dalam persidangan beberapa waktu lalu.
Sementara saksi Tedy Sujadi Sumarna menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang yang berhasil dikumpulkan dari para Kontraktor sebesar Rp 900 juta. Uang sebesar Rp 200 juta diseerahkan ke Sekda Cipto Wiyono melalui orang kepercayaannya yang ada di rumah dinas Sekda, sementara yang Rp 600 juta diserhkan ke Moch. Arif Wicaksono.
“Yang terkumpul Rp 900 juta dari kontraktor. Dua ratus juta ke Sekda melalui orang yang ada di rumah dinas Sekda, saya nggak tau namanya. Yang Enam ratus ke Ketua (Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono),” kata Tedy
Keterangan Tedy ini tak jauh beda dengan keterangan saksi sebelumnya yakni Nunu dan Retno. Saksi Nunu mengatakan kepada Majelis Hakim, bahwa dirinya mengumpulkan uang sebanyak 3 kali, yakni yang pertama sebesar 250 juta rupiah, kemudian 100 juta dan 50 juta.
“Saya diperintahkan Pak Jarot melalui telepon,” kata Nunu.
Seusai persingan, saat wartawan media ini menanyakkan terhadap Kedua anggota DPRD Malang Subur dan Suprapto, terkait uang ‘Pokir’ dan uang ‘Sampah’ yang diterimanya, ternya belum dokembalikan hingga saat ini.
“Belum dikembalikan,” kata kedua anggota Dewan ini singkat. “Masih ingat juga sama saya ya,” lanjut Subur.
Kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat badan anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang, tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji bersama-sama dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto, bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar dan tidak ada intrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015. Moch. Anton menyanggupinya Dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono terkait dengan penyiapan uang untuk anggota DPRD Kota Malang, guna memperlancar persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Kemudian terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Tedy Sujadi Sumarna menghadap Cipto Wiyono dan mendapat perintah untuk meminta uang kepada para rekanan pemborong di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta, untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono guna mendapatkan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015, dan Tedy Sujadi Sumarna menyanggupinya. Selanjutnya Tedy Sujadi Sumarna melaporkannya kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Tedy Sejadi Sumarna segera melaksanakan perintah Cipto Wiyono untuk mengumpulkan uang yang dimaksud.
Pada tanggal 8 Juli 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.
Pada tanggal 17 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk DPRD Kota Malang, yang kemudian dijawab, bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono bersepakat dengan Cipto Wiyono melakukan penundaan agenda pengambilan keputusan DPRD, untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan raperda APBD Tahun Anggaran 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp 700 juta. Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dias Moch. Arif Wicaksono di Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD Kota Malang, dan sisanya sebesar Rp 600 juta untuk bagian seluruh anggota DPRD Kota Malang di bungkus tersendiri.
Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna mengantarkan dan menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis” dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih. kepada terdakwa bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono.
Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto dating, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp 600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).
Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD dan Ketua Fraksi sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp 12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan kegiatan penyampaian pendapat akhir Fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2015, yang akhirnya menyetujui rancangan APBD tahun 2015 menjadi P-APBD tahun 2015 Kota Malang. Persetujuan tersebut dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :