beritakorupsi.co – Dua Guru SMPN 2 Tulungagung yang terjerat kasus Korupsi Pungutan Liar (Pungli) yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim Saber Pungli Polres Tulungagung, pada 17 Juni 2017 lalu dituntut ringan oleh JPU Anik dari Kejari Tulungagung di Pengadilan Tipikor, pada Jumat, 9 Pebruari 2018
Pada hal, menurut para penggiat anti Korupsi maupun KPK (Komisi Pemberabtasan Korupsi), bahwa perbuatan Korupsi itu adalah kejahatan yang luar biasa. Namun disisi lain, tuntutan bagi para pelaku masih tergolong ringan. Sementara, ketika Majelis Hakim menjatuhkan hukuman atau Vonis tidak jauh dari tuntutan JPU terhadap terdakwa, banyak pihak yang berpandangan miring. Tak jarang tuduhan bahwa Majelis Hakim diduga “bermain”.
Anehnya, tuntutan ringan dari Jaksa Penuntut Umum serta “kedekatan” JPU dengan pihak keluarga terdakwa seperti JPU dari Kejari Tulungagung tak pernah menjadi pertanyaan.
Kedua guru SMPN 2 Tulungagung yang terjaring OTT itu adalah terdakwa Rudy Bastomi (44) selaku Waka (Wakil Kepala) Kesiswaan sekaligus Ketua Panitia PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun ajaran 2017/2018, dan terdakwa Supratiningsih (56) selaku Kepala Sarana dan Prasarana (Sarpras) merangkap sebagai panitia PPDB.
Pada tanggal 17 Juni 2017, Kedua pahlawan tanpa jasa ini diringkus oleh tim Saber Pungli Polres Tulungagung dengan barang bukti berupa uang sekitar Rp 35.500.000, yang terbungkus dalam beberapa amlop berlogo SMPN 2 Tulungagung dan daftar orang tua calon siswa/i yang duduga sebagai “korban” pungli.
Uang tersebut adalah hasil pengumpulan dari setiap orang tua calon siswa/i sebear Rp 600 per orang tua calon siswa atas perintah Kepala Sekolah dan diketahui Komite Sekolah. Uang itu akan dipergunakan untuk pembelian meja dan bangku di dua kelas tambahan baru.
Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Rochmat, JPU menyatakan bahwa perbuatan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
Dalam surat tuntutan, JPU Anik meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan dan denda sebesar Rp 5 juta terhadap terdakwa Rudy Bastomi, dan pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan dan denda Rp 5 juta bagi terdakwa Supratiningsih.
“Menuntut; Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya yang menangani perkara ini, untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Rudy Bastomi selama 1 (Satu) tahun dan 8 (Delapan) bulan dan denda sebesar Rp 5 juta,” ucap JPU Anik.
Atas surat tuntutan JPU, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan bagi terdakwa maupun melalui Penasehat Hukum (PH)-nya untuk menyampaikan Pledoi (Pembelaan) dalam persidangan yang akan datang.
“Itu tuntutan JPU bagi saudara. Saudara diberi kesempatan untuk menyampaikan pembelaan,” kata Ketua Majelis Hakim Rochmat.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, sebelum terjadi OTT, pada 19 Mei 2017 diadakan rapat antara pihak sekolah dengan Komite sekolah yang dipimpin oleh Eko selaku Kepala Sekolah. Dalam rapat itu dibahas mengenai pemungutan dana dari orang tua calon siswa yang besarnya 600 ribu per siswa (orang tua).
Pada tanggal 16 Juni 2017, Kedua guru SMPN 2 Tulungagung yang terjaring OTT terkait “pungutan liar” saat pelaksanaan ujian kompetensi bagi calon siswa/i SMPN 2 Tulungagung. Pada saat tes uji kompetensi bagi calon siswa/i juga didampingi orang tua masing-masing dan diadakan di ruang Ketua PPDB Rudy Bastomi, yang satu ruangan dengan tim penguji yang juga guru di SMPN 2 Tulungagung.
Setiap orang tua calon siswa/i menyerahkan amplop berisi uang kepada Rudy Bastomi, dan ada juga yang langsung melalui Eko selaku Kepala Sekolah, lalu dikumpulkan ke Rudy Bastomi, yang nantinya setelah terkumpul seluruhnya, uang tersebut akan diserahkan ke Kepala Sekolah.
Yang terjadi tidak hanya pungutan liar yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap orang tua calon siswa/i, melainkan penerimaan siswa/i melibihi kuota dari 320 menjadi 406 siswa. Anehnya, yang dilaporkan Kepala Sekolah kepada Kepala Dinas pendidikan hanya penambahan satu kelas baru yang jumlahnya sekitar 32 siswa.
Dalam fakta persdiangan terungkap, ternyata sejumlah siswa yang diterima di SMPN 2 Tulangung adalah titipan para pejabat, diantaranya Kepala Dinas Pendidikan, Kejaksaan dan pejabat lainnya.
Yang lebih anehnya lagi, begitu kasus ini mencuat, tak satu pun pejabat yang menitipkan siswa/i di SMPN 2 Tulungagung yang tidak mengikuti aturan melainkan hanya karena jabatan, ternyata tak ada yang bertanggung jawab. Disisi lain, Kedaau terdakwa ini menjadi “tumbal” dari sebuah sistim pendidikan yang sudah ada turun temurun.
Bila demikian, masihkah kasus Korupsi bisa bersih dari negeri ini ?. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :