JPU membacakan keterangan saksi Achmad Fauzi dan Dr. KH Busyro dalam persidangan, Selasa, 20 Maret 2018 |
Sebab, beberapa kasus Korupsi yang ditangani Kejaksaan dan melibatkan Kepala Daerah, walau hanya sekedar saksi namun tak pernah samapai ke persidangan, diantaranya Kasus Korupsi pelepasan asset daerah Kabupaten Blitar, Kasus Korupsi Pariwisata Kota Batu, Kasus pembangunan Pasar Besar Madiun, Kasus Korupsi Japung (Jasa Pungut) Pemkot Surabaya.
Andai saja kasus Korupsi pembagunan pasar besar Madiun dan kasus lainnya tidak ditangani KPK, Wali Kota Madiun Bambang Irianto tak akan masuk penjara (sudah divonis 6 tahun penjara). Pada hal, kasus tersebut sempat ditangani oleh Kejari Madiun dan Kejati Jatim pada tahun 2014. Begitu juga dengan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko yang terjaring OTT oleh KPK karena menerima suap, dan saat ini sudah diadili di Pengdilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Sementara kasus Korupsi Japung Kota Surabaya hanya menyeret Ketua DPRD dan pejabat Pemkot Surabaya, namun mantan Wali Kota Surabaya BDH yang sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian di Jawa Timur, “hilang begitu saja”.
Hal yang sama terjadi pula dalam kasus dugaan Korupsi dana Participasing Interest (PI) pengelolaan Minyak dan Gas (Migas) yang dikelola PT Wira Usaha Sumekar (PT WUS) pada tahun 2011 – 2015 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 10,058 Milliar dengan terdakwa Sitrul Arsyih Musa'ie selaku Direktur Utama (Dirut) PT WUS.
Sitrul Arsyih Musa'ie, mantan Dirut salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Sumenep, Maduda Jawa Timur ini, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur (Kejati Jatim) pada akhir tahun lalu, dalam kasus dugaan Korupsi dana Participasing Interest (PI) pengelolaan minyak dan gas yang diterima PT WUS sebesar 10 persen dari PSC (Production Sharing Contract) Santos Blok Madura Offshore tahun 2011 – 2015 sebesar USD $ 773.702,84 atau setara dengan 10,058 milliar rupiah.
Sebagai tersangka dalam kasus ini, Sitrul Arsyih Musa'ie “ditemani” Taufadi, mantan Kepala Divisi Keuangan dan Administrasi PT WUS yang saat ini menjabat sebagai Komisiaris PT Garam Indonesia (Persero), dalam perkara terpisah.
Sementara Achmad Fauzi, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Sumenep sejak tahun 2015 yang sebelumnya sebagai Kepala perwakilan PT WUS di Jakarta, yang turut menandatangani dokumen pembukaan rekening serta pencairan uang dalam bentuk rupiah maupun Dollar USA dari Bank Mandiri atas naman PT WUS bersama terdakwa.
Kalau Dr. KH. A. Busyro K saat ini adalah sebagai Bupati Sumenep, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Sumenep, yang mengetahui kalau PT WUS adalah milik Pemda berdasarkan Perda Nomor 4 tahun 2008 tentang perseroan terbatas Wira Usaha Sumekar.
Anehnya, Kedua Pejabat tertinggi di Kabupeten Sumenep ini yang harusnya sebagai panutan bagi masyarakat Khususnya di Sumenep, termasuk sebagai tauladan dalam penegakan hukum yang seringkali diucapkan oleh berbagai pihak, bahwa semua sama dihadapan hukum karena Indonesia adalah negara hukum.
Masyarakat mungkin masih mengingat jelas, saat Boediono sebagai Wakil Presiden RI pada tahun 2014, bersedia hadir sebagai saksi dipersidangan pada tanggal 9 Mei 2014, dalam kasus Korupsi BLBI yang ditangani oleh KPK, dimana Boediono menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia.
Pada hal, sebagai Wakil Presiden, Wakil Kepala Negara dan Wakil Kepala Pemerintahan Negara Repubulik Indonesia, bisa saja Boediono tidak menghadiri perisidangan dengan berbagai alasan tugas kenegaraan, namun tidak dilakukannya.
Namun tidak demikian dengan Dr. KH. A. Busyro K dan Achmad Fauzi. Kedua pejabat tertinggi di Kabupaten Sumenep, Madura Jawa Timur ini, justru “tak menghiraukan” panggilan JPU dari Kejati Jatim sebanyak 3 kali, agar kedua Pejabat itu hadir sebagai saksi di persidangan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, untuk terdakwa Sitrul Arsyih Musa'ie dalam kasus dugaan Korupsi dana Participasing Interest (PI) pengelolaan Minyak dan Gas (Migas) PT WUS.
Andai saja yang dipanggil JPU dari Kejati Jatim ini adalah Kepala Desa, bisa jadi panggilan paksa akan dilakukan anak buah Maruli Hutagalung selaku Kepala Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur.
Namun tidak dilakukannya, karena Dr. KH. A. Busyro K dan Achmad Fauzi adalah Kepala Daerah (Bupati) dan Wakil Kepala Daerah (Wakil Bupati). Ironisnya, Tim JPU lah yang akhirnya “mengalah” untuk membacakan keterangan Dr. KH. A. Busyro K dan Achmad Fauzi dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim yang diketaui H.R.Unggul Warso Mukti, sesuai dengan BAP (berita acara pemeriksaan) di penyidik Kejati Jatim beberapa waktu lalu.
Dihadapan Majelis Hakim, tim JPU Rhein dkk dari Kejati Jatim membacakan keterangan saksi Dr. KH. A. Busyro yang menjabat sebagai Bupati Sumenep sejak 2010 hingga sekarang menyatakan, bahwa Ia (saksi Busyro) mengetahui PT Wira Usaha Sumekar adalah BUMD yang didirikan pada saat saksi sebagai Ketua DPRD Sumenep berdasarkan Perda Nomor 4 tahun 2008 tentang perseroan terbatas Wira usaha Sumekar, yang kepemilikan sahamnya sebesar 75 persesen adalah milik Pemkab Sumenep.
Saksi Dr. KH. A. Busyro melalui JPU yang membacakan BAP menyatakan, bahwa dibentuknya PT WUS karena Core bisnisnya migas dan sehubungan dengan tuntutan aturan bahwa ada migas di Sumenep dan harus BUMD, makadibentuklah PT WUS sebagai bagian penerimaan Participating Interest (PI) dan saksi saat itu mendukung, diamana saham Pemkab Sumenep sebesar 75 persen.
Menurut saksi seperti yang dibacakan JPU dalam BAP menyatakan, bahwa dalam rapat RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) saat itu, memerintahkan untuk Direksi PT WUS untuk memasukkan PT MMI (Multilfiling Mitra Indonesia Tbk) sebagai pemegang saham, dan penghapusan saham PT Sumekar distribusi keuntungan mengacu kepada Perda Nomor 4 tahun 2008, pembagian deviden bagi pemegang saham sesuai dengan besaran saham yang disetor, melakukan restrukturisasi perusahaan agar lebih efisien dan professional, memerintahkan Direksi bekerja sama dengan pihak lain dalam pembentukan JV Campany, pemegang saham menyetujui rncana anggaran belanja perusahaan PT WUS tahun 2012.
Masih menurut saksi dalam BAP-nya yang dibacakan Tim JPU dihadapan Majelis Hakim menjelaskan, karena semangatnya supaya PT WUS bisa berkembang karena saat itu PT WUS kesulitan keuangan dan RUPS dibicarakan tentang penawaran oleh pihak lain termasuk PT MMI dan disetujui PT MMI sebagai pemegang saham dalam RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) sesuai berita acara Nomor 83 tanggal 27 April 2012 berjumlah 33.454.935 lembar saham dengan nominal Rp 3.345.493.500. Dan sejak tahun 2011 – 2014, PT WUS tidak mendapatkan dana PI.
Menurut saksai saat itu, sudah meminta untuk dilakukannya audit terhadap laporan keuangan PT WUS namun saksi lupa hasil auditnya. Saksi mengakui, selaku pemegang saham telah mendapat laporan dari Sitrul Arsyaih terkait penyetoran modal PT MMI yang sudah dilakukan pembayaran.
Saksi Dr. KH. A. Busyro pun lupa terkait pengangkatan Achmat Fauzi sebagai Kepala Kantor Perwakilan PT WUS di Jakarta pada tahun 2011.
Sementara JPU saat membacakan keterangan saksi Achmad Fauzi yang lahir pada tanggal 1 Mei 1975, tempat tinggal di Jalan Mampang Prapatan Nomor 16 Jakarta Selatan atau rumah dinas Wakil Bupati Sumenep Jalan Doktor Cipto Nomor 58 Sumenep, pekerjaan Wakil Bupati Sumenep sejak tahun 2015 pendidikan SLTA.
Dalam keterangan Achmad Fauzi di BAP yang dibacakan JPU menyatakan, bahwa saksi mengetahui pembukaan rekening Bank Mandiri KCP ITC Permata Hijau Jakarta rekening Tabungan Bisnis rupiah Bank Mandiri Nomor 102-00-0667766-7 atas nama PT Wira Usaha Sumekar, dan PT WUS terdaftar aktif sebagai Nasabah di Bank Mandiri KCP ITC Permata Hijau Jakarta rekening Tabungan Bisnis Fals (US Dollar) Bank Mandiri Nomor 102-000-5737330 atas nama PT Wira Usaha Sumekar.
Saksi Achmad Fauzi mengakui dalam BAP yang dibacakan JPU dihadapan Majelis Hakim menyatakan, bahwa proses pembukaan rekening Bank Mandiri KCP ITC Permata Hijau Jakarta, awalnya saksi ditelepon oleh Sitrul Arsyih Musa'ie sebagai Direktur Utama PT WUS untuk menemuinya dan Suprayogi sebagai komisaris PT WUS di kantor konsultan PT GMA MI (Aryadi Subandrio) di gedung Belleza.
Dalam pertemuan saat itu menurut Achmad Fauzi, Sitrul Arsyih Musa'ie dan Suprayogi meminta foto copi KTP untuk pembukaan rekening Bank. Kemudian saksi Achmad Fauzi, Sitrul Arsyih Musa'ie, Suprayogi dan Haryadi berangkat ke kantor Bank Mandiri KCP ITC Permata Hijau. Dan pada saat di Bank Mandiri customer service menolak pembukaan rekening dan alamat PT WUS ada di Kabupaten Sumenep, sehingga tidak bisa membuka rekening di wilayah Jakarta.
Saksi Achmad Fauzi mnejelaskan seperti yang ditirukan JPU saat membacakan BAP saksi dihadapan Majelis Hakim, beberapa minggu kemudian saya ditelepon oleh Sitrul Arsyih Musa'ie, Suprayogi dan Aryadi untuk bertemu di kantor konsultan PT GMA MI (Aryadi Subandrio) di Gedung Plaza Lantai 2. Saat itu disodori oleh Sitrul dokumen terdiri dari kepala perwakilan PT Wira Usaha Sumekar di Jakarta, kemudian dokumen tersebut ditandatangani saya tandatangani, karena menurut keterangan Sitrul, dokumen tersebut tanda tangani saja untuk kemudian dan syarat administrasi saja dalam pembukaan rekening Bank Mandiri KCP Permata Hijau atas nama PT Wira Usaha Sumekar termasuk dokumen.
Kemudian, sesuai bukti yang dimiliki JPU berupa satu lembar aplikasi setoran pengiriman atas nama Achmad Fauzi ke rekening Bank Mandiri Nomor 102-00-0667766-7 atas nama PT Wira Usaha Sumekar sebesar Rp 56 juta, yang menurut Achmad Fauzi, bahwa uang tersebut berasal dari Aryadi Subandrio.
Selain itu, pengiriman uang sebesar US 5000 Dollar tanngal 12 Oktober 2011 dari Dian Nirmala selaku Sekretaris Direktur Utama PT GMA MI yaitu Aryadi Subandrio ke rekening valas kurs Dollar Bank Mandiri Nomor 102-000-573733-0 atas nama PT Wira Usaha Sumekar, dan pengiriman uang sebesar US 1000 Dollar yang juga atas nama Dian Nirmala ke rekening valas Bank Mandiri Nomor 102-000-573733-0 atas nama PT WUS pada tanggal 14 Oktober 2011.
Saksi mengakui dalam BAP yang dibacakan JPU, bahwa uang sebesar US 100.000 Dollar diambil secara tunai oleh saksi dan Sitrul dan tidak pernah dibukukan. Namun menurut saksi selaku Kepala Kantor PT WUS di Jakata mengatakan tidak mengetahui untuk apa uang tersebut.
Selain itu, dalam BAP nya saksi mengakui pernah mengirim uang sebesar Rp 500 juta ke PT WUS secara tunai. Namun lagi-lagi Achmad Fauzi lupa darimana Bank mana Ia mengirimkannya.
Apapun keterangan saksi yang dibacakan oleh JPU sepertinya “meninggalkan noda hitam” karena Majelis Hakim Khususnya tak dapat mengajukan beberapa pertanyaan kepada kedua saksi yang saat ini sebagai Kepal Daerah Kabupaten Sumenep.
Terkait ketidak hadiran saksi Dr. KH. A. Busyro K dan Achmad Fauzi, JPU Rhein mengatakan, sudah dipanggil sebanyak tigakali namun tidak datang.
“Tigakali kita panggil. Yang dibacakan tadi adalah keterangan saksi Achmad Fauzi dan Busyro,” kata JPU Rhein.
Saat ditanya, mengapa JPU tidak melakukan panggilan paksa, JPU Rhein tak memberikan komnetar.
Sebelumnya, saat wartawan media ini menghubungi Achmad Fauzi melalui pesan ke nomor WhastAppnya juga tak ada tanggapan.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, terkait adanya dugaan penyalah gunaan dana Participasing Interest (PI) pengelolaan minyak dan gas oleh PT WUS pada tahun 2011 – 2015 lalu.
Selain itu, hasi audit BPK yang menemukan adanya sejumlah duit yang diduga tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh PT WUS. Kemudian, penyidik Kejari Sumenep melakukan penyelidikan dan penyidikan serta penggeledahan di PT PWUS pada Juli 2017.
Dari hasil penggeledahan itu, penyidik Kejari Sumenep menyita 3 unit CPU dan beberapa berkas lainnya. Kemudian kasus ini pun “berpindah” ke Kejati Jatim dibawah kendali Maruli Hutagalung selaku Kepala Kejaksaan Tinggi dan Didik Farkhan sebagai Aspidsus Kejati jatim.
Tak lama kemudian, penyidik Kejati Jatim pun akhirnya menetapkan 2 tersangka, yakni Sitrul Arsyih Musa'ie mantan Direktur Utama PT Wira Usaha Sumekar dan Taufadi, mantan Kepala Divisi Keuangan dan Administrasi PT WUS yang saat ini menjabat sebagai Komisiaris PT Garam Indonesia (Persero).
Taufadi ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu pada Senin, 4 Desember 2017, setelah terlebih dahulu Tim penyidi Kejati Jatim menemukan adanya bukti aliran dana PI sebesar Rp 510.658.500 yang tak dapat dipertanggung jawabkan Taufadi saat menjabat sebagai Kepala Divisi Keuangan dan Administrasi PT WUS pada tahun 2012 – 2013.
Atas perbuatannya, Sitrul Arsyih Musa'ie dan Taufadi pun terancam pidana penjara paling lama 20 tahun sesuai pasal yang menjeratnya, yakni pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (Redaksi).
Posting Komentar
Tulias alamat email :