0
#Terkait pengadaan alat Peraga dan Laboratorium di SMKN 2 Kota Mojokerto Tahun 2013 sebesar Rp 3.302.705.000 dengan kerugian negara Rp 1,1 M#
beritakorupsi.co – Salah Satu “otak” dari kasus Korupsi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kota Mojokerto tahun 2013 lalu dinyatakan terbukti bersalah dan divonis pidana penjara selama 7 tahun dengan rincian, pidana pokok 5 tahun dan pidana 2 tahun penjara apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti kerugian negara yang dinikmatinya sebesar Rp 400 juta.

Hal itu dinyatakan dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dalam persidangan dengan agenda pembacaan putusan untuk 3 terdakwa, yakni Hartoyo, Moch. Armanu (Direktur PT Integritas Pilar Utama) dan Nurhayati (Pejabat Pembuat Komitmen) masing-masing dengan perkara terpisah, pada Selasa, 20 Pebruari 2018.

Sementara untuk terdakwa Nur Sasongko dan Moch. Hadi Wiyono akan divonis pada tanggal 5 Maret 2018 mendatang.

Dalam kasus ini, Kejari Kota Mojokerto menetapkan 5 tersangka diantaranya Hartoyo (broker proyek), Nur Sasongko (Direktur CV Global Inc), Moch. Armanu (Direktur PT Integritas Pilar Utama), Nurhayati (Pejabat Pembuat Komitmen), Moch Hadi Wiyono (Ketua Panitia Pengadaan Barang) dengan perkara masing-masing terpisah.

Hartoyo, terdakwa yang juga mantan terpidana kasus Korupsi DAK Pendidikan Kabupaten Ponorogo ini, oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menyakatakan sebagai salah satu “otak” dari terjadinya kerugian negara dalam proyek pengadaan alat Laboratorium SMKN 2 Kota Mojokerto yang  menelan anggaran sebesar Rp 3.353.000.000 pada tahun 2013 lalu, hingga merugikan keuangan negara senilai Rp 1.102.705.668.000 bersama dengan Nur Sasongko selaku Direktur CV Global Inc.

Dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai I Wayan Sosisawan menyatakan, bahwa pada tahun 2013 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto mengeluarkan anggaran dari APBD untuk pengadaan alat peraga dan Laboratorium SMKN 2 Kota Mojokerto.

Proyek pengaadan tersebut dimenangkan oleh PT Integritas Pilar Utama dengan nilai penawaran Rp 3.285.940.00 dari 21 peserta lelang. Sementara urutan kedua dan ketiga adalah CV Bintang Peraga Nusantara  Rp 3.302.705.000 dan CV Hadisty Cemerlang senilai Rp 3.317.314.500, namun yang melaksanakan adalah CV Global Inc.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Hartoyo bukan pegawai atau Direksi CV Global, namun terdakwa Hartoyo punya peran penting di CV Global milik Nur Sasongko yang juga terjerat dalam 2 kasus Korupsi sebelumnya, yakni Kasus Korupsi DAK Pendidikan Kab. Ponorogo dan kasus Korupsi pembangunan pabrik sawit mini di SMKN 1 Sarolangun Jambi pada tahun 2009 lalu.

Bahkan Nur Sasongko selaku Direktur CV Global tak dapat berpuat apa-apa terhadap terdakwa Hartoyo, karena peran penting terdakwa yang sudah banyak mencariakan proyek yang dikerjakan oleh CV Global sendiri, termasuk pengadaan alat Laboratorium SMKN 2 Kota Mojokerto yang merugikan negara sebesar Rp 1.102.705.668.000.

Uang tersebut, lanjut anggota Majelis Hakim Agus Sudariwanto saat membacakan putusannya menyatakan, uang sebesar 400 juta rupiah untuk terdakwa Hartoyo, 265 juta rupiah untuk  Moch. Armanu dan sisannya sebesar Rp 500 juta untuk Nur Sasongko.

Sementara dalam fakta persidangan terungkap dari pengakuan mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Mojokerto, Gaguk Tri Prasetyo dihadapan Majelis Hakim mengatakan, bahwa penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sudah dibuat pada bulan Maret 2013, namun pelaksanaan lelang dilaksanakan pada Oktober 2103 setelah Gaguk Tri Prasetyo pindah jabatan menjadi Sekda Kabupaten Blitar.

Untuk proyek pengadaan alat-alat laboratorium dan alat praktik SMKN 2 Kota Mojokerto tahun 2013,  dilaksanakan di bawah tanggung jawab Gaguk Tri Prasetyo selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto. Pengadaan alat laboratorium dan praktek, diadakan secara lelang terbuka dengan harga HPS sebesar Rp 3.353.000.000 yang dimenangkan PT Integritas Pilar Utama (IPU) dengan nilai penawaran Rp Rp 3.284.390.900.
Terdakwa Moch. Armanu

Namun dalam pelaksanaannya, diduga terjadi mark up atau penggelembungan harga barang dari 1 juta rupiah menjadi Rp 6 juta. Selain itu, ada beberapa pengadaan alat yang tidak dibutuhkan di SMKN 2 Mojokerto seperti alat praktik IPA (Ilmu Pengetahuan Alam).

Selain itu terungkap pula dalam persidangan, adanya pertemuan antara Hartoyo, dan Nur Sasongko dengan Kepala Dinas sebelum pelaksanaan lelang. Pertemuan itu diduga kuat agar proyek tersebut dikerjakan oleh pihak Hartoyo. Dari pengakuan Hartoyo, bahwa dia telah memberikan sejumlah uang terkait proyek tersebut.

Tak hanya disitu. Pengakuan  Gaguk Tri Prasetyo dihadapan Majelis Hakim, bahwa HPS untuk pengadaan anggaran tahun 2012, diserahkan ke Konsultan. Alasannya, karena Gaguk Tri Prasetyo tidak mengerti tentang HPS dan belum mengantongi sertifikasi pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Perpres No 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Prepres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

Atas perbuatannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti sacara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diancam dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHAPidana.

“Mengadili; Menghukum terdakwa Hartoyo dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta, apabila terdakwa tidak membayar maka diganti dengan kurungan selama 2 bualan. Menghukum terdakwa pula untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 400 juta. Apabila terdakwa tidak membayar dalam 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bnedanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang sebagai pengganti kerugian negara. Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti penjara selama 2 tahun dan 6 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim I Wayan.

Hukuman yang sama juga dijatuhkan Majelis Hakim terhadap terdakwa Moch. Armanu. Hanya saja yang membedakan adalah pidana tambahan berupa pengembalian kerugian engara sebesar Rp 265 juta.

Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap terdaka Hartoyo dan Armanu lebih ringan dari tuntutan JPU, yakni masing-masing pidana penjara selama 7 tahun dan 2 bulan dan denda sebesar Rp 250 juta subside 4 bulan kurungan. serta membayar kerugian negara masing-masing senilai Rp 500 juta subsider 4 tahun penjara.

Sementara untuk terdakwa Nurhayati selaku Pejabat Pembuat Komitmen, dijerat dengan pasal 3 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Nurhayati pun divonis pidana penjara selama 3 tahunn dan denda sebesar Rp 50 jiuta subsidair 2 bulan kurungan. Vonis ini pun lebih ringan dari tuntutan JPU, yakni pidana penjara 4 tahun 6 bulan, denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Dan pidana tambahan berupa  pengembalian kerugian negara negara sebesar Rp 5 juta.

Atas putusan Majelis Hakim tersbeut, terdakwa maupun JPU Agustri Hartono dkk dari Kejari Kota Mojokerto masih pikir-pikir. Kecuali untuk terdakwa Armanu, langsung menyatakan upaya hukum banding.

Menurut Agung Nugrogo, selaku Penasehat Hukum terdakwa Moch. Armanu saat ditemui wartwan media ini seusai persidangan mengatakan, bahwa terdakwa mengatakan banding atas putusan Majelis Hakim. Alasannya, uang pengganti yang harus dibayar terdakwa berdsarkan fakta persdiangan tidak benar, karena uang tersebut ada pada terdakwa Hartoyo.

“Kita langsung mengatakan banding. Uang itu tidak ada sama terdakwa, melainkan Hartoyo,” ucap Agung.

Kasus ini berawal pada tahun 2013 lalu. Pemerintah Kota Mojokerto mengucurkan dana melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkot Mojokerto untuk pengadaan alat-alat laboratorium dan alat praktikum di SMKN 2 Kota Mojokerto dengan anggaran sebesar Rp 3.353.000.000.

Berdasarkan fakta persidangan, dari pengakuan Gaguk Tri Prasetyo dihadapan Majelis Hakim mengatakan, bahwa penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sudah dibuat pada bulan Maret 2013, namun pelaksanaan lelang dilaksanakan pada Oktober 2103 setelah Gaguk Tri Prasetyo pindah jabatan menjadi Sekda Kabupaten Blitar.

Untuk proyek pengadaan alat-alat laboratorium dan alat praktik SMKN 2 Kota Mojokerto tahun 2013,  dilaksanakan di bawah tanggung jawab Gaguk Tri Prasetyo selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto.

Pengadaan alat laboratorium dan praktek, diadakan secara lelang terbuka dengan harga HPS sebesar Rp 3.353.000.000 yang dimenangkan PT Integritas Pilar Utama (IPU) dengan nilai penawaran Rp Rp 3.284.390.900.

Namun dalam pelaksanaannya, diduga terjadi mark up atau penggelembungan harga barang dari 1 juta rupiah menjadi Rp 6 juta. Selain itu, ada beberapa pengadaan alat yang tidak dibutuhkan di SMKN 2 Mojokerto seperti alat praktik IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

Selain itu, terungkap pula dalam persidangan, adanya pertemuan antara Hartoyo, dan Nur Sasongko dengan Kepala Dinas sebelum pelaksanaan lelang. Pertemuan itu diduga kuat agar proyek tersebut dikerjakan oleh pihak Hartoyo. Dari pengakuan Hartoyo, bahwa dia telah memberikan sejumlah uang terkait proyek tersbut.

Tak hanya disitu. Pengakuan  Gaguk Tri Prasetyo dihadapan Majelis Hakim, bahwa HPS untuk pengadaan anggaran tahun 2012, diserahkan ke Konsultan. Alasannya, karena Gaguk Tri Prasetyo tidak mengerti tentang HPS dan belum mengantongi sertifikasi pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Perpres No 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Prepres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

Namun, mantan orang nomor Satu di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkot Mojokerto itu tidak diminta pertanggung jawabannya dihadapan hukum. Pada hal, Gaguk Tri Prasetyo sempat “pucat” saat Majelis Hakim menanyakkannya terkait pengakuan terdakwa Hartoyo dan juga proses pembuatan HPS.

Akibat dari ulah para terdakwa maupun pejabat lainnya di Dinas pendidikan Pemkot Mojokerto terkait proyek pengadaan alat Laboratorium dan alat praktek SMKN 2 Mojokerto yang didanai dari uang rakyat ini, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.202.705.668.000 berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh tim BPKP perwakilan Jawa Timur. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top