0
#Ketua DPRD buka-bukaan, Puluhan anggota Dewan dan pejabapt Pemkot Malang "berbohong" di Persidangan#

 beritakorupsi.co – Sidang kasus perkara Koruspi suap sebesar Rp 700 juta terhadap Ketua DPRD Malang Arif Wicaksono, terkait pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu, dengan terdakwa Jarot Edi Sulistiyono selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) kini terungkap jelas dari keterangan Arif Wicaksono, pada Jumat, 2 Maret 2018.

Dalam kasus ini, penyidik KPK masih menetapkan menetapkan 2 tersangka sementara, yaitu Jarot Edi Sulistiyono selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) dan Moch. Arif Wicaksono, Ketua DPRD Malang periode 2014 – 2019.

Namun yang sudah diadili adalah Jarot Edi Susiltiyono atau yang akrab disapa Jarot. Sementara Moch. Arif Wicaksono atau Arif, masih menunggu pelimpahan berkas perkaranya dari JPU KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya.

Si Jatot, mengetahui serta “terlibat” tentang pemberian uang sebesar Rp 700 kepada si Arif, agar pembahasan Raperda (Rencana Perubahan Daerah) APBD Kota Malang tahun 20015, dimana yang dibahas adalah anggaran di Dinas PU-PPB sebesar Rp 70 milliar, yang berkaitan dengan proyek Jembatan Kendungkadang dan Saluran (Drainase).

Awalnya pada Kamis, 6 Juli 2015 lalu Pemkot Malang mengajukan Raperda APBD-P TA 2015, dan sebelum dimulainya sidang Paripurna, ada pertemuan antara Ketua DPRD Arif Wicaksono, Wali Kota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji, Sekda Cipto Wiyono dan Jarot Edi Sulistiyono.

Dan dalam pertemuan itu, si Arif meminta uang ‘Pokir’ alias pokok-pokok pikiran, agar anggota DPRD lainnya tidak melakukan instrupsi alias langsung disetujui, dan permintaan itupun disetujui Wali Kota dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.

Untuk menindaklanjuti permintaan uang pokir tersenut, Cipto Wiyono memerintahkan Tedy Sujadi Sumarna selaku Kepala Bidang di Dinas PU-PPB untuk meminta uang dari kontraktor di lingkungan Dinas PU. Lalu si Tedy pun melaoprkannya ke atasan yaitu Jarot, tentang perintah Sekda, dan Jarot menyarankan agar Tedy melakukan apa yang diperintahkan Cipto.

Uang yang berhasil dikumpulkan Tedy dari rekanan atau kontraktor dilingkungan Dinas PU sebesar Rp 900 juta, dilaporkannya ke Jarot dan Cipto Wiyono. Dari uang Rp 900 juta tersebut, Tedy mengantarkan Rp 200 juta untuk Sekda Cipto Wiyono. Dan pada Selasa, 14 Juli 2015 sekitar pukul 15.00 WIB, Tedy mengantarkan Rp 700 juta ke Arif Wicaksono atas perintah Jarot dan Sekda.

Atas permintaan Arif, Tedy membagi uang Rp 700 juta menajdi 2 bagian. Satu tempat berisi uang sebesar Rp 100 juta khusus bagiannya Arif, sementara yang 1 tempat lagi berisi Rp 600 juta untuk bagian Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan anggota Dewan lainnya,

Setelah Moch. Arief Wicaksono  menerima uang tersebut, Arif pun menghubungi Suprapto Ketua Fraksi PDIP, dan meminta Suprapto untuk  datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono sudah terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp 600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya.

Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang ke rumah Dinas Arif Wicaksono adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD dari Demokrat), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD dari Golkar), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),  Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem),  Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).

Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi masing-masing sebesar Rp 15 juta dan setiap anggota masing – masing sebesar Rp 12,5 juta. Seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang termasuk Ketua, Wakil Ketua dan Ketua Fraksi menerima uang Pokir tersebut.

Anggota DPRD Malang yang berjumlah 45 orang itu adalah; PDIP 11 orang, PKB 6 orang, PPP 3 orang,   PKS 3 orang, Golkar 5 orang, Gerindra 4 orang, Demokrat 5 orang, Hanura 3 orang, PAN 4 orang,  Nasdem 1 orang.
Inilah yang terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai Majelis Hakim H.R Unggul Warso Mukti, baik dari surat dakwaan JPU KPK maupun dari keterangan 3 orang saksi, yakni Subur Triono (anggota DPRD dari Fraksi PAN), Supraoto (Ketua Fraksi PDIP) dan Tedy Sujadi Sumarna (Kabid Dinas PU-PPB), pada Selasa, 20 Pebruari 2018.

Kedua saksi anggota Dewan ini mengatakan, bahwa semua anggota DPRD Malang menerima uang Pokir sebesar Rp 12,5 juta dan uang ‘Sampah’ sebesar Rp 5 juta, sehingga total yang diterima masing-masing sebesar Rp Rp 17,5 juta.

Sementara Tedy menjelaskan, bahwa dirinya mengumpulkan uang sebesar Rp 900 juta, dan 200 juta diserahkan ke Sekda Cipto Wiyono dan yang Rp 700 diserahkan ke Arif Wicaksono dengan membagi dua bagian atas permintaan Arif. Satu gian berisi 100 juta Khusus bagiannya Arif dan yang satu berisi 600 juta rupiah.

Anehnya, 10 anggota DPRD Malang yang sudah dihadirkan JPU KPK dalam dua kali persidangan sebagai saksi tidak mengakui, kalau suda menerima uang Pokir dan uang Sampah dari Arif Wicaksono yang jumlahnya Rp 17,5 juta per orang. Selain 10 anggota Dewan, JPU KPK juga menghadirkan Sekda Cipto Wiyono dan Wali Kota Moch. Anton.

Ke- 10 anggota DPRD Malang itu ialah Mohan Katelu., SH (Ketua Fraksi PAN DPRD Malang), Saiful Rusdi., M.Pd (Anggota DPRD Malang Fraksi PAN), Tri Yudiani (anggota DPRD Malang Fraksi PDIP), Slamet., SE (Ketua Fraksi Gerindra DPRD Malang) dan Priyatmoko Oetomo (anggota DPRD Malang Fraksi PDIP) bersama Cipto Wiyono, pada sidang Jumat, 23 Pebruari 2018.

Lalu pada Selasa, 27 Pebruari 2018, JPU KPK kembali menghadirkan 5 anggota Dewan yang terdiri dari Heri Pudji Utami (anggota DPRD Fraksi PPP), Abd Rahman (anggota DPRD Fraksi PKB), Ya’qud Ananda Gudban (anggota DPRD Fraksi Hanura), Teguh Puji Wahyono (anggota DPRD Fraksi Gerindra) dan Syahrowi (anggota DPRD Fraksi PKB) bersama Rahman (dari Dinas PU) dan Wali Kota Moch. Anton.

Anehnya, Cipto Wiyono tidak mengakui menerima uang sebesar Rp 200 juta dari Tedy. Selain itu Ia juga tidak mengakui adanya pembahasan uang Pokir dalam APBD-P tesebut. Sementara dalam rekaman pembicaraannya dengan Ketua DPRD Arif Wicaksono membahas tentang uang Pokir terkait pembahasan APBD-P.

Terkait uang sebesar Rp 200 juta yang diserahkan Tedy, menurut Cipto, bahwa uang tersebut  diserahkannya ke Arif Wicaksono.

Yang lebih anehnya lagi, keterangan orang nomor 1 yang juga sebagai petahana dalam Pilkada Kota Malang tahun 2018. Menjawab pertanyaan JPU KPK terkait pembahasan APBD dan siapa yang bertanggung jawab dalam APBD Kota Malang, menurutnya tidak pernah membahas APBD dan yang bertanggung jawab pada APBD adalah Sekda Cipto Wiyono. Saat ditanya kembali oleh JPU KPK, kepada siapa Sekda melaporkannya, Anton mengatakan sudah didelegasikan ke Sekda melaoprkannya pada sidang paripurna Dewan.

Kebohongganya tak tertutupinya, karena Anton mengakui atas kehadirannya pada sidang paripurna DPRD pada tanggal 6 dan 8 Juni 2015 terkait pembahasan APBD-P.

Selain itu, kebohongannya yang tidak “cantik” itu juga tak dapat ditutupinya, karena pembicaraannya dengan Ya'qud Ananda Gudban terkait pembahasan “Sampah”.

Tragisnya, Ya'qud Ananda Gudban pun saat itu dibentak oleh Majelis Hakim terkait keterangannya yeng dianggap berbelit-belit. Majelis Hakim pun memerintahkan JPU KPK untuk mengembangkan atau memeriksan mantan Ketua Fraksi Hanura–PKS yang juga Ketua Badan Peraturan Dewan Peraturan Rakyat Daerah Kota Malang Ya’qub Ananda Gudhan., SS.SST.Par.MM, Ketua, yang saat ini sebagai Calon Wali Kota Malang bersaing  degan patahana Moch. Anton.

Selain itu, Calon Wali Kota Malang itu diminta oleh Ketua Majelis Hakim membuat tandatangan dalam kertas kosong dihadapan Majelis Hakim untuk mencocokkan tandatanggannya dalam sebuah dokumen yang menjadi barang bukti yang dijadikan oleh JPU KPK
Ya’qub Ananda Gudhan bersama anggota DPRD lainnya pun menjadi perhatian JPU KPK atas perintah Ketua Majelis Hakim terkait keterangannya dalam persidangan maupun terkait penerimaan uang Pokir dan uang sampah.

Kali ini, keterangan para Dewan yang terhormat dan Sekda maupun Wali Kota Malang ini pun sepertinya terbantahkan dengan keterangan Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang saat dihadirkan  JPU KPK sebagai saksi untuk terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dalam persidangan.

Jumat, 2 Maret 2018, JPU KPK Andhi Kurniawan dkk menghadirkan 8 orang saksi diantaranya
Arif Wicaksono (Ketua DPRD dari PDIP), Zainudin (Wakil Ketua DPRD dari PKB), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD dari Golkar), Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua dari Domokrat), Harun Prasojo (PAN), Bambang Sumarto (Ketua Komis C dari Golkar), Abdul Hakim (Ketua Komis B dari PDIP) yang saat ini Ketua DPRD menggantikan Arif Wicaksono dan Sukarno (Ketua Fraksi Golkar)

Kepada Majelis Hakim, saksi Moch. Earif Wicaksono yang juga tersangka dalam kasus ini menjelaskan, bahwa semua anggota DPRD Kota Malang sebanyak 45 orang menerima uang Pokir. Arif mengatakan, bukan dia yang langsung menyerahkannya, tetapi setiap anggota Dewan yang datang kerumah dinasnya dipastikan menerima.

“Semua menerima, bukan saya yang menyerahkan tapi setiap yang datang kerumah pasti kebagian,” kata Arif dengan percaya diri dan tanpa beban, walau dirinya berstatus tersangka.

JPU KPK menanyakkan, “Ini ada uang yang 100 dan 600. Yang 600 dulu. Apakah semua anggota Dewan menerima ? Bagaimana saudara membagikannya ?,”.

Arif menjelaskan, semua anggota Dewan menerima dan cara pembagian uang yang Rp 600 juta terhadap para anggota DPRD, dirinya menghubungi Prapto (Suprapto Ketua Fraksi PDIP) lalu keduanya membuka bungkusan.

“Saya menghubungi Pak Prapto, yang menghubungi Ketua Fraksi Pak Prapto mungkin. Lalu kardus dilakban itu dibuka, yang membuka cuma saya dan Pak Prapto. Yang datang Ketua Fraksi, Ketua Komisi dan anggota. Saya melihat dibagikan, Ketua Komis 15 (maksudnya 15 juta rupiah), Ketua Fraksi 15 dan anggota biasa 12 setengah. Yang untuk anggota diambil Ketua Fraksi masing-masing, ada yang anggotanya 11 ada yang 5 orang. Terbagi semuanya,” kata saksi Arif Wicaksono.

Arif menambahkan, uang yang 100 juta rupiah diambilnya sebesar Rp 30 juta untuk anggota sebagai tambahan, ada yang 10, 5 dan 2,5 juta rupiah setiap orang. Sementara yang Rp 50 juta lagi menurut Arif, sebagai dana pengamana lebaran. Arif mengatakan, ada yang protes meminta tambahan.

“Yang minta tambahan Bu Rahayu dan Bu Wiwik,” kata Arif.

“Uang yang dibagi-bagikan itu kepada Saiful Rusdi 2,5 juta, Mohan 2,5 jutaPrapto 5 juta, Wiwit 2,5 juta, Diana 2,5 juta, Sukarno 2,5 juta. Ini kan sudah dibagi-bagikan, kenapa pada minta tambahan lagi ?,” tanya JPU KP

“Mereka protes karena disamakan dengan Ketua Fraksi. Tambahan 2,5 juta jadi jumlahnya 17,5 juta. Jangankan 1 juta, 250 ribu aja di protes. Yang 600 itu sudah dibagikan ke 44 anggota, kalau saya disuruh mengambilakannya darimana uang saya untuk mengembalikannya itu. Uang yang ada di saya 70 termasuk yang pengamanan 50 dan sudah saya kembalikan ke KPK,” kata Arif menjawab pertanyaan JPU KPK.

“Saya yang menyerahkan langsung ke Bu Rahayu dan Bu Wiwik sebesar 2,5 juta,” jawab Arif kemudian.

Selain itu, terkait uang sampah, menurut Arif Wicaksono, bahwa uang sampah sebesar Rp 200 juta berasal dari Sekda Cipto Wiyono sebelum ada pembahasan uang Pokir.

“Uang Dua ratus juta dari Sekda sebelum Pokir,” jawab Arif.

 Dari keterangan Arif Wicaksono dihadapan Majelis Hakim terungkap, terkait uang Pokir dan uang sampah ternyata karena pembagian yang tidak sama diatara anggota Dewan. Karena uang sebesar Rp 700 juta itu akan dibagi rata untuk semua anggota DPRD yang berjumlah  45 orang termasuk Ketua DPRD Arif Wicaksono yakni masing-masing Rp 15 juta.

Namun dalam pembagian uang Pokir yang tidak ada aturannya itu, ternyata tidak merata. Sehingga ada yang protes untuk minta tambahan sesuai dengan jabatannya.

Sementara Rahayu Sugiarti selaku Wakil Ketua DPRD dari Golkar, dan Wiwik Hendri Astuti Wakil Ketua dari Domokrat tidak mengakui menerima uang. Yang lebih anehnya, keterangan Wiwik yang mengatakan, bahwa dirinya bersama Rahayu dan Zainudin ke rumah Arif Wicaksono tidak begitu lama. Menurut Wiwik, dirinya hanya sekitar 5 menit. Namun saat ditanya JPU KPK lagi, Wiwik mengatakan sekitar 1 jam. JPU KPK lebih tegas lagi menanyakkan Wakil Ketua Dewan yang terhormat ini, yang dijawab sekitar 1 setengah jam.

Wajah para Politikus ini pun terlihat tadak nyaman saat menjawab pertanyaan JPU KPK. Namun jawaban dari ke- 5 anggota Dewan yang terhormat ini sama dengan keterangan anggota Dewan yang lainnya yang sudah memberikan keterangan dalam persidangan yang terkesan tidak sama dengan keterangannya dalam BAP saat di penyidikan KPK. Pada hal, saat ditanya oleh penyidik KPK, tak ada tekanan.

Dan bisa jadi, keterangan saksi dari anggota Dewan ini akan sama dengan keterangan anggota Dewan lainnya yang belum dihadirkan di Persidangan. Kata tidak tau dan tidak ada, sepertinya ibarat lagu wajib yang akan terucap dihadapan Majelis Hakim.

Usai persidangan, saat wartawan media ini meminta tanggapan dari para anggota Dewan ini hanya “bisu” tak ada yang berkomentar kecuali Rahayu Sugiarti.

“Saya tidak ada menerima uang itu, makaya saya protes,” jawab Rahayu sambil jalan meninggalkan gedung Pengadilan Tipikor.

“Apakah anda protes karena tidak terima atau karena minta tambahan ? Lalu bagaimana dengan hasil percakan lewat telepon itu ?,” tanya wartawan ini kemudian, namun Rahayu tetap megatakan tidak menerima.

“Saya tidak menerima,” jawabnya singkat sambil memasuki Bis mini milik berplat merah yang mugkin milik DPRD Kota Malang.
Kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot  Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat badan anggaran DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang, tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji bersama-sama dengan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono dan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto, bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan P-APBD Tahun Anggaran 2015 berjalan lancar dan tidak ada intrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015. Moch. Anton menyanggupinya dengan mengatakan, nanti uang “pokir” akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono terkait dengan penyiapan uang untuk anggota DPRD Kota Malang, guna memperlancar persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015.

Kemudian terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Tedy Sujadi Sumarna menghadap Cipto Wiyono dan mendapat perintah untuk meminta uang kepada para rekanan pemborong di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta, untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono guna mendapatkan persetujuan P-APBD Tahun Anggaran 2015, dan Tedy Sujadi Sumarna menyanggupinya. Selanjutnya Tedy Sujadi Sumarna melaporkannya kepada terdakwa, dan terdakwa meminta Tedy Sejadi Sumarna segera melaksanakan perintah Cipto Wiyono untuk mengumpulkan uang yang dimaksud.

Pada tanggal 8 Juli 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.

Pada tanggal 17 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk DPRD Kota Malang, yang kemudian dijawab, bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono bersepakat dengan Cipto Wiyono melakukan penundaan agenda pengambilan keputusan DPRD, untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan raperda APBD Tahun Anggaran 2015 dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp 700 juta. Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dias Moch. Arif Wicaksono di  Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD Kota Malang, dan sisanya sebesar Rp 600 juta untuk bagian seluruh anggota DPRD Kota Malang di bungkus tersendiri.

Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna mengantarkan dan menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis” dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih. kepada terdakwa bahwa uang tersebut sudah diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono.

Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk  datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto dating, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp 600 juta tetap dalam kardus. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),  Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem),  Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP).

Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD  dan Ketua Fraksi sebesar  Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp 12.500.000.

Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan kegiatan penyampaian pendapat akhir Fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2015, yang akhirnya menyetujui rancangan APBD tahun 2015 menjadi P-APBD tahun 2015 Kota Malang. Persetujuan tersebut dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top