beritakorupsi.co – “Status ekonomi” bagi seorang terdakwa dalam kasus tindak Pidana Umum maupun tindak Pidana Korupsi, sepertinya mempengaruhi perlakuan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat dipersidangan.
Dari pantaun wartawan media ini di Pengadilan Negeri Suarabaya Jalan Arjuna No 16 – 18 Surabaya, tak satu pun para terdakwa kasus tindak pidana umum seperti pencurian atau perjudian yang boleh bebas melakukan aktifitas seperti makan dan minum di kantin Pengadilan, karena para terdakwa dengan pengawalan dari pihak Kepolisian langsung dijebloskan ke ruang tahanan yang disediakan oleh Pengadilan sambil menunggu sidang.
Sementara di Pendadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo Jawa Timur sertingkali terlihat pemandangan yang sebaliknya. Dimana seorang terdakwa yang terjerat dalam kasus tindak pidana Korupsi, ada mendapat perlakuan Khusus dari JPU saat menunggu maupun setelah persidangan.
Dari catatan wartawan media ini seperti kasus Korupsi KUPS/KUR Jombang pada tahun 2016 lalu. Dimana para terdakwa sebanyak 12 orang ditarik biaya tranportasi sebesar Rp 250 hingga 300 ribu rupiah untuk menyewa Bis mini jenis Elef dengan fasilitas AC.
Lalu kasus Korupsi “sapi” yang ditangani oleh Kejari Sidoarjo pada tahun 2016. Dimana 2 terdakwa diantar jemput dari Rutan ke Penagadilan Tipikor Surabaya dan sebaliknya, dengan menggunakan mobil pribadi Kasi Pidsus.
Tak ketinggalan dengan Kejari Magetan saat menangani kasus Korupsi pembangunan ruang Instlasi Rawat Inap (IRNA) RUSD Magetan, dimana para terdakwa tidak ada pengawalan pengamanan dari pihak Kepolisian setiap kali sidang oleh JPU A. Taafuk yang juga Kasi Pidsus Kejari Magetan yang saat ini menjadi Jaksa Fungsional.
Kemudian kasus korupsi pungli (pungutan liat) yang terjaring OTT oleh Polres Tulungagung terhadap 2 guru SMPN 2 Tulungagung. Dimana JPU nya selalu pulang bersama dengan mobil pribadi suami terdakwa yang meringkun dipenjara.
Sepertinya “Peri kemanusiaan yang adil dan beradab dalam butir ke- 2 Panca Sila” yang diperlakukan Jaksa terhadap seorang terdakwa “terkesan berbeda tergantung situasi dan kondisi (Sikon)”.
Perlakukan Khusus juga diberikan JPU dari Kejari Jember terhadap terdakwa Diponegoro, anak mantan Bupati Jember MZA Djalal, yang terseret dalam kasus Korupsi dana hibah Asosiasi Sepak Bola Kabupaten (Askab) PSSI Jember TA 2014/2015 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,7 Milliar.
Dalam kasus ini, Kejari Jember melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait penggunaan dana Hibah yang dipergunakan untuk kegiatan persepakbolaan di Kabupaten Jember tahun 2014/2015. Dari hasil penyidikan yang dilakukan Kejari Jember dengan menggandeng BPKP Perwakilan Jawa Timur, ditemukan adanya dugaan penyimpangan anggran sebesar Rp 2,7 milliar, dengan cara membuat beberapa kegiatan yang “tidak ada”, dan kemudian penyidik Kejari Jember pun menetapkan 2 tersangka, yakni Diponegoro selaku Ketua dan Ari Dwi Susanto (Bendahara) Askab PSSI Jember.
Mungkin Diponegoro menyadari kesalahannya dan akhirnya rela mengembalikan kerugian negara melalui JPU sebesar Rp 2,5 milliar, walaupun dirinya sempat masuk dalam daftar pencaharian orang (DPO) Kejari Jember.
Dari pengamatan wartawan media ini di Pengadilan Tipikor Surabaya, terdakwa Diponegoro terkesan bebas makan minum bersama keluarganya di kantin yang berada di belakang gedung Pengadilan Tipikor tanpa ada pengawalan dari Kepolisian.
Menurut JPU Toto Walidi saat ditanya wartawan media ini mengatakan, karena ada kelaurga terdakwa.
“Ia ada keluarganya yang datang,” jawab JPU Totok sesaat persidangan dangan agenda pembacaan surat tuntutan usai, Selasa, 20 Maret 2018.
“Jawaban yang sangat simple dan fantastis serta mangandung makna”. Lalu bagaimana dengan terdakwa lain yang juga dikunjugi keluarganya namun harus rela berbincang-bincang dari balik jeruji besi ruang tahanan Pengadilan Tipikor ?.
terdakwa Ari Dwi Susanto (kiri) dan Diponegoro saat menjalani sidang tuntutan |
Ke- 2 terdakwa dijerat dengan pasal 3 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Menuntut; Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menyatakan, bahwa terdakwa (Ari Dwi Susanto dan Diponegoro) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diancam dalam dakwaan subsider; Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 50 juta. Dan apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama 2 bulan,” ucap JPU Toto.
Terkait tuntutan JPU, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan terhadap terdakwa mapun melalui Penasehat Hukumnya untuk menyampaikan Pembelaan atau Pledoinya pada persidangan pekan depan. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :