0
beritakorupsi.co – Jumat, 9 Maret 2018, JPU KPK kembali membacakan surat tuntutannya terhadap 2 terdakwa dalam kasus suap Bupati Nganjuk yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada 24 Oktober 2017 lalu, yakni Ibnu Hajar (Kepala Dinas Pendidikan) dan Suwandi (Kepala SMPN 3 Ngronggot).

Sebelumnya, JPU KPK telah membacakan surat tuntutannya terhadap 2 terdakwa dalam kasus yang sama yaitu M. Bisri (Kabag Umum RSUD Nganjuk) dan Harjanto (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk). Keduanyan didakwa sebagai pemberi uang syukuran alias uang suap terhadap Bupati, yang dijerat dalam pasal 5 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 64 ayat 1 KUHAP. Keduanya di tuntut pidana penjara masing-masing 2 tahun dan tinggal menunggu Vonis.

Kali ini, Ibnu Hajar dan Suwandi yang menghadapi tuntutan JPU KPK sebagai penerima uang suap dari M. Bisri (Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk), Haryanto (Kepala Dinas Lingkungan Hidup), Tien Farida Yeni (Direktur RSUD Kertosono Nganjuk), Teguh Sujatmika (Kepala Sekolah SMPN 1 Tanjung Anom), Suroto (Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan), Sutrisno yang semula Kepala SMP Negeri 5 Nganjuk dipromosikan sebagai Pengawas Sekolah SMP, dan Sugito sebagai Kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan Kab. Nganjuk, dan uang itu kemudian diserahkan kepada Bupati Nangjuk Tufiqurahman.

Surat tuntutan itu dibacakan JPU KPK Fitroh Rohcahyanto, Ahmad Burhanudin, Herry BS Ratna Putra, Arif Suhermanto, Ni Nengah Gina Saraswati, Andhi Kurniawan dan Dame Maria Silaban dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosisawan.

Dalam surat tuntutannya JPU KPK menyebutkan, bahwa uang yang terkumpulkan sebesar Rp 1.355.000.000 itu terkait promosi/mutai beberapa pegawai dilingkungan Kabupaten Nganjuk,  diantaranya dari Hariyanto sebesar Rp 80 juta, dari Swandi sebesar Rp 50 juta yang berasal dari Wisnu Anang Prabowo sebesar Rp 15 juta, Sumadi selaku  Kasi Dinas Pengelolaan Sampah sebesar Rp 10 juta, Arif selaku rekanan Dinas Lingkungan Hidup sebesar 15 juta rupiah, dan Okta juga rekanan Dinas Lingkungan Hidup sebesar 10 juta rupiah.

Kemudian atas perintah Taufiqurrahman, uang yang terkumpul melalui Kedua terdakwa (Ibnu Hajar dan Suwandi) berasal dari Nurrosid  Husein Hidayat sebesar Rp 100, dari Muhammad Bisri yang mengumulkan dari; 1. Joni Tri Wahyudi sebesar Rp 200 juta pada Agustus 2017, dari Suwandi sebesar Rp 100 juta pada tanggal 12 Oktober 2017, dari Suwandi sebesar Rp 50 juta pada tanggal 17 Oktober 2017, dari Teguh Sujatmika sebesar Rp 110 juta padatanggal 1 Oktober 2017, dari Tien Farida Yani sebesar Rp 30 juta pada Oktober 2017, dari Suroto sebesar Rp 305 juta dan uang tersebut dikumpulkan oleh Suroto dari Sony, Sarwo, Prabowo, Murtajih, Sri Utami dan Fani, terkait promosi jabatan di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. 3, pada sekitar tanggal 24 Oktober 2017, bertempat di depan kantor Dinas Pendidikan Nganjuk, Suwandi menerima uang syukuran sebesar Rp 40 juta terkait promosi Sutrisno dari Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Nganjuk menjadi pengawas sekolah SMP, dari Cahya Sarwo Edi sebesar Rp 60 juta, dan uang tersebut kemudian diserahkan ke Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
JPU menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa (Ibnu Hajar dab Suwandi) sebagaiana diatur dan diacam dalam pasal 12 huruf b UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 64 ayat 1 KUHAP.

Namun ke- 2 terdakwa dituntut pidana penjara  yang berbeda. JPU menjatuhkan tuntutan pidana terhadap Suwandi selama 4 tahun dan 6 bulan. Permohonan Suwandi sebagai JC (Justaice Collabulator) atau yang membantu penyidik untuk mengungkap kasus suap ini dikabulkan.

Sementara Ibnu Hajar dituntut jauh lebih tinggi dari 3 terdakwa lainnya (M. Bisri, Harjanto dan Suwandi) yaitu 7 tahun penjara. Tuntutan lebih tinggi karena Ibnu Hajar lebih berperan dan terkesan tidak berterus terang selama dalam persidangan (“wajarlah tuntutan lebih tinggi termasuk baut Taufiqurrahman”).

“Menuntut; Agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili perkara ini menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Ibnu Hajar dengan pidana penjara selama 7 tahun, denda sebesar Rp 200 juta. Apabila tidak dibayar maka diganti kurungan sekama 6 bulan,” ucap JPU Fitroh.

Atas tuntutan JPU, Majelis Hakim memberikan waktu sepekan terhadap terdakwa maupun melalui Penasehat Hukum terdakwa untuk menyampaikan Pledoi (Pembelaa)-nya.

Usai persidangan, JPU Fitroh kepada media ini terkait tuntutan terhadap terdakwa mengatakan, bahwa terdakwa Suwandi secara terus terang mengakui atas perbuatannya, sementara Ibnu Hajar terkesan berbelit-belit.

“Pertimbangannya kan berbeda. Suwandi berterus terang dan mengakui dan terdakwa juga sebagai JC, sementara Ibnu Hajar terkesan berbelit-belit,” ujar Jaksa KPK yang akrab dengan wartawan. 

Kasus ini bermula pada bulan Mei 2017 sampai dengan Oktober 2017, bertempat di Jalan Semeru Gang I RT 30 RW 01 Desa Tanjungrejo, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, di Hotel Luminor Surabaya di Jalan Jemursari Nomor 206 Kota Surabaya dan di RSUD Nganjuk Jalan Dr Soetomo 62 Kabupaten Nganjuk, melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sebagai perbuatan berlanjut, memberikan sesuatu berupa uang sebesar Rp 400 juta kepada Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk periode 2013-2018, melalui Joni Tri Wahyudi dan Suwandi, yang bertentangan dengan jabatannya.

Pemebrian uang itu berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan eselon III dan IV di lingkungan RSUD Nganjuk, yang bertentangan dengan kewajiban Taufiqurrahman selaku  Bupati Nganjuk, sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
Pada awal bulan Mei 2017, saat Bupati Nganjuk Taufiqurrahman memutasi terdakwa M. Bisri yang menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk, menjadi Kepala Bagian (Kabag) Umum RSUD Nganjuk, sekaligus mau minta terdakwa untuk mengkoordinir para pegawai yang berkeinginan menduduki jabatan Eselon III dan IV, baik pada RSUD Nganjuk dan RSUD Kertosono, dengan syarat bersedia memberikan sejumlah uang sebagai imbalannya yang diistilahkan sebagai uang syukuran dimana terdakwah menyanggupinya.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, terdakwa M. Bisri mengkoordinir beberapa pegawai untuk dipromosikan maupun mutasi di RSUD Nganjuk dan RSUD Kertosono. Lalu terdakwa M. Bisri membuat daftar nama dan promosi jabatan yang diinginkan. Daftar nama tersebut kemudian diserahkan terdakwa kepada Taufiqurrahman sambil menyampaikan, bahwa para pegawai sanggup untuk memberikan uang syukuran.

Daftar nama yang dibuat terdakwa M. Bisri untuk promosi jabatan maupun untuk mutasi adalah, diantaranya Hardi Jono, Waskito Rini, Sofianti Wahyu Setyaningsih, Sri Mumpuni, Yuliana, Anang Agus Susilo, Sri Nuryati, Agustin Rahmawati, Muhammad Yudi Arifin dan Lilik supriyadi.

Kemudian pada tanggal 24 Mei 2017, lanjut JPU KPK, Bupati Nganjuk menerbitkan surat keputusan (SK) Nomor 82/86/411.404/2017 tentang pengangkatan dalam jabatan struktural yang mengangkat terdakwa dari jabatan Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk Eselon III/B menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk Eselon III/B, serta mengangkat para pegawai sebagaimana informasi yang diajukan terdakwa.

Setelah pengangkatan terdakwa sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan pengangkatan para pegawai dimaksud, maka untuk merealisasikan uang syukuran yang akan diberikan kepada Taufiqurrahman, terdakwa M. Bisri kemudian menyiapkan uang sebesar Rp 400 juta, yang terdiri dari  100 juta rupiah merupakan uang pribadi terdakwa dan Rp 300 juta uang yang dikumpulkan oleh terdakwa dari para pegawai yang telah berhasil dipromosikan dan dimutasikan. Uang tersebut diterima terdakwa secara bertahap baik secara langsung maupun melalui Tien Farida Yani.

Sebagai kompensasi atas pelantikan diri terdakwa sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan para pegawai yang diusulkan oleh terdakwa, kemudian memberikan uang yang terkumpul itu kepada Taufiqurrahman melalui Joni Tri Wahyudi, Kepala SMP Negeri 3 Ngeronggot, yakni pada sekitar bulan Juli - Agustus 2017,  bertempat di rumah terdakwa di Jalan Semeru Gang I Rt 03 Rw 01 Desa Tanjungrejo, Kabupaten Loceret Kabupaten Nganjuk, diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Wahyudi sebesar Rp 200 juta. Kemudian oleh Joni Tri Wahyudi, diserahkan kepada Taufiqurrahman di Pendopo Kantor Bupati Nganjuk.

Pada tanggal 12 Oktober 2017, bertempat di Hotel Luminor Surabaya di Jalan Jemursari Nomor 206 Kota Surabaya, diarahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suwandi sebesar Rp 100 juta. Pada tanggal 15 Oktober 2017, bertempat di rumah terdakwa diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suandi sebesar 50 juta. Dan pada tanggal 17 Oktober 2017 bertempat di RSUD Nganjuk diserahkan kepada kepada Taufiqurrahman senilai Rp 50 juta. Bahwa uang sebesar Rp 200 juta yang diterima Suwandi, kemudian diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Rosid Husein Hidayat selaku ajudan Bupati Nganjuk di sebuah rumah makan di Surabaya.

Pemberian uang sebesar Rp 400 juta kepada Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk melalui Joni Tri Wahyudi dan Suandi, karena Taufiqurrahman telah mengangkat dirinya sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, dan para pegawai lainnya sesuai usulan terdakwa atau pemberian itu berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan di lingkungan RSUD Nganjuk yang bertentangan dengan kewajiban Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010.

Sementara Harjanto, memberikan uang sebesar Rp 500 juta terhadap Buapti Nganjuk, terkait pengankatannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk. Pemberian uang tersebut oleh terdakwa diberikan dalam beberapa tahap.

Pada sekitar bulan April 2017, terdakwa dihubungi Ibnu Hajar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk yang merupakan orang kepercayaan Taufiqurrahman, agar menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta untuk keperluan Taufiqurrahman yang sedang ada acara di Yogyakarta. Atas permintaan itu, terdakwa meminta Wisnu Anang Wibowo agar menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta, tetapi yang sanggup disediakan Wisnu Anak Wibowo hanya sebesar Rp 80 juta. Setelah terdakwa menerima uang sebesar 80 juta itu, terdakwa kemudian menghubungi Ibnu Hajar dan menyampaikan bahwa uang sudah dapat diambil di rumahnya tetapi hanya Rp 80 juta. Ibnu Hajar Kemudian datang ke rumah terdakwa terletak di Desa Kwagean, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, lalu terdakwa menyerahkan uang sebesar 80 juta tersebut kepada Ibnu Hajar. Kemudian Ibnu Hajar menyerahkan uang tersebut kepada Taufiqurrahman yang masih berada di Yogyakarta.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top