0
#Terkait kasus OTT Pungutan Liar sebesar Rp 600 ribu per orang tua calon Siswa/i SMPN 2 Tulungagun Tahun Ajaran 2017/2018#


beritakorupsi.co – Sejak lengsernya Presiden Soeharto (alm) pada tahun 1998 lalu, sejak itu pulah Pemerintah bertekad untuk memberantas praktek-praktek Korupsi di negeri ini dengan membuat UU Korupsi dan membentuk lembaga penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tidak hanya itu. Pada Nopember 2016, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tentang satuan tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saberpungli).

Disatu sisi, pemerintah pertekad untuk “membersihakan” pejabat-pejabat “nakal” yang melakukan KKN (Kolusi Korupsi dan Nepotisme). Disisi lain, praktek-praktek KKN tersebut “masih bertumbuh diakar bawah”, yakni di dunia pendidikan sejak TK (Taman Kanak-kanak) hingga perguruan tinggi, yang sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam dan bukan rahasia lagi, diantaranya pembelian formulir pendaftaran baru sebanyak 2 hingga 3 lembar ditambah 1 Sto Map yang harganya mencapai ratusan ribu rupiah tergantung dari status dan fasilitas sekolah.

Kemudian uang sumbangan gedung dan sumbangan program pendidikan (SPP), yang jumlahnya mencapai ratusan hingga jutaan rupiah, juga tergantung dari elit tidaknya sekolah tersebut.

Biaya jalan-jalan keluar kota dengan istilah  KTS (Kegiatan Tengah Semester) yang nilainya ratusan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung kota tujuan serta biaya-biaya lainnya yang semuanya tanpa ada laporan pertanggung jawaban (LPJ) dari pihak sekolah ke setiap orang tua siswa.

Ironisnya, orang tua siswa/i tak ubahnya seperti “hewan kurba”, yang mau tak mau, suka tak suka harus mengikutinya aturan yang dibuat oleh pihak sekolah bila anaknya hendak bersekolah. Lalu bagaimana dengan UU Korupsi dan Perpres dengan kasus-kasus seperti ini ? Sampai kapan kasus KKN bisa diberantas dari negeri ini ?

Seperti kasus Korupsi Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Polres Tulungagung terhadap 2 guru SMPN 2 Tulungagung dengan barang bukti berupa uang sebesar Rp 35.500.000 pada tanggal 16 Juni 2017 lalu, yang saat ini diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Kedua guru SMPN 2 Tulungagung yang terjaring OTT itu, adalah Rudy Bastomi (44) selaku Waka (Wakil Kepala) Kesiswaan SMPN 2 Tulungagung sekaligus Ketua Panitia PPDB tahun ajaran 2017/2018, dan Supratiningsih (56) selaku Kepala Sarana dan Prasarana (Sarpras) SMPN 2 Tulungagung merangkap sebagai  panitia PPDB Tahun ajaran 2017/2018.

Selain itu, Tim Saber Pungli juga menyita barang bukti lainnya, berupa satu bendel daftar hadir orang tua, satu bendel daftar hadir siswa, satu bendel daftar rekapan peserta uji kompetisi, satu buku PPDB jalur tes uji kompetensi 2017/2018, tujuh berkas siswa yang mendaftar PPDB SMPN 2 Tulungagung, satu bendel amplop kosong berkop SMPN 2 Tulungagung dan satu tas warna hitam.

Dari fakta persidangan, uang itu terkumpul dari beberapa orang tua calon siswa/i SMPN 2 Tulungagung yang mendaftar dan sedang mengikuti tes jalur kompotensi yang diadakan oleh panitia PPDB sebesar Rp 600 ribu per orang tua calon siswa.

Uang itu akan dipergunakan untuk membeli meja dan bangku untuk 4 kelas tambahan baru. Pemungutan uang dari orang tua calon siswa ini tak ada aturan yang memperbolehkannya.

Selain itu, penerimaan siswa/i di SMPN 2 Tulungagung tahun ajaran 2017/2018 juga menyalahi aturan. Sebab jumlah sisawa/i yang harusnya diterima sesuai kuota sebanyak 360 namun faktanya menjadi 406 siswa. Anehnya, yang dilaporkan ke Dinas pendidikan hanya penambahan 1 kelas baru.

Penerimaan siswa/i diluar kuota juga pernah terjadi pada tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 417 siswa. Ada dugaan, bahwa pemungutan dana “siluman” dari orang tua siswa/i bisa jadi dilakukan, hanya saja tak terungkap.

Terjadinya penerimaan siswa/i “siluman” diluar kuota karena adanya rekomndasi dari beberapa pejabat di Kabupaten Tulungagung, diantaranya dari Kepala Dinas Pendidikan Tulungagung sebanyak 32 orang siswa dan sisanya dari Kejaksaan, Polisi dan Tentara.

Tidak hanya itu, penarikan uang sebesar Rp 600 ribu per orang tua calon siswa yang dilakukan oleh kedua terdakwa adalah berdasarkan perintah Kepala Sekolah SMPN 2 Tulungagung setelah terlebih dahulu diadakan rapat antara pihak sekolah degan Komite sekolah.

Hal itu seperti yang disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa Rudy Bastomi dan Supratiningsih, Ma’arif, Darusman dkk dihadapan Majelis Hakim dalam persidangan dengan agenda pembacaan Pledoi (Pembelaan), pada Senin, 19 Pebruari 2018.

Pledoi atau pembelaan yang disampaikan Tim PH terdakwa adalah atas tuntutan JPU Anik dari Kejari Tulungagung yang menuntut terdakwa Rudi Bastomi dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan dan denda sebesar Rp 5 juta, sedangkan  terdakwa Supratiningsih dituntut pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan dan denda Rp 5 juta.

Dalam pledoinya, PH terdakwa juga mempertanyakkan pihak Kepolisian dan Kejaksaan yang tidak “menyeret” Kepala Sekolah dan Ketua Komite sebagai pejabat atau atasan dari kedau terdakwa yang turut bertanggung jawab dalam hukum atas terjadinya penarikan uang pungutan liar dari orang tua calon siswa di SMPN 2 Tulungangung.

Anenhnya, PH terdakwa justru memohon kepada Majelis Hakim agar ke- 2 terdakwa dibebaskan. Sementara Rudy Bastomi dan Supratiningsih diamankan oleh Polres Pasuruan saat kedua terdakwa menerima sejumlah uang dari orang tua calon siswa. Alasannya, karena ke- 2 terdakwa hanya melaksanakan perintah.

“Memohon kepada Majelis Hakim agar membebaskan terdakwa (Rudy Bastomi dan Supratiningsih) dari tuntan Jaksa Penuntut Umum,” kata PH terdakwa diakhir pledoinya.

Usai persidangan, Darusman, salah seorang Tim PH terdakwa kepada wartawan media ini mengatakan, bahwa Kepala sekolah dan Ketua Komite harus ikut bertanggung jawab sebagai “otaknya”. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh terdakwa adalah atas perintah Kepala Sekolah berdasarkan rapat dengan Komite.

“Kepala Sekolahnya namanya Eko Purnomo, dan Ketua Komitenya Lukman Sukaji. Kedua ini sebagai otaknya harus ikut bertanggungjawab,” ujar Darusman.

Darusman menambahkan, pada saat OTT terdakwa tidak ditahan sehingga penarikan uang dari orang tua calon siswa tetap berlangsung. Tidak hanya itu. Siswa berdasarkan rekomdasi dari pejabat, tetap membayar uang tersebut.

Bahkan pesan Kepaka Sekolah terhadap terdakwa Rudi Bastomo melalui aplikasi WhatsApp mengatakan, bagi yang tidak membayar agar dipertimbangkan. Artinya, walau nilai Nol hasil tes yang dilakukan oleh Panitia PPDB dijamin masuk apa bila orang tua calon siswa bersediaa membayar. 

“Saat terjadi OTT, jumlah uang sebagai barang bukti Rp 36 juta, tapi masih tetap dilanjutkan untuk menarik uag dari orang tua calon siswa itu,” ujar Darusman.

Terpisah. Saat wartawan media ini meminta tanggapan JPU Anik terkait Kepala Sekolah dan Ketua Komite mengatakan, akan menunngu pada persindangan yang akan datang.

‘Nanti aja, kita akan tanggapi pada persidangan berikutnya,” kata JU.

Kasus ini bermula pada tanggal 16 Juni 2017, saat Tim Saber Pungli Polres Tulungagung melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) terhadap 2 orang guru di SMPN 2 Tulungagung. Saat penangkapan, Tim Saber Pungli mengamankan barang bukti (BB) berupa uang sekitar Rp 35.500.000,  yang terbungkus dalam beberapa amlop berlogo SMPN 2 Tulungagung daftar orang tua calon siswa/i.

Selain itu, Tim Saber Pungli juga menyita barang bukti lainnya, berupa satu bendel daftar hadir orang tua, satu bendel daftar hadir siswa, satu bendel daftar rekapan peserta uji kompetensi, satu buku PPDB jalur tes uji kompetensi 2017/2018, tujuh berkas siswa yang mendaftar PPDB SMPN 2 Tulungagung, satu bendel amplop kosong berkop SMPN 2 Tulungagung dan satu tas warna hitam.

Dari hasil penyidikan dan fakta persidangan, bahwa uang yang terkumpul dari beberapa orang tua calon sisa/i SMPN 2 Tulungagung yang mendaftar dan sedang mengikuti tes jalur kompetensi yang diadakan oleh panitia PPDB, untuk dipergunakan membeli meja dan bangku di 4 kelas tambahan baru. Pemungutan uang dari orang tua calon siswa ini pun tak ada aturan yang memperbolehkannya.

Selain itu, penerimaan siswa/i di SMPN 2 Tulungagung tahun ajaran 2017/2018 juga menyalahi aturan. Sebab jumlah sisawa/i yang harusnya diterima sesuai kuota sebanyak 360 namun faktanya menjadi 406 siswa. Anehnya, yang dilaporkan ke Dinas pendidiakan hanya penambahan 1 kelas baru. Penerimaan siswa/i diluar kuota juga pernah terjadi pada tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 417 siswa. Ada dugaan, bahwa pemungutan dana “siluman” dari orang tua siswa/i bisa jadi dilakukan, hanya saja tak terungkap.

Terjadinya penerimaan siswa/i “siluman” diluar kuota karena adanya rekomondasi dari beberapa pejabat di Kabupaten Tulungagung, diantaranya dari Kepala Dinas Pendidikan Tulungagung sebanyak 32 orang siswa dan sisanya dari Kejaksaan dan pejabat lainnya.

Sebab, pada April 2017, petugas Inspektorak Kabupaten Tulungagung melakukan Sidak (Inpfeksi mendadak), namun saat itu petugas Inspektorat tak menemukan adanya “kenakalan” guru.

Sebelum terjadi OTT, pada 19 Mei 2017 diadakan rapat antara pihak sekolah dengan Komite sekolah yang dipimpin oleh Eko selaku Kepala Sekolah. Dalam rapat itu dibahas mengenai pemungutan dana dari orang tua calon siswa yang besarnya 600 ribu per siswa (orang tua).

Pada tanggal 16 Juni 2017, Kedua guru SMPN 2 Tulungagung yang terjaring OTT terkait “pungutan liar” saat pelaksanaan ujian kompetensi bagi calon siswa/i SMPN 2 Tulungagung. Pada saat tes uji  kompetensi bagi calon siswa/i  juga didampingi orang tua masing-masing dan diadakan di ruang Ketua PPDB Rudy Bastomi yang satu ruangan dengan tim penguji, yang juga guru di SMPN 2 Tulungagung.

Setiap orang tua calon siswa/i menyerahkan amplop berisi uang kepada Rudy Bastomi dan ada juga yang langsung melalui Eko, Kepala Sekolah lalu dikumpulkan ke Rudy Bastomi, yang nantinya setelah terkumpul seluruhnya, uang tersebut akan diserahkan ke Kepala Sekolah. 

Orang tua calon siswa/i yang menyerahkan sejumlah uang, sudah dipastikan akan diterima sekalipun gagal dalam tes kompetensi.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top