![]() |
Terdakwa Dr. Jarot Edi Lestiyono |
Dalam kasus ini, penyidik KPK menetapkan 2 tersangka/terdakwa untuk sementara, yaitu Jarot Edi Sulistiyono selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Kota Malang, dan Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD Malang periode 2014 – 2019 (perkara terpisah).
Dalam persidangan hari ini, JPU KPK Arif Suhermanto dkk, membacakan surat tuntutannya terhadap terdakwa Jarot yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Haris Fajar Kustaryo dkk dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai H.R Unggul Warso Mukti.
Sebelum membacakan pokok tuntutannya terhadap terdakwa, JPU KPK terlebih dahulu menyinggung tingkah laku para saksi selaku anggota DPRD Malang baik yang masih aktif maupun yang sudah non aktif seperti Ya'qud Ananda Gudban yang menjabat selaku Ketua Fraksi Hanura – PKS, namun mengundurkan diri karena mencalonkan diri menjadi Wali Kota Malang pada Pilkada 2018.
“Sangat disayangkan, tingginya gelar akademik saksi-saksi dari para Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketua Komisi DPRD Kota Malang yang terhormat, tidak paralel (sejajar) dengan “kejujuran” yang seharusnya dijunjung oleh para saksi yang disumpah diatas kitab suci agama, malah secara kompak berusaha mengingkari fakta-fakta hukum yang sesungguhnya terjadi dengan mengatakan bahwa percakapan itu hanyalah “bercanda”, dan adanya uang itu hanyalah isu. Pada hal, pertiwa tersebut sudah diakui kebenarannya oleh saksi lain yang juga anggota DPRD Kota Malang yang menerima uang sebanyak Rp 700 juta, dan telah membagikannya kepada anggota yang lain dengan alat bukti petunjuk dari komunikasi telepon. Namun demikian, bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan akan menjadi pendalaman perkara,” ucap JPU KPK Arif Suhermanto.
![]() |
Mantan anggota DPRD Kota Malang, Ya'qud Ananda Gudban, saat ini Cawali Kota Malang |
JPU menyatakan, perbuatan terdakwa Jarot Edy Sulistyono sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) hurub a UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menuntut; Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menyatakan; Bahwa terdakwa Jarot Edy Sulistyono, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan Primer. Menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Jarot Edy Sulistyono selama 4 tahun penjara,” ucap JPU KPK.
Atas tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim memberikan waktu sepekan terhadap terdakwa Jarot mapun PH terdakwa, Haris untuk mempersiapkan suart pembelaan (Pledoi)-nya pada sidang yang akan datang.
Usai persidangan, PH terdakwa, Haris Haris Fajar Kustaryo kepada media ini mengatakan,bahwa apa yang dituduhkan JPU KPK dianggap berlebihan dan berbelit-belit. Yang lebih membuat heran Haris Fajar daalm surat tuntutan JPU KPK adalah, bahwa terdakwa diperintah Cipto selaku Sekda. Pada hal, dalam fakta persidangan maupun surat dakwaan JPUK KPK saat awal persidangan, tidak ada perintah Cipto terhadap terdakwa Jarot. Namun Ia (Haris Fajar Kustaryo) akan membeberkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
“Ini tuntutannya 4 tahun. JPU mengatakan bahwa terdakwa diperintah Cipto. Pada hal itu kan tidak ada dalam fakta maupun dalam surat dakwaan Jaksa. Terdakwa memang mengetahui setelah uang itu terkumpul oleh Teddy. Tapi kita akan buktikan dalam pembelaan kita nanti,” janji Harsi.
![]() |
Sekda Kota Malang, Cipto Wiyono (pegang Mikrofon) bersama anggota DPRD Kota Malang |
“Sejak awal sidang sampai sekarang ini kan, para pihak termasuk terdakwa kurang berterus terang. Jelas-jelas dalam percakapan di telepon itu mengatakan bagaimana komunikasi yang bersangkutan dengan pihak-pihak terkait seperti Ketua DPRD, tapi yang bersangkutan mencoba, “saya tidak menyerahkan itu”,” kata JPU KPK Arif.
JPU KPK Arif Suhermanto menjelaskan, bahwa dalam kontruksinya adalah jelas bahwa penyerahan itu tidak perlu terdakwa langsung tetapi bisa menyuruh orang lain. Terdakwa menurut JPU KPK tidak koopratif selama dalam persidangan.
“Apa lagi mengingat pendidikannya yang cukup sebagai Doktor. Itu yang kami tangkap dalam persidangan, bahwa pendidikan itu menjadi pertimbangan kami dalam hal pasal Satunya ia. Kami ingin persidangan ini terbuka semua, tapi terdakwa kurang koopratif. Untuk sebahagian terdakwa mengakui tapi disisi lain terdakwa membantah,” ujar JPU KPK Arif.
Saat ditanya terkait keterangan “palsu” dalam persidangan oleh beberapa saksi dari anggota DPRD Malang, apakah akan ditindak lanjuti oleh KPK sesuai perintah Majelis Hakim, mengingat kasus Korupsi E-KTP yang ditaganai KPK, dimana salah seorang mantan anggota DPR RI yang dianggap memeberikan keterangan “palsu” dan kemudian ditetapkan menjadi tersangka dan sudah divonis 4 tahun penjara ?
Menanggapi hal itu, JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan akan mendalami sesuai fakta-fakta persidangan dan perintah Majelis Hakim.
“Tadi kan dipronolog saya sudah saya jelaskan, artinya apa, kami berharap persidangan ini terbuka semuanya. Para saksi yang kemarin itu sangat terlihat nyata, bagaimana mereka menguraikan fakta-fakta yang sudah ada disitu. Contoh saat itu disebutkan satu saksi yang Ketua Fraksi, Gudban (Ya'qud Ananda Gudban, Ketua Fraksi Hanura – PKS). Saya tanyakan, apakah ada MoU sampah, serta merta dia bilang tidak ada. Tapi dalam percakapan jelas ada. Besok kan anu mbah, MoU sampah (Chat WHastApp Gudban dengan Wali Kota Malang Moch. Anton). Apa yang disampaikan sekarang dengan apa yang terjadi bertolak belakang,” kata JPU Arif menjelaskan.
Arif mengatakan, Semua boleh sepakat mengatakan tidak ada hal seperti itu. Tap fakta-fakta yang terungkap dalam persidanagan begitu jelas keliahatan secara vulgar bagaiaman awal percakapan itu begitu jelas. Tentu kami akan memperdalam lagi, seperti perintah Majelis Hakim dalam persidanagan selalu disuruh untuk memperdalam.
![]() |
Add caption |
“Apakah KPK akan menindak lanjuti proses hukum terhadap anggota DPRD termasuk Ya'qud Ananda Gudban untuk dijadikan sebagai tersangka ?,” tanya wartawan media ini.
Namun JPU KPK ini tak serta merta menjawabnya terusterang, namun Ia mengatakan akan memperdalam.
“Akan memperdalam,” jawabnya singkat seperti seorang Pilitus sambil tersenyum. “Apakah sedalam lautan pulau Seribu di DKI Jakarta, atau sedalam lautan Atlantik ?”. Hanya KPK lah yang tau….!
Seperti yang diberitakan sebelumnya. Kasus ini bermula pada tanggal 25 Juni 2015, DPRD mengadakan rapat paripurna bersama Pemerintah Kota Malang dengan agenda sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan, antara Pemkot Malang dengan DPRD tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat lanjutan antara DPRD dan Pemkot Malang dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) dan pendapat Fraksi DPRD Kota Malang terhadap konsep kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji, Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono serta Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota Dewan, agar pembahasan Perubahan APBD TA 2015 berjalan lancar dan tidak ada instrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD TA 2015. Permintaan Ketua DPRD itu pun disanggupi Wali Kota Moch. Anton dengan mengatakan, “nanti uang pokir akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono, terkait penyiapan uang untuk anggota DPRD, guna memperlancar persetujuan P-APBD TA 2015.
Selanjutnya, terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Daalam pertemuan tersebut, Cipto Wiyono memerintahkan Tedy Sujadi untuk meminta uang dari para rekanan (kontraktor) yang menjadi rekanan di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta. Dan uang itu untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono, agar persetujuan P-APBD disetuji. Atas perintah Cipto Wiyono pun disanggupi Tedy Sujadi Sumarna, dan kemudian hasil pertemuannya dengan Sekda dilaporkan ke pimpinan yakni Jaror Edy Sulistiyono.
Pada tanggal 8 Juli 2015, rapat paripurna DPRD dilaksankan dengan agenda penyampaian sambutan dari Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD TA 2015.
“Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono,” ucap JPU KPK saat membacakan surat dakwaannya (30 Januari 2018)
JPU KPK menyatakan, bahwa pada tanggal 17 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono dan menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya, yang dijawab oleh terdakwa bahwa dananya sudah tersedia.
Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif dan Cipto Wiyono sepakat untuk menunda rapat yang agendanya, pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD TA 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015, atau 24 Juli 2015. Alasannya, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar, apabila pembahasan Raperda APBD TA 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan Raperda itu dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD, yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa menghubungi Moch. Arif Wicaksono dan menanyakan, ke mana penyerahan uang Pokir sebesar Rp 700 juta.
Atas arahan Moch. Arif Wicaksono, uang itu pun diantarkan terdakwa ke rumah dinas Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono di Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta, khusus untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD, dan sisanya sebesar Rp 600 juta untuk dibagikan ke seluruh anggota DPRD yang tetap terbungkus.
“Kemudian pada pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna menyerahkan uang tersebut kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya dengan mengatakan, “ada titipan dari Pak Kadis”, dan kemudian dibalas oleh Moch. Arif Wicaksono dengan ucapan terimaskasih kepada terdakwa,” kata JPU kemudian.
Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp 600 juta tetap dalam kardus.
Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP)
![]() |
Gudban dan Wali Kota Malang, Moch. Anton |
Pada tanggal 22 Juli 2015, hasail rapat DPRD bersama Pemkot Malang tentang perubahan APBD TA 2015 pun akhirnya disetujui, dari Raperda APBD TA 2015 menjadi Perubahan APBD TA 2015, yang dituangkan dalam surat keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :