0
#JPU : Tersangkanya sebenarnya banyak, tapi untuk pemberkasan dan penyidikan adalah ranahnya Kepolisaian (Polda Jatim)#
Foto dari kanan, Kasnan, Wijayanto dan Nur Iman Satriyo Widodo
beritakorupsi.co – Terdakwa Kasenan, mantan Kepala Dinas PU Kota Kediri tahun 2010 hingga 2013 ini adalah selaku Pengguna Anggaran (PA) dalam kasus dugaan Korupsi proyek pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri yang menelan anggaran sebesar Rp 66.409.000.000 dari APBD Kota Kediri dan merugikan keuangan negara senilai Rp 14,4 milliar berdasarkan penghitungan BPKP Perwakilan Jawa Timur akhirnya dituntut pidana penjara selama ’10,5’ tahun penjara oleh JPU dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Jumat, 13 April 2018.

Terdakwa Kasnan terseret kelingkaran hitam kasus dugaan Korupsi proyek pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri, bermula pada tahun 2009/2010. Dimana Dinas PU Kota Kediri melakukan lelang untuk 3 Mega Proyek diantaranya; Pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri dengan anggaran Rp Rp 66.409.000.000, berdasarkan penunjukan penyedia Barang/Jasa No. 1538/VIII/SPPBJ/APBD/2010 tanggal 21 Oktober 2010 dan SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja) No.1856/IX/SPMK FISIK/APBD/2010 tanggal 27 September 2010 dengan jangka waktu proyek 2010 – 2013. Pemenag lelang adalah PT Surya Graha Semesta (SGS) namun dikerjakan oleh PT Fajar Parahiyangan (Group PT SGS)

Kemudian Proyek pembangunan RSUD Gambiran II dengan anggaran Rp 208.685.176.000 dengan SPMK No.1035/X/SPMK FISIK/APBD/2009 tanggal 14 Oktober 2009 dengan masa waktu tanggal 14 Oktober 2009 – 31 Desember 2013. Dikerjakan oleh PT Murni Konstruksi Indonesia (Group PT SGS).

Serta proyek pembangunan gedung Poltek II Kediri dengan nilai anggaran Rp 88.901.861.280 SPMK No. 1035/X/SPMK FISIK/APBD/2009 tanggal 14 Oktober 2009 dengan masa waktu tanggal 14 Oktober 2009 – 22 Desember 2013. Dikerjakan oleh PT Nugraha  Adi Taruna (Group PT SGS)

Dari hasil penyelidikan dan penyidikan pihak Kepolisian Polda Jatim dengan menggandeng tim audit dari BPKP (Badan Pengawas Keuanagan dan Pembangunan) Perwakilan Jawa Timur menemukan adanya dugaan kerugian keuangan negara dalam pekerjaan pembangunan proyek Jembatan Brawijaya Kediri sebesar Rp 14,4 milliar.

Kemudian penyidik Polda Jatim untuk sementara menetapkan 3 tersangka yang saat ini menjadi terdakwa, yakni Kasenan selaku Kepala Dinas PU sekaligus menjabat sebagai Pengguna Anggaran (PA), Nur Iman Satriyo Widodo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPKm) dan Wijanto (Ketua Panitia pengadaan).

Dalam fakta dipersidangan, setelah Samsul Ashar menjadi Wali Kota Kediri dan Abdullah Abukar sebagai Wakil Wali Kota (saat ini menjadi Wali Kota periode 2014 – 2019) yang dilantik pada April 2009 untuk periode 2009 – 2014, Kepala Dinas (Kadis) PU mengajukan proyek pembangunan jembatan Brawijawa Kediri pada Oktober 2010.

Anehnya, Samsul Ashar  sebagai Wali Kota yang mantan Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Gambiran Kediri 2004 – 2011 yang juga mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kota Kediri tahun 2004 –  2011 serta mantan Plh Wadir Yanmed RSUUSD Gambiran Kediri 2006 – 2011 ini, tidak mengetahui ada tidaknya anggran untuk pembangunan proyek tersebut.

Yang lebih anehnya lagi, mantan Ketua Peserta Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo/FK. UNAIR periode 1999 – 2000 ini justru menanyakkan ke Kasnan selaku Kadis PU, apakah ada anggarannya atau tidak.

Lalu kemudian, Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD selaku Wali Kota Kediri mengusulkan ke DPRD Kota Kediri. Dari usulan itu pun ada persetujuan Ketua DPRD tanpa ada rapat pleno di Dewan. Ironisnya, Ketua DRPD saat itu pun sempat mendapat mosi tak percaya dari seluruh anggota DPRD Kota Kediri

Selain itu terungkap pula, pertemuan Samsul Ashar bersama tim suksesnya disalah satu Hotel di Surabaya, menerima uang ratusan juta rupiah setiap bulannya sebelum hingga menjadi Wali Kota sejak 2009 – 2012 yang totalnya sekitar Rp 7 milliar lebih melalui rekening Bank BCA dan Bangk Mandiri milik Fajar saudara sepupunya, permintaan fee sebesar 5 persen dari nilai anggaran proyek Jembatan Brawijaya kepada Widjianto Hadi Wiyono dari PT SGS.

Dan dalam persidangan kali ini (Jumat, 13 April 2018), surat tuntutan itu dibacakan JPU Aslah dari Kejari Kediri untuk ke- 3 terdakwa dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai I Wayan Sosisawan, dengan dibantu 2 Hakim anggota yakni M. Mahin dan Agusudarianto. Sementara terdakwa Kasenan didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Eko Setyo Cahyono dkk, dan penngacara Joko Sutriyono dkk sebagai PH terdakwa Nur Iman Satriyo Widodo serta terdakwa Wijanto didampingi Budi dkk.

 Dalam surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Dalam surat tuntutan JPU menyatakan, bahwa terdakwa Kasenan selaku Pengguna Anggaran, memerintahkan secara langsung Wijanto sebagai Ketua Panitia pengadaan di dinas PU, agar segera mengumumkan pelaksanaan lelang menggunakan Engineering Estimate (EE). Selain itu, Kasenan dianggap tidak melakukan pengendaliaan terhadap pelaksanaan anggaran, sehingga nilai pembayaran lebih besar dari fisik pekerjaan jembatan yang terpasang.

Dalam surat tuntutan JPU, terdakwa Kasenan dan Nur Iman Satriyo Widodo dijerat dalam dua pasal dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHPidana, yakni pasal 3 terkait kewenangan atau jabatan dan pasal 12 huruf b karena menerima uang suap.

Terdakwa Kasenan pun dituntut pidana penjara selama 8 tahun dan tuntutan pidana tambahan untuk mengembalikan uang sebesar Rp 466.500.000 atau dipenjara selama 2 tahun dan 5 bulan. Sehingga total tuntutan pidana penjara yang kenakan terhadap terdakwa Kasenan selama 10 tahun dan 5 bulan ditambah membayar denda Rp 200 juta atau dikurung selama 6 bulan.

Sementara terdakwa Nur Iman Satriyo Widodo dan Wijanto hanya dituntut pidana penjara masing-masing selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta atau dikurung 3 bulan. Terdakwa Nur Iman Satriyo Widodo memang didakwa dan dituntut selaku penerima suap dan dituntut unruk mengembalikan uang sebesar Rp 25 juta. Namun JPU menyatakan, bahwa uang tersebut sudah dikembalikan.

“Menuntut; Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan negeri Surabaya, yang memeriksa perkara ini untuk menyatakan terdakwa Kasenan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana sebagaimana dalam dakwaan supsider; Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 8 (Delapan) tahun, dan denda sebesar Rp 50 juta rupiah, dan bilamana terdakwa tidak membayar maka diganti dengan kurungan selama 3 bulan; Menghukum terdakwa Kasenan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 466.500.000. Apabila terdakwa tidak membayar 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka Jaksa akan menyita harta bendanya untuk dilelang. Dan bilamana harta bendanya tidak mencyukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 5 bulan,” ucap JPU Aslah.

Atas tuntutan JPU, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan terhadap terdakwa maupun melalui PH-nya untuk menyampaikan pembelaannya (Pledoi) pada persidangan 1 pekana berikutnya.

Usai Persiangan, atas pertanyaan wartawan media ini terkait tersangka baru dalam kasus ini,   JPU Aslah megatakan masih banyak. Namun JPU Aslah mengakui, bahwa pemberkasan dan penyidikan adalah ranahnya penyidik Kepolisian Poda Jatim.

“Berdasarkan fakta persidangan, seharusnya masih banyak, cuma untuk pemberkasan dan penyidikan adalah ranahnya Kepolisian, karena ini awalnya dari Keplisian,” jawab JPU Aslah.

Wartawan media ini kembali menanyakkan, Apakah Jaksa tidak boleh melakukan penyidikan baru berdasarkan fakta persidangan karena penyidikan awal dilakukan oleh Kepolisian ?

JPU Aslah mengatakan tidak etis bila Jaksa melakukan penyidikan. Alasannya karena penyidiakan awal dilakukan oleh Kepolisian.

“Tidak etis, karena awalnya ini dari Kepolisian. Kita berharap Polda melakukan penyidikan,” kata JPU.

Apa yang disampaikan JPU Aslah ini agak menggelitik. Sebab, jika penyidik Kepolisian tidak melakukan penyidikan baru dalam kasus yang sama, seperti kasus Korupsi KUR (Kredit Usaha Rakyat) Jomabang, dimana salah seorang mantan anggota DPRD Jombang yang diduga terlibat sesuai dengan fakta persidanan, hingga saat ini tidak ada kelanjutannya, bisa jadi orang-orang yang yang seharusnya turut bertanggung jawab secara hukum akan “Selamat”.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top