Tersangka saat berada di kendaraan tahan Kejari Tanjung Perak menuju Rutan Medaeng |
Ke- 4 tersangka adalah selaku Direksi PT DOK dan Perkapalan Surabaya, yaitu “MFA” (Ir. M. Firmansyah Arifin), mantan Direktur Utama (Dirut) PT Dok dan Perkapalan Surabaya yang juga mantan Dirut PT PAL (Persero), dan saat ini berstatus terpidana 4 tahun penjara dalam kasus grtaifikasi pembangunan kapal perang Filiphina tahun 2015 lalu yang terjaring OTT oleh KPK pada Maret 2017 lalu.
Kemudian tersangka “NST” (Drs Nana Suryana Tahir, MM), Mantan Direktur Administrasi dan Keuangan PT Dok dan Perkapalan Surabaya;, tersangka “IWYD” (Ir I Wayan Yoga Djunaedy M.MT);, Mantan Direktur Produksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya dan tersangka “MY” (Ir Muhammad Yahya), Mantan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
Hal itu seperti yang disampaikan Kasi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Tanjung Perak, Lingga Nuarie, SH, MH saat hubungi wartawan media ini melalui telepon selulernya, Kamis, 5 April 2018. Saat ditanya tersangka lain dari pihak swata, Lingga mengatakan tidak ada.
“Tersangkanya ada Empat orang termasuk FA (Firmansyah Arifin.red). Kalau dari pihak swasta tidak ada. Ketiga tersangka ditahan kecuali FA, karena sedang menjalani masa tahanan 4 tahun penjara di Lapas Porong dalam kasus gratifikasi yang ditangani KPK pada Maret tahun lalu,” kata Lingga
Para tersangka ini pun dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 atas perubahan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
Kasus ini bermula pada Agustus 2010, dimana PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 1961, tanggal 17 April 1961 yang semula bernama Perusahaan Negara (PN) Dok dan Perkapalan Surabaja dan PP No. 24 Tahun 1975 dari PN Dok Surabaja berganti nama menjadi PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), melakukan kontrak kerja pembangunan tangki pendam di Muara Sabak senilai Rp Rp179.928.141.879 dengan PT Berdikari Petro.
Namun kemudian, PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) melakukan subkontrak pekerjaan dengan AE Marine Pte.Ltd di Surabaya sebagai perencana, pelaksana dan pengadaan bahan-bahan material dengan nilai kontrak sebesar 19.032.071 Dolar AS.
Dalam pelaksanaannya, perusahaan perkapalan terbesar kedua setelah PT PAL (Persero) ini diduga merekayasa rencana fisik atau bobot pembangunan tangki pendam dan melakukan pembayaran uang muka kepada AE Marine Pte Ltd sebesar 3.963.725 Dollar AS tanpa ada pekerjaan.
Namun uang tersebut digunakan oleh PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) untuk membayar kekurangan pembelian bahan material dua kapal tanker milik PT Pertamina kepada Zhang Hong Pte Ltd selaku suplier tunggal.
Selain itu, kontrak kerja antara PT Dok dan Perkapan Surabaya (Persero) dengan Zhang Hong, Pt. Ltd diduga tidak sesuai dengan Keputusan Presiden tentang pengadaan barang/jasa milik pemerintah, hingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar 3.963.725 Dollar AS atau sekitar Rp 33 milliar. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :