0
#Saksi Achmad Fauzi (Wakil Bupati Sumenep, Madura) Tak Hadir sebagai Saksi di Pengadilan Tipikor, Aspidsus Kejati Jatim tak mau berkomentar#

beritakorupsi.co – Sidang perkara kasus dugaan Korupsi dana Participasing Interest (PI) pengelolaan Minyak dan Gas (Migas) yang dikelola PT Wira Usaha Sumekar (WUS) selaku milik BUMD pada tahun 2011 – 2015 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 10,058 Milliar dengan terdakwa Sitrul Arsyih Musa'ie selaku Direktur Utama (Dirut) PT WUS tertunda karena ketidak hadiran saksi, pada Selasa, 13 Maret 2018.

Sitrul Arsyih Musa'ie, mantan Dirut salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Sumenep, Maduda Jawa Timur ini, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur (Kejati Jatim) pada akhir tahun lalu dalam kasus dugaan Korupsi dana Participasing Interest (PI) pengelolaan minyak dan gas yang diterima PT WUS sebesar 10 persen dari PSC (Production Sharing Contract) Santos Blok Madura Offshore tahun 2011 – 2015 sebesar USD $ 773.702,84 atau setara dengan 10,058 milliar rupiah.

Sebagai tersangka dalam kasus ini, Sitrul Arsyih Musa'ie “ditemani” Taufadi, mantan Kepala Divisi Keuangan dan Administrasi PT WUS yang saat ini menjabat sebagai Komisiaris PT Garam Indonesia (Persero), namun dalam perkara terpisah.

Sementara Achmad Fauzi, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Sumenep saat itu sebagai Kepala Cabang PT WUS di Jakarta, namun orang nomor 2 di Kabupaten Sumenep itu “tak mau” hadir saat dipanggil oleh penyidik Kejati Jatim untuk diminta keterangannya. Seperti yang disampaikan Kasindik Pidana Khusus Kejati Jatim, saat dihubungi wartawan media beberapa waktu lalu.

Ternyata, ketidak hadiran Achmad Fauzi tidak hanya saat dipanggil oleh penyidik Kejati Jatim, namun saat dipanggil oleh JPU Kejati Jatim pun sebagai saksi untuk terdakwa Sitrul Arsyih Musa'ie dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya juga tak hadir.

Pada hal, agenda sidang yang seyogjanya berlangsung (Selasa, 13 Maret 2018) adalah mendengarkan keterangan saksi Achmad Fauzi seperti yang disapaikan JPU dalam peridangan pada minggu lalu (Selasa, 6 Maret 2018).

“Ia saksi meinggu depan wakil Bupati,” kata JPU Rhein saat ditanya wartawan media ini sesaat sidang berakhir.

Saat itu (Selasa, 6 Maret 2018), sidang yang berlangsung mendengarkan keterangan beberapa saksi, salah satu diantaranya adalah pegawai Bank Mandiri Jakarta. Saat itu saksi menjelaskan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai H.R Unggul Warso Mukti, bahwa pembukaan rekening dalam mata uang rupiah dan dollar serata  pencairan uang dilakukan oleh Sitrul Arsyih Musa'ie dan Achmad Fauzi hingga beberapa kali.

“Sidang ditunda karena saksinya tidak hadir,” kata Panitra. Dan jawdal sidang selanjutnya yang akan berlangsung minggu depan adalah pemeriksaan saksi Ahli yang akan dihadirkan JPU.

Terkait ketidak hadiran saksi Achmad Fauzi sebagai saksi di persidangan, sempat beredar isu bahwa orang nomor 2 di Kabupaten Sumenep itu “tidak” akan hadir. Tidak hanya itu, beberapa wartwan yang tidak biasanya muncul di gedung pengadil orang-orang korupsotor itu pun terlihat beberapa kali mengikuti persidangan.

Saat wartawan media ini meminta tanggapan atau komentar dari Achmad Fauzi, termasuk dari Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim saat dihubungi (pesan) melalui melalui nomor WhastApp kedua pejabat tersebut, tak ada tanggapan kecuali hanya membacanya.

Tak heran memang, bila pejabat kepala daerah yang masih aktif belum pernah dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa dipersidangan kehadapan Majelis Hakim.

Tidak hanya sebagai saksi, diperiksa sebagai orang yang turut bertanggung jawab dalam kasus Korupsi yang disebutkan dalam putusan Majelis Hakim pun tak ada kelanjutannya, seperti kasus Korupsi Pariwisata Kota Batu ke Kalimantan tahun 2015 lalu yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,4 milliar. Dimana dalam putusan itu, Majelis Hakim menyatakan bahwa Eddy Rumpoko dan Kepala Inspfektorat Kota Batu turut bertanggung Jawab.

Lalu kasus Korupsi pembangunan Pasar Besar Madiun. Tahun 2014, Kejari Madiun memang sempat memeriksa Bambang Irianto selaku Wali Kota Madiun, dan kemudian ditarik oleh Kejati Jatim dan akhirnya……

Andai saja Eddy Rumpoko tidak terjaring OTT KPK, dan Bambang Irianto (sudah divonis 6 tahun penjara, penyidikan dilakukan oleh KPK), bisa saja Kdua Kepala Daerah itu akan tetap melenggak lenggok menikamti indahnya hidul dialam bebas.

Yang lebih anehnya lagi, kasus Korupsi UIN Malang, dimana pada tahun 2014 lalu, mantan Rektor UIN Malang sudah ditetapkan menjadi tersangka, namun hingga saat ini kasus perkaranya “hilang”.

Selain itu, kasus Korupsi pelepasan asset Daerah Kabuaten Blitar. Dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyebutkan, bahwa Heri Nungoroho (Bupati Blitar saat itu) turut bertanggung jawab. Namun hingga saat ini juga tak ada kelanjutannya.

Apakah terdakwa Sitrul Arsyih Musa'ie akan berani “buka-bukaan” terkait kasus yang menjeratnya kepada Majelis Hakim saat agenda pemeriksaan terdakwa, atau ……?.

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, terkait adanya dugaan penyalah gunaan dana Participasing Interest (PI) pengelolaan minyak dan gas oleh  PT WUS pada tahun 2011 – 2015 lalu.

Selain itu, hasi audit  BPK yang menemukan adanya  sejumlah duit yang diduga tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh PT WUS.  Kemudian, penyidik Kejari Sumenep melakukan penyelidikan dan penyidikan serta penggeledahan di PT PWUS pada Juli 2017.

Dari hasil penggeledahan itu, penyidik Kejari Sumenep menyita 3 unit CPU dan beberapa berkas lainnya. Kemudian kasus ini pun “berpindah” ke Kejati Jatim dibawah kendali Maruli Hutagalung selaku Kepala Kejaksaan Tinggi dan Didik Farkhan sebagai Aspidsus Kejati jatim.

Tak lama kemudian, penyidik Kejati Jatim pun akhirnya  menetapkan 2 tersangka, yakni Sitrul Arsyih Musa'ie mantan Direktur Utama PT Wira Usaha Sumekar dan Taufadi, mantan Kepala Divisi Keuangan dan Administrasi PT WUS yang saat ini menjabat sebagai Komisiaris PT Garam Indonesia (Persero).

Taufadi ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu pada Senin, 4 Desember 2017, setelah terlebih dahulu Tim penyidi Kejati Jatim menemukan adanya bukti aliran dana PI sebesar  Rp  510.658.500 yang tak dapat dipertanggung jawabkan Taufadi saat menjabat sebagai Kepala Divisi Keuangan dan Administrasi PT WUS pada tahun 2012 – 2013.

Atas perbuatannya, Sitrul Arsyih Musa'ie dan Taufadi pun terancam pidana penjara paling lama 20 tahun sesuai pasal yang menjeratnya, yakni pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18  Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.  (Redaksi).

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top