Jakarta, beritakorupsi.co - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Jombang pada awal Februari 2018 lalu, mencuatkan masalah pengelolaan dana kapitasi.
Dalam OTT ini terungkap, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Jombang mengumpulkan kutipan dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Kabupaten Jombang, dan kemudian menggunakannya untuk menyuap Bupati Jombang.
Sementara itu, berdasarkan pemantauan ICW pada tahun 2017, sebanyak 26 puskesmas di 14 Provinsi juga ditemukan potensi fraud dalam pengelolaan dana kapitasi. Temuan tersebut antara lain terkait dengan; 1. Pemanfaatan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (2 temuan), 2. Memanipulasi bukti pertanggungjawaban dan pencairan dana kapitasi (1 temuan), dan 3. Menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi dan/atau non kapitasi sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan (5 temuan).
Begitu juga dengan kasus korupsi yang ditangani oleh penegak hukum dalam pengelolaan dana kapitasi periode 2014-2018 menunjukkan masalah serupa. Terdapat 8 kasus korupsi pengelolaan dana kapitasi puskesmas di 8 daerah. Kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini mencapai sekita Rp 5,8 miliar, dengan jumlah tersangka 14 orang.
Meski jumlah kasus yang terjadi, kerugian negara yang diakibatkan, dan jumlah tersangka terhitung kecil, tetapi aktor yang terlibat dalam kasus ini relatif tinggi, yakni pejabat teras atas di pemerintah daerah. Dari 8 kasus korupsi dana kapitasi, paling tidak 2 kepala daerah telah ikut terseret dalam pusaran kasus ini, yakni Bupati Jombang dan Bupati Subang.
Selain itu, terdapat 4 Kadinkes yakni Kadinkes Pesisir Barat Provinsi (Lampung), plt Kadinkes Jombang (Jatim), Kadinkes Lampung Timur (Lampung), dan Kadinkes Ketapang (Kalbar).
Sementara itu, selain Kepala Daerah dan pejabat eselon 2 dan 3 Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas juga ikut menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana kapitasi. Terdapat 3 orang kepala puskesmas dan bendahara puskesmas yang juga ikut terseret dalam kasus korupsi (modus yang digunakan terdapat dalam tabel).
Dana kapitasi belasan triliun rupiah setiap tahunnya yang ditransfer oleh BPJS Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), terutama puskesmas, sangat rawan dikorupsi oleh birokrat daerah sektor kesehatan. Dana kapitasi yang diterima FKTP pada 2014 sebesar Rp 8 triliun, 2015 sebesar Rp 10 triliun, 2016 sebesar Rp 13 triliun, dan tentu di tahun 2017 dan 2018 akan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dari pemantauan ICW, dana kapitasi juga digunakan untuk menyuap kepala daerah, akreditasi puskesmas, dan dana kampanye pilkada oleh petahana.
Peta Fraud Dan Korupsi Dana Kapitasi
Oleh karena itu, melihat kerawanan dalam pengelolaan dana kapitasi selama ini, ICW mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melakukan audit terhadap dana kapitasi yang diterima FKTP milik Pemerintah Daerah di seluruh wilayah Indonesia.
Desakan ini didasarkan pada pasal 8 Undang-Undang RI No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa “tugas pemeriksaan dapat mempertimbangkan informasi dari masyarakat”.
Mengingat fraud dan korupsi dana kapitasi diduga terjadi secara sistematis, luas dan terstruktur, serta sangat berdampak terhadap pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan puskesmas, maka BPK harus dan segera melakukan audit terhadap dana kapitasi program JKN 2014-2017. (Redaksi/*)
Sumber : Indonesia Corruption Watch
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :