Foto atas; Saat terdakwa Ehud Allawy dan Suyitno menjalani sidang putusan dan Ke- 2 terdakwa bersama tim PH nya masing-masing (foto bawa) |
beritakorupsi.co - Status tersangka/terdakwa bagi seorang pejabat yang terseret dalam kasus Korupsi yang ditetapkan oleh aparat penegak hukum (APH) diantaranya Kepolisian maupun Kejaksaan adalah sama, tetapi meringkuk tidaknya dalam penjara belum tentu sama, karena tak sedikit pejabat yang berstatus tersangka/terdakwa masih merasakan dan melihat terbitnya Matahari, bahkan bisa jadi tetap menjalankan aktifitasnya sebagai pejabat, kecuali yang ditangani KPK.
“Senjata” yang paling ampuh digunakan sebahagian pejabat yang tersandung dalam kasus Korupsi agar tidak meringkuk di dalam penjara adalah SAKIT. Tetapi tak sedikit tersangka/terdakwa tetap dimasukkan ke dalam penajara karena mungkin “pejabat kere”.
Beberapa tersangka/terdakwa kasus Korupsi yang ditangani Kepolisian maupun Kejaksaan di Jawa Timur dan bahkan sudah divonis pidana penajara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya namun tetap “bebas berkeliaran”, diantaranya Dahlan Iskan (mantan Dirut PT PWU), Wishnu Wrdhana (manatan Ketua Tim penjualan asset PT PWU), Yuni Widyaningsih (mantan Wakil Bupati Ponorogo), Oepoyo Sarjono (Dirut PT SAM), “senjatanya” sama yakni karena sakit.
Para terdakwa memang ditahan namun tahanan Kota. Lalu siapa yang tau kalau para terdakwa Korupsi itu keluar dari Kota diamana terdakwa berdomisili ? adakah pihak Kejaksaan yang selalu mengawasinya ?. Ditahan di Rutan saaja seperti Gayus Tambunan bisa keluar negeri, apalagi tahanan Kota ?
Itu pula yang dialami Ehud Allawy, Plt. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSDUD) Dr. Sayidiman Magetan yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Magetan. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Juli tahun lalu hingga pejabat orang nomor 1 di Dinas Kesehatan dan di RSUD Magetan itu belum pernah merasakan tidur di penjara.
Berbeda dengan Suyitno, Dirut PT Awan Megah yang merupakan kooporasi CV Jaya dan PT Awan Megah, yang langsung dijebloskan ke penjara sejak menyandang status tersangka hingga divonis bersama dengan Ehud Allawy oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai I Wayan Sosisawan, pada Senin, 19 Maret 2018.
Ehud Allawy dan Suyitno terseret dalam kasus Korupsi pembangunan Instalasi Rawat Inap (Irna) RSDUD Dr. Sayidiman Magetan pada tahun 2010 lalu, yang menelan anggaran senilai Rp 1,5 M dan merugikan keuangan negara senilai Rp 139 juta.
Bagian Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun sempat turun tangan karena terjadi kendala dalam penyidikan kasus Korupsi proyek pembangunan Irna RSUD Dr. Syaidiman Magetan yang ditangani Polres Magetan sejak tahun 2012 lalu.
Kemudian, dari hasil penyidikan yang dilakukan penyidik Polres Magetan menukan indikasi terjadinya kerugian negara dalam proyek RSUD Magetan, karean pihak Rumah Sakit hanya meminjam bendera (Kontraktor), Consultan Perencanaan dan Consultan Pengawas, sebagai syarat agar anggaran bisa dicairkan. Sementara pelaksanaannya tidak sesuai Spsifikasi berdasarkan penghitungan BPKP Perwakilan Jatim.
Tidak hanya disitu, pekerjaan pembangunan Instalasi Rawat Inap RSDUD Dr. Sayidiman Magetan yang dilaksanakan oleh Dirut PT Awan Megah baru selesai 80 persen, namun pembayaran sudah dilakukan 100 persen oleh Pengguna Anggaran (PA) yakni Ehud Allawy. Tidak hanya itu, Ehud Allawy juga menandatangani dokumen kontrak tanpa melakukan pemeriksaan. Akibatnya, keuntungan yang dinikmati Suyitno selaku pelaksana sebesar Rp 139 juta lebih menjadi kerugian negara.
Beberapa tersangka/terdakwa kasus Korupsi yang ditangani Kepolisian maupun Kejaksaan di Jawa Timur dan bahkan sudah divonis pidana penajara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya namun tetap “bebas berkeliaran”, diantaranya Dahlan Iskan (mantan Dirut PT PWU), Wishnu Wrdhana (manatan Ketua Tim penjualan asset PT PWU), Yuni Widyaningsih (mantan Wakil Bupati Ponorogo), Oepoyo Sarjono (Dirut PT SAM), “senjatanya” sama yakni karena sakit.
Para terdakwa memang ditahan namun tahanan Kota. Lalu siapa yang tau kalau para terdakwa Korupsi itu keluar dari Kota diamana terdakwa berdomisili ? adakah pihak Kejaksaan yang selalu mengawasinya ?. Ditahan di Rutan saaja seperti Gayus Tambunan bisa keluar negeri, apalagi tahanan Kota ?
Itu pula yang dialami Ehud Allawy, Plt. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSDUD) Dr. Sayidiman Magetan yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Magetan. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Juli tahun lalu hingga pejabat orang nomor 1 di Dinas Kesehatan dan di RSUD Magetan itu belum pernah merasakan tidur di penjara.
Berbeda dengan Suyitno, Dirut PT Awan Megah yang merupakan kooporasi CV Jaya dan PT Awan Megah, yang langsung dijebloskan ke penjara sejak menyandang status tersangka hingga divonis bersama dengan Ehud Allawy oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai I Wayan Sosisawan, pada Senin, 19 Maret 2018.
Ehud Allawy dan Suyitno terseret dalam kasus Korupsi pembangunan Instalasi Rawat Inap (Irna) RSDUD Dr. Sayidiman Magetan pada tahun 2010 lalu, yang menelan anggaran senilai Rp 1,5 M dan merugikan keuangan negara senilai Rp 139 juta.
Bagian Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun sempat turun tangan karena terjadi kendala dalam penyidikan kasus Korupsi proyek pembangunan Irna RSUD Dr. Syaidiman Magetan yang ditangani Polres Magetan sejak tahun 2012 lalu.
Kemudian, dari hasil penyidikan yang dilakukan penyidik Polres Magetan menukan indikasi terjadinya kerugian negara dalam proyek RSUD Magetan, karean pihak Rumah Sakit hanya meminjam bendera (Kontraktor), Consultan Perencanaan dan Consultan Pengawas, sebagai syarat agar anggaran bisa dicairkan. Sementara pelaksanaannya tidak sesuai Spsifikasi berdasarkan penghitungan BPKP Perwakilan Jatim.
Tidak hanya disitu, pekerjaan pembangunan Instalasi Rawat Inap RSDUD Dr. Sayidiman Magetan yang dilaksanakan oleh Dirut PT Awan Megah baru selesai 80 persen, namun pembayaran sudah dilakukan 100 persen oleh Pengguna Anggaran (PA) yakni Ehud Allawy. Tidak hanya itu, Ehud Allawy juga menandatangani dokumen kontrak tanpa melakukan pemeriksaan. Akibatnya, keuntungan yang dinikmati Suyitno selaku pelaksana sebesar Rp 139 juta lebih menjadi kerugian negara.
5 Terdakwa jilid I yang sudah divonis terlebih dahulu |
Penyidik pun menetapkan 8 tersangka yang dibagi dalam dua Jilid. Jilid I, 5 tersangka yaitu Ningrum Palupi Widiasari selaku PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan), Rohmat (Pejabat Pengadaan Barang), Cahyo Ronggo Putro (Direktur Utama CV Enggal Daya Prima, selaku konsultan perencana proyek), Suharti (Direktur Utama CV Jaya, sebagai pengawas proyek) dan Titik Mulyatin selaku Kontraktor perantara.
Kelimanaya dijerat dengan pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 64 KUHPidana, dan divoni pidana penjara masing-masing selama 2 tahun.
Dalam Jilid II, penyidik kemudian menetapkan 2 tersangka yaitu Ehud Allawy dan Suyitno, sementara dr. Kun Prastityo selaku Direktur Utama RSUD Magetan yang dikabarkan selaku pejabat yang menandatangani SPMK (surat perintah melaksanakan kerja) hanya sebagai saksi.
Pada Senin, 19 Maret 2018, dalam persidangan yang berlangsung dengan agenda pembacaan surat putusan oleh Majelis Hakim yang diketuai Hkim I Wayan Sosisawan menyatakan, bahwa terdakwa Ehud Allawy dan Suyitno (perkara terpisah) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 64 KUHPidana.
Dalam amar ptusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa pekerjaan pembangunan Instalasi Rawat Inap RSDUD Dr. Sayidiman Magetan baru selesai 80 persen namun pembayaran sudah dilakukan 100 persen oleh terdakwa selaku Pengguna Anggaran (PA). Akibatnya, kerugian negara dinikmati oleh terdakwa Suyitno selaku pelasana, namun kerugian negara tersebut sudah dikembalikan melalui Jaksa Penuntut Umum.
Terdakwa Ehud Allawy pun divonis pidana penjara selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. Majelis Hakim menyatakan dalam surat putusannya, bahwa Terdakwa Ehud Allawy tetap dalam tahanan Kota.
“Mengadili; Menyatakan bahwa terdakwa Ehud Allawy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan subsidair; Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun denda sebesar Rp 50 juta. Apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama 1 bulan kurungan. Menyatakan terdakwa tetap dalam tahanan Kota,” ucap Ketua Majelis Hakim. Dan Vonis ini lebih ringan 6 bulan dari tuntutan JPU.
Sementara Suyitno, divonis 1 tahun dan 4 bulan namun dendanya sama dengan Ehud Allawy. Suyitno pun tetap dinyatakan berda dalam tahanan. Vonis yang diberikan Majelis Hakim terhadap Suyitno juga lebih ringan dari tuntutan JPU, yang menuntutnya dengan penjara selama 2 tahun.
Usai persidangan, saat wartawan media ini meminta tanggapan JPU Eko, terkait perbedaan status tahanan kedua terdakwa oleh Kejari Magetan pada saat A. Taufik Hidayat menjabat sebagai Kasi Pidsus dan saat ini menjadi Jaksa Fungsional, namun tak bersedia menanggapinya.
Kelimanaya dijerat dengan pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 64 KUHPidana, dan divoni pidana penjara masing-masing selama 2 tahun.
Dalam Jilid II, penyidik kemudian menetapkan 2 tersangka yaitu Ehud Allawy dan Suyitno, sementara dr. Kun Prastityo selaku Direktur Utama RSUD Magetan yang dikabarkan selaku pejabat yang menandatangani SPMK (surat perintah melaksanakan kerja) hanya sebagai saksi.
Pada Senin, 19 Maret 2018, dalam persidangan yang berlangsung dengan agenda pembacaan surat putusan oleh Majelis Hakim yang diketuai Hkim I Wayan Sosisawan menyatakan, bahwa terdakwa Ehud Allawy dan Suyitno (perkara terpisah) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 64 KUHPidana.
Dalam amar ptusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa pekerjaan pembangunan Instalasi Rawat Inap RSDUD Dr. Sayidiman Magetan baru selesai 80 persen namun pembayaran sudah dilakukan 100 persen oleh terdakwa selaku Pengguna Anggaran (PA). Akibatnya, kerugian negara dinikmati oleh terdakwa Suyitno selaku pelasana, namun kerugian negara tersebut sudah dikembalikan melalui Jaksa Penuntut Umum.
Terdakwa Ehud Allawy pun divonis pidana penjara selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. Majelis Hakim menyatakan dalam surat putusannya, bahwa Terdakwa Ehud Allawy tetap dalam tahanan Kota.
“Mengadili; Menyatakan bahwa terdakwa Ehud Allawy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan subsidair; Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun denda sebesar Rp 50 juta. Apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama 1 bulan kurungan. Menyatakan terdakwa tetap dalam tahanan Kota,” ucap Ketua Majelis Hakim. Dan Vonis ini lebih ringan 6 bulan dari tuntutan JPU.
Sementara Suyitno, divonis 1 tahun dan 4 bulan namun dendanya sama dengan Ehud Allawy. Suyitno pun tetap dinyatakan berda dalam tahanan. Vonis yang diberikan Majelis Hakim terhadap Suyitno juga lebih ringan dari tuntutan JPU, yang menuntutnya dengan penjara selama 2 tahun.
Usai persidangan, saat wartawan media ini meminta tanggapan JPU Eko, terkait perbedaan status tahanan kedua terdakwa oleh Kejari Magetan pada saat A. Taufik Hidayat menjabat sebagai Kasi Pidsus dan saat ini menjadi Jaksa Fungsional, namun tak bersedia menanggapinya.
“Ke Kasi Pidsus aja, saya takut salah nanti,” kata JPU Eko. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :