beritakorupsi.co – Setelah 5 (Lima) anggota DPRD Malang diantaranya, Mohan Katelu., SH (Ketua Fraksi PAN DPRD Malang), Saiful Rusdi., M.Pd (Anggota DPRD Malang Fraksi PAN), Tri Yudiani (anggota DPRD Malang Fraksi PDIP), Slamet., SE (Ketua Fraksi Gerindra DPRD Malang) dan Priyatmoko Oetomo (anggota DPRD Malang Fraksi PDIP) “berbohong” dalam sidang Korupsi suap Ketua DPRD malang pada sidang tanggal 23 Pebruari 2018, hal yang sama “menular” ke saksi berikutnya.
Kali ini, Wali Kota Malang (patahana) Moch. Anton, dan Calon Wali (Cawali) Kota yang juga anggota DPRD Malang Ya’qud Ananda Gudban (Fraksi Hanura) “berbohong” dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, pada Selasa, 27 Pebruari 2018.
Dalam sidang perkara suap sebesar Rp 700 juta kepada Ketua DPRD Malang Moch. Arif Wacaksono (tersangka) terkait pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 lalu dengan terdakwa Jarot Edi Sulitiyono selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB), JPU KPK menghadirkan 7 orang saksi kehdapan Majelis Hakim yang diketuai H.R Unggul Warso Mukti, sementara terdakwa di dampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Haris Fajar Kustariyo dkk.
Ke- 7 saksi tersebut diantaranya Rahman (Kabid Dinas PUPPB), Moch. Anton (Wali Kota), Heri Pudji Utami (anggota DPRD Fraksi PPP), Abd Rahman (anggota DPRD Fraksi PKB), Ya’qud Ananda Gudban (anggota DPRD Fraksi Hanura), Teguh Puji Wahyono (anggota DPRD Fraksi Gerindra) dan Syahrowi (anggota DPRD Fraksi PKB).
Kepada Majelis Hakim, Moch. Anton menjelaskan atas pertanyaan JPU KPK terkait siapa yang bertanggung jawab terhadap APBD Kota Malang, bahwa yang bertanggung jawab adalah Sekda, Cipto Wiyono. Saat JPU KPK menanyakkan, kemana Sekda melaporkan APBD tersebut. Menurut orang nomor 1 di Kota Malang ini, Sekda sudah melaporkan pada saat sidang paripurna.
“Yang bertanggung jawab adalah Sekda, Cipto Wiyono,” kata Anton.
Aneh memang, bila Moch. Anton selaku Kepala Daerah mengatakan, bahwa yang bertanggung jawab terhadap APBD Kota Malang adalah Sekda. Pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan JPU KPK pun, Anton lebih sering “berbohong” alias menjawab tidak tahu. Hal yang sama juga “melular ke saksi lainnya.
Kata tidak tahu dan tidak ada, ibarat “lagu wajib” bagi Anton dan anggota DPRD lainnya yang menjadi saksi setiap mendapat pertanyaan dari JPU KPK
Pertanyaan JPU KPK diantaranya, terkait rapat pembahasan Perubahan APBD, uang Pikor alias pokok-pokok pikiran serta uang sampah. Namun Anton sepertinya “kurang pintar berbohong”, karena diakui juga kehadirannya pada saat sidang paripurna bersama DPRD Malang dalam pembahasan Perubahan APBD pada tanggal 6 dan 8 Juni 2015.
“Rapat tanggal 6 Juni, pagi dan malam serta tanggal 8 juni,” jawab Anton.
Sementara, terkait uang pokir dan uang sampah, Anton menjawab tidak pernah membahasnya. Pada hal, dalam percakapan melalui telepon selulernya bersama Ya’qud Ananda Gudban, sangat jelas.
Selain itu, dua anggota DPRD Malang yang menjadi saksi pada sidang sebelumnya, yakni Subur Triono (dari Fraksi PAN), dan Suprapto (Ketua Fraksi PDIP) telah mengakui, bahwa dalam pembahasan perubahan APBD, anggota Dewan menerima uang Pokir sebesar Rp 15 juta bagi Wakil dan Ketua Fraksi, dan Rp 12,5 juta bagi setiap anggota. Selain uang Pokir, setiap anggota Dewan juga menerima uang sampah sebesar Rp 5 juta.
Saksi Ya’qud Ananda Gudban tak kalah dengan Anton. Bahkan keterangannya dianggap berbelit-belit oleh Majelis Hakim. Tak pelak, Calon Wali Kota Malang ini pun sempat dibentak Ketua Majelis Hakim dan memerintahkan JPU KPK untuk mendalami (memeriksa) atas keterangan Ya’qud Ananda Gudban.
“Saksi ! Saudara yang jujur, ini persidangan. Saudara Jaksan, dalami itu, kembangkan,” perintah Ketua Majelis Hakim.
Setelah dibentak Ketua Majelis Hakim, Ya’qud Ananda Gudban beberapa kali mengucapkan kata ‘Maaf” kepa Majelis Hakim.
Ya’qud
Ananda Gudban dan 4 anggotaDewan yang terhormat itu pun mengatakan,
tidak pernah menerima uang pokir. Namun dalam percakapan melalui telpon
seluler diakui pula adanya pembahasan pokir dan sampah.
Sementara
keterangan Rahman mengatakan, bahwa dirinya diperintah Jarot Edi
Sulistiyono unutk menemui Direktur PT Adi Karya di Surabaya dan meminta
sejumlah uang untk dsetorka n ke Moch. Arif Wicaksono.
“Saya
disuruh Pak Jarot untuk menemui PT Adi Karya di Surabaya, namun tidak
ketemu. Tapi uang itu diantar langsung ke Pak Jarot,” kata Rahman.
Atas
keterangan Rahman, Jarot pun berang. Jarot mengatakan kepada Majelis
Hakim, bahwa apa yang disampaikan saksi adalah bohong. Menurut terdakwa
Jarot, hingga saat ini uang tersebut tidak tahu berapa jumlahnya yang
diterima Rahman dari Direktur PT Adi Karya. Menurut terdakwa, bahwa yang
menerima uang adalah Rahman.
"Hingga saat ini, saya tidak pernah menerima uang. Yang menerima uang adalah saksi. Kebenaran harus diperjuangkan, sekalipun taruhannya nyawa,” kata terdakwa menanggapi keterangan saksi.
Usai persidangan, saat wartawan media ini menemui Wali Kota Malang Moch. Anton, tak bersedia memberikan komentar. Anton hanya mengucapkan sudah capek.
“Uwaduh, sudah capek ransanya,” kata Anton sambil berjalan kaki bersama anggota DPRD lainnya menuju kendaraan pribadinya yang jauh diparkir dari gedung Pengadilan Tipikor.
Kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat badan anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang, tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji bersama-sama dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto, bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar dan tidak ada intrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015. Moch. Anton menyanggupinya Dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono terkait dengan penyiapan uang untuk anggota DPRD Kota Malang, guna memperlancar persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Kemudian terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Tedy Sujadi Sumarna menghadap Cipto Wiyono dan mendapat perintah untuk meminta uang kepada para rekanan pemborong di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta, untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono guna mendapatkan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015, dan Tedy Sujadi Sumarna menyanggupinya. Selanjutnya Tedy Sujadi Sumarna melaporkannya kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Tedy Sejadi Sumarna segera melaksanakan perintah Cipto Wiyono untuk mengumpulkan uang yang dimaksud.
Pada tanggal 8 Juli 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.
Pada tanggal 17 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk DPRD Kota Malang, yang kemudian dijawab, bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono bersepakat dengan Cipto Wiyono melakukan penundaan agenda pengambilan keputusan DPRD, untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan raperda APBD Tahun Anggaran 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp 700 juta. Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dias Moch. Arif Wicaksono di Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD Kota Malang, dan sisanya sebesar Rp 600 juta untuk bagian seluruh anggota DPRD Kota Malang di bungkus tersendiri.
Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna mengantarkan dan menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis” dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih. kepada terdakwa bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono.
Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto dating, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp 600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).
Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD dan Ketua Fraksi sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp 12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan kegiatan penyampaian pendapat akhir Fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2015, yang akhirnya menyetujui rancangan APBD tahun 2015 menjadi P-APBD tahun 2015 Kota Malang. Persetujuan tersebut dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :