beritakorupsi.co – Dua terdakwa dalam kasus perkara Korupsi suap Buapti Nganjuk Taufiqurrahman, yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada tanggal 24 Oktober 2017 lalu, yakni Mohammat Bisri selaku Kabag Umum RSUD Nganjuk dan Harjanto yang menjabat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kab. Nganjuk di Vonis pidana 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Senin, 12 Maret 2018.
Dalam kasus OTT ini, KPK menetapkan 5 tersangka yakni M. Bisri, Harjanto, Ibnu Hajar (Kepala Dinas Pendidikan), Suwandi (Kepala Sekolah SMPN 3 Ngeronggot) dan Taufiqurrahman (Bupati Nganjuk). Tiga dari dari 5 terdakwa yakni Ibnu Hajar, Suwandi dan Taufiqurrahman masih menjalani proses persidangan. Namun Ibu Hajar dan Suwandi tinggal menunggu Vonis.
Dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo Jawa Timur, dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosisawan, diahadiri oleh JPU KPK Fitroh Rohcahyanto dkk. Sementara terdakwa M. Bisri didampingi Penasehat Hukum secara gratis yakni Yuliana dkk dari LBH YLKI (Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Legundi Keadilan Indonesia), sementara terdakwa Harjanto di damping Penasehat Hukumnya Yun Suryonoto dkk.
Majelis Hakim mengatakan, bahwa pemberian sejumlah uang oleh terdakwa M. Bisri terhadap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, terkait pengangkatannya menjadi Kepala bagian Umum RSUD Nganjuk, yang sebelumnya menjabat sebagai staf ahli Bupati setelah dicopt jabatannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup.
Sementara terdakwa Harjanto, terkait pengangkatannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup yang sebelumnya menjabaat sebagai Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk.
Terdakwa M. Bisri sekaligus menjadi kordinator bagi para pejabat Eslon III B dan IV di lingukungan Kab. Nganjuk yang hendak dipromosikan/mutasi jabatan dengan imbalan sejumlah uang yang disebut dengan uang lelah. Yang menurut Taufiqurrahman kepada M. Bisri, tidak ada yang gratis sehingga Taufiqurrahman meminta M. Bisri mencarikan uang sebesar Rp 500 juta.
Para pejabat yang di promosikan/dimutasi, anta lain Hardi Jono, Waskito Rini, Sofianti Wahyu Setyaningsih, Sri Mumpuni, Yuliana, Anang Agus Susilo, Sri Nuryati, Agustin Rahmawati, Muhammad Yudi Arifin dan Lilik supriyadi.
Dalam amar putusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa sebagai kompensasi atas pelantikan diri terdakwa sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan para pegawai yang diusulkan oleh terdakwa, kemudian memberikan uang yang terkumpul itu kepada Taufiqurrahman melalui Joni Tri Wahyudi, Kepala SMP Negeri 3 Ngeronggot, yakni pada sekitar bulan Juli - Agustus 2017, bertempat di rumah terdakwa di Jalan Semeru Gang I Rt 03 Rw 01 Desa Tanjungrejo, Kabupaten Loceret Kabupaten Nganjuk, diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Wahyudi sebesar Rp 200 juta. Kemudian oleh Joni Tri Wahyudi, diserahkan kepada Taufiqurrahman di Pendopo Kantor Bupati Nganjuk.
Pada tanggal 12 Oktober 2017, lanjut anggota Majelis Hakim Dr. Andriano, bertempat di Hotel Luminor Surabaya di Jalan Jemursari Nomor 206 Kota Surabaya, diarahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suwandi sebesar Rp 100 juta. Pada tanggal 15 Oktober 2017, bertempat di rumah terdakwa diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suandi sebesar 50 juta. Dan pada tanggal 17 Oktober 2017 bertempat di RSUD Nganjuk diserahkan kepada kepada Taufiqurrahman senilai Rp 50 juta. Bahwa uang sebesar Rp 200 juta yang diterima Suwandi, kemudian diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Nurrosid Husein Hidayat selaku ajudan Bupati Nganjuk di sebuah rumah makan di Surabaya.
Majelis Hakim menyatakan, bahwa unsur memberi hadiah berupa uang sudah terbukti. Sehingga, terdakwa pun dinyatakan terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 64 ayat 1 KUHAPidana. Kedua terdakwa pun dituntut pidana penjara masing-masing selama 2 tahun.
“Mengadili; Menyatakan bahwa terdakwa Mohammat Bisri (dan Harjanto) terbukti secara sah dan meyakninkan bersalah melakukan tinda pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama. Menghukum terdakwa Mohammat Bisri (dan Harjanto) dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta. Apabila terdakwa tidak membayar, maka diganti dengan kurungan selama 2 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim I Wayan.
Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim terhada M. Bisri dan Harjanto sama dengan tuntutan JPU KPK, yakni dengan pidana penjara selama 2 tahun, denda sebesar Rp 200 juta subsidair kurungan 2 bulan.
Atas putusan tersebut, JPU KPK mapun kedua terdakwa melalui Penasehat Hukumnya menyatakan pikir-pikir.
“Sama degan tuntutan, itu kan kewenangan Majelis Hakim,” ujar JPU KPKFitro kepada media ini usai persidangan.
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Kasus ini bermula pada bulan Mei 2017 sampai dengan Oktober 2017, bertempat di Jalan Semeru Gang I RT 30 RW 01 Desa Tanjungrejo, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, di Hotel Luminor Surabaya di Jalan Jemursari Nomor 206 Kota Surabaya dan di RSUD Nganjuk Jalan Dr Soetomo 62 Kabupaten Nganjuk, melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sebagai perbuatan berlanjut, memberikan sesuatu berupa uang sebesar Rp 400 juta kepada Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk periode 2013-2018, melalui Joni Tri Wahyudi dan Suwandi, yang bertentangan dengan jabatannya.
Pemebrian uang itu berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan eselon III dan IV di lingkungan RSUD Nganjuk, yang bertentangan dengan kewajiban Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk, sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
Pada awal bulan Mei 2017, saat Bupati Nganjuk Taufiqurrahman memutasi terdakwa M. Bisri yang menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk, menjadi Kepala Bagian (Kabag) Umum RSUD Nganjuk, sekaligus mau minta terdakwa untuk mengkoordinir para pegawai yang berkeinginan menduduki jabatan Eselon III dan IV, baik pada RSUD Nganjuk dan RSUD Kertosono, dengan syarat bersedia memberikan sejumlah uang sebagai imbalannya yang diistilahkan sebagai uang syukuran dimana terdakwah menyanggupinya.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, terdakwa M. Bisri mengkoordinir beberapa pegawai untuk dipromosikan maupun mutasi di RSUD Nganjuk dan RSUD Kertosono. Lalu terdakwa M. Bisri membuat daftar nama dan promosi jabatan yang diinginkan. Daftar nama tersebut kemudian diserahkan terdakwa kepada Taufiqurrahman sambil menyampaikan, bahwa para pegawai sanggup untuk memberikan uang syukuran.
Daftar nama yang dibuat terdakwa M. Bisri untuk promosi jabatan maupun untuk mutasi adalah, diantaranya Hardi Jono, Waskito Rini, Sofianti Wahyu Setyaningsih, Sri Mumpuni, Yuliana, Anang Agus Susilo, Sri Nuryati, Agustin Rahmawati, Muhammad Yudi Arifin dan Lilik supriyadi.
Kemudian pada tanggal 24 Mei 2017, lanjut JPU KPK, Bupati Nganjuk menerbitkan surat keputusan (SK) Nomor 82/86/411.404/2017 tentang pengangkatan dalam jabatan struktural yang mengangkat terdakwa dari jabatan Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk Eselon III/B menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk Eselon III/B, serta mengangkat para pegawai sebagaimana informasi yang diajukan terdakwa.
Setelah pengangkatan terdakwa sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan pengangkatan para pegawai dimaksud, maka untuk merealisasikan uang syukuran yang akan diberikan kepada Taufiqurrahman, terdakwa M. Bisri kemudian menyiapkan uang sebesar Rp 400 juta, yang terdiri dari 100 juta rupiah merupakan uang pribadi terdakwa dan Rp 300 juta uang yang dikumpulkan oleh terdakwa dari para pegawai yang telah berhasil dipromosikan dan dimutasikan. Uang tersebut diterima terdakwa secara bertahap baik secara langsung maupun melalui Tien Farida Yani.
Sebagai kompensasi atas pelantikan diri terdakwa sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan para pegawai yang diusulkan oleh terdakwa, kemudian memberikan uang yang terkumpul itu kepada Taufiqurrahman melalui Joni Tri Wahyudi, Kepala SMP Negeri 3 Ngeronggot, yakni pada sekitar bulan Juli - Agustus 2017, bertempat di rumah terdakwa di Jalan Semeru Gang I Rt 03 Rw 01 Desa Tanjungrejo, Kabupaten Loceret Kabupaten Nganjuk, diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Wahyudi sebesar Rp 200 juta. Kemudian oleh Joni Tri Wahyudi, diserahkan kepada Taufiqurrahman di Pendopo Kantor Bupati Nganjuk.
Pada tanggal 12 Oktober 2017, bertempat di Hotel Luminor Surabaya di Jalan Jemursari Nomor 206 Kota Surabaya, diarahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suwandi sebesar Rp 100 juta. Pada tanggal 15 Oktober 2017, bertempat di rumah terdakwa diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suandi sebesar 50 juta. Dan pada tanggal 17 Oktober 2017 bertempat di RSUD Nganjuk diserahkan kepada kepada Taufiqurrahman senilai Rp 50 juta. Bahwa uang sebesar Rp 200 juta yang diterima Suwandi, kemudian diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Rosid Husein Hidayat selaku ajudan Bupati Nganjuk di sebuah rumah makan di Surabaya.
Pemberian uang sebesar Rp 400 juta kepada Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk melalui Joni Tri Wahyudi dan Suandi, karena Taufiqurrahman telah mengangkat dirinya sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, dan para pegawai lainnya sesuai usulan terdakwa atau pemberian itu berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan di lingkungan RSUD Nganjuk yang bertentangan dengan kewajiban Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010.
Sementara Harjanto, memberikan uang sebesar Rp 500 juta terhadap Buapti Nganjuk, terkait pengankatannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk. Pemberian uang tersebut oleh terdakwa diberikan dalam beberapa tahap.
Pada sekitar bulan April 2017, terdakwa dihubungi Ibnu Hajar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk yang merupakan orang kepercayaan Taufiqurrahman, agar menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta untuk keperluan Taufiqurrahman yang sedang ada acara di Yogyakarta. Atas permintaan itu, terdakwa meminta Wisnu Anang Wibowo agar menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta, tetapi yang sanggup disediakan Wisnu Anak Wibowo hanya sebesar Rp 80 juta. Setelah terdakwa menerima uang sebesar 80 juta itu, terdakwa kemudian menghubungi Ibnu Hajar dan menyampaikan bahwa uang sudah dapat diambil di rumahnya tetapi hanya Rp 80 juta.
Ibnu Hajar Kemudian datang ke rumah terdakwa terletak di Desa Kwagean, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, lalu terdakwa menyerahkan uang sebesar 80 juta tersebut kepada Ibnu Hajar. Kemudian Ibnu Hajar menyerahkan uang tersebut kepada Taufiqurrahman yang masih berada di Yogyakarta. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :