0
beritakorupsi.co – “Hanya Keledai yang jatuh ke lubang yang sama untuk yang Keduakalinya.” Peribahasa ini sepertinya tak berlaku bagi Nur Sasongko, Direktur CV Global Inc. yang sudah 2 kali terjerat dalam kasus Tindak Pidana Korupsi dan saat ini untuk yang Ketigakalinya.

Namun demikian, Tak banyak terpidana yang kembali terjerat dalam kasus Korupsi divonis ringan oleh Majelis Hakim Pangadilan Tipikor, seperti yang dialami Nur Sasongko.

Kasus Korupsi yang pertama menjerat Nur Sasongo adalah pengadaan alat pengadaan alat peraga untuk 164 Sekolah Dasar di Kabupaten Ponorogo tahun 2012 dan tahun 2013 lalu, yang menelan anggaran APBD sebesar Rp 8,1 M dan merugikan keuangan negara sejumlah Rp 4,5 M bersama  Anang Prasetyo (Staf Marketing CV Global Inc), Keke Aji Novalin (Staf Administrasi CV Global Inc), dan Hartoyo salah satu anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Madiun, yang menajdi “calo” CV. Global untuk mendaptkan  proyek, serta menyeret Wakil Bupati Ponorogo, Yuni Widyaningsih.

Dalam kasus ini, Nur Sasongko didampingi Suryono Pane yang mantan Ketua Panwaslu Pasuruan itu selaku Penasehat Hukumnya, dituntut ringan bersama 3 terdakwa lainnya, dengan pidana penjara selama 1,6 tahun oleh JPU Beni Nugroho dari Kejari Ponorogo, dan kemudian divonis ringan pula oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan 3 bulan, denda sebesar Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan, pada tanggal 4 Agustus 2015.

Kasus Korupsi yang Kedua adalah pembangunan pabrik Sawit Mini di SMKN 1 Sarolangun Jambi, Sumatra Selatan pada tahun 2009 lalu. Dalam kasus ini, Nur Sasongko dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan, denda Rp 200 juta subside 6 bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 1,6 milyar subsider 3,8 tahun penjara.

Pada tanggal 18 April 2016, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jambi menjatuhkan Vonis pidana penjara terhadap Nur Sasongko selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta susider 3 bulan kurungan. Selain itu, pengusaha yang memiliki istri 3 di Surabaya ini juga dihukum untuk membayar kerugian negara sebesar Rp 1,6 Milliar atau hartanya disita, dan kalau tidak mencukupi maka diganti penjara selama 2 tahun.

Hukuman ringan juga dijatuhkan terhadap 3 terdakwa lainnya, yakni Anang Prasetyo, Keke Aji Novalin, dan Hartoyo masing-masing 1 tahun penjara. Sementara terdakwa Yuni Widyaningsih divonis pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dari tuntutan 5 tahun, denda sebesar Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan, serta dihukum pidana membayar uang penganti sebesar Rp Rp 600 juta subside 1 tahun penjara. Tak terima dihukum “ringan”, terdakwa Yuni Widyaningsih banding. Dan hukuman pun diperberat oleh Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur menjadi 3 tahun penjara.

Kemudian saat ini adalah kasus Korupsi yang Ketiga, yakni pengadaan Alat Laboratorium SMKN 2 Kota Mojokerto tahun 2013 lalu, yang  menelan anggaran sebesar Rp 3.353.000.000 yang merugikan keuangan negara senilai Rp 1.202.705.668.000 bersama dengan Hartoyo (broker proyek), Moch Armanu (Direktur PT Integritas Pilar Utama) selaku pemenang lelang namun yang mengerjakan CV Global. Sementara Nurhayati (Pejabat Pembuat Komitmen) dan Moch Hadi Wiyono (Ketua Panitia Pengadaan Barang).

Dalam kasus ini, pada Jumat, 19 Januari 2018, JPU Agustri Hartono dkk dari Kejari Kota Mojokerto, menjerat terdakwa/terpidana Nur Sasongko dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.

Dalam surat tuntutan JPU, terdakwa yang juga terpidana untuk 2 kasus Korupsi di 2 daerah yang berbeda itu pun dituntut pidana penjara selama 6 tahun dan 2 bulan denda sebesar Rp 250 juta subside 4 bulan kurungan. Selain itu, Direktur CV Global yang selalu dikunjungi istri ke duanya disetiap persidangan, dituntut untuk mengembalikan uang yang dinikmatinya sejumlah Rp 500 juta subsider 4 tahun penjara. Pertimbangan JPU, karena Nur Sasongko sudah pernah dihukum.

Anehnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai I Wayan Sosisawan menghukumnya (Vobis) dengan pida penjara selama 4 tahun dan 6 bulan denda sebesar Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 500 juta (200 juta rupiah sudah dititipkan ke JPU).

Vonis itu dibacakan oleh Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Senin, 5 Maret 2018.

Yang lebih anehnya lagi, dalam pertimbangan Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Nur Sasongko belum pernah dihukum. Tidak hanya Nur Sasongko, tetapi Hartoyo juga disebutkan belum pernah dihukum. Pada hal, dalam surat tuntutan JPU menyatakan kalau terdakwa sudah pernah dihukum.

Tidak hanya itu. Pembacaan surat putusan terhadap 5 terdakwa (Nur Sasongko selaku Direktur CV Global dan Moch. Hadi Wiyono,satu perkara, sementara terdakwa Moch. Armanu (Direktur PT Integritas Pilar Utama berinisial), Hartoyo (broker proyek) dan Nurhayati selaku PPK satu perkara) di “cicil”.

Terdakwa Moch. Armanu, Hartoyo dan Nurhayati divonis oleh Majelis Hakim pada Selasa, 20 Pebruari 2018. Sementara Hadi Wiyono divonis pada Jumat, 23 Pebruari 2018. Lalu, mengapa Majelis Hakim membacakan surat putusannya terhadap terdakwa Nur Sasongko dengan waktu yang cukup jauh berbeda ? Yang pasti hanya Majelis Hakimlah yang tahu yang tidak disebutkan dalam pertimbangannya.

Seusai persidangan, JPU mengatakan kepada media ini, bahwa pertimbangan dalam surat tuntutan disebutkan bahwa terdakwa Nur Sasongko dan Hartoyo sudah pernah dihukum.

“Nggak tau kenapa, tapi pertimbangan dalam surat tuntutan jelas disebutkan kalau terdakwa sudah pernah di hukum,” kata JPU.

Berdasarkan fakta persidangan, dari pengakuan Gaguk Tri Prasetyo dihadapan Majelis Hakim mengatakan, bahwa penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sudah dibuat pada bulan Maret 2013, namun pelaksanaan lelang dilaksanakan pada Oktober 2103 setelah Gaguk Tri Prasetyo pindah jabatan menjadi Sekda Kabupaten Blitar

Untuk proyek pengadaan alat-alat laboratorium dan alat praktik SMKN 2 Kota Mojokerto tahun 2013,  dilaksanakan di bawah tanggung jawab Gaguk Tri Prasetyo selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto.

Pengadaan alat laboratorium dan praktek, diadakan secara lelang terbuka dengan harga HPS sebesar Rp 3.353.000.000 yang dimenangkan PT Integritas Pilar Utama (IPU) dengan nilai penawaran Rp Rp 3.284.390.900.

Namun dalam pelaksanaannya, diduga terjadi mark up atau penggelembungan harga barang dari 1 juta rupiah menjadi Rp 6 juta. Selain itu, ada beberapa pengadaan alat yang tidak dibutuhkan di SMKN 2 Mojokerto seperti alat praktik IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

Selain itu, terungkap pula dalam persidangan, adanya pertemuan antara Hartoyo, dan Nur Sasongko dengan Kepala Dinas sebelum pelaksanaan lelang. Pertemuan itu diduga kuat agar proyek tersebut dikerjakan oleh pihak Hartoyo. Dari pengakuan Hartoyo, bahwa dia telah memberikan sejumlah uang terkait proyek tersbut.

Tak hanya disitu. Pengakuan  Gaguk Tri Prasetyo dihadapan Majelis Hakim, bahwa HPS untuk pengadaan anggaran tahun 2012, diserahkan ke Konsultan. Alasannya, karena Gaguk Tri Prasetyo tidak mengerti tentang HPS dan belum mengantongi sertifikasi pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Perpres No 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Prepres No 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

Namun, mantan orang nomor Satu di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkot Mojokerto itu tidak diminta pertanggung jawabannya dihadapan hukum. Pada hal, Gaguk Tri Prasetyo sempat “pucat” saat Majelis Hakim menanyakkannya terkait pengakuan terdakwa Hartoyo dan juga proses pembuatan HPS.

Akibat dari ulah para terdakwa maupun pejabat lainnya di Dinas pendidikan Pemkot Mojokerto terkait proyek pengadaan alat Laboratorium dan alat praktek SMKN 2 Mojokerto yang didanai dari uang rakyat ini, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.202.705.668.000 berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh tim BPKP perwakilan Jawa Timur.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top