0
Terpidana Ratna Ani Lestari, mantan Bupati Banyuwangi
beritakorupsi.co – Tak sedikit Kepala Daerah yang terseret dalam pusaran kasus Korupsi dan dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, namun tak mengakui lalu bermimpi untuk bebas dengan melakukan berbagai upaya hukum tetapi sia-sia.

Seperti yang dilakukan terpidana Ratna Ani Lestari, mantan Bupati Banyuwangi Periode 2005-2010, yang terseret dalam kasus Korupsi pembebasan lahan proyek pembangunan Lapangan Terbang Blimbingsari Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur pada tahun 2006, selaku ketua panitia P2T (Panitia Pengadaan Tanah).

Pada tahun 2012, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menghukumnya 4 tahun penjara. Tak mau dipenjara, upaya hukumpun dilakukannya ke Pengadilan Tinggi – Jawa Timur pada tahun 2013 lalu. Namun usahanya sia-sia, karena Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur justru menambah hukuman Ratna Ani Lestari menajdi 6 tahun, pada tahun.

Tak terima juga, Ratna Ani Lestari melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Angung Republik Indonesia (MA RI). Juga sia-sia, karena Hakim Agung MA RI malah menambah hukumannya menjadi 9 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsidair 8 bulan kirungan.

Sekalipun Hakim Agung MA RI telah menambah hukuman Ratna Ani Lestari menjadi 9 tahun penjara, ternyata tak membuatnya berhenti begitu saja. Dengan PD (Percaya Diri)-nya wanita cantik yang sempat memegang tongkat kepemimpinan sebagai orang nomor Satu di Banyu Wangi itu, berhapar bisa keluar dari kamar Hotel Prodeo alias penjara dengan melakukan upaya hukum PK (Peninjauan Kembali) pada tahun 2013.

Lagi-lagi mimpi indah Ratna Ani Lestari untuk bebas dari kamar Hotel Prodeo juga sia-sia, sebab Hakim Agung PK menolak permohonanya dan mengembalikan pada putusan Hakim Agung MA RI, pada tahun 2018. Mantan Bupati Banyu Wangi itupun akan membayar perbuatannya dengan menempati kamarnya di Hotel Prodeo selama 9 tahun.

Kabar turunya putusan PK terpidana Ratna Ani Lestari diperoleh wartawan media ini dari Panmud Pengadilan Tipikor Surabaya Akhmad Nur, saat ditemui diruang kerjanya, pada Senin 23 April 2018.

“Ada putusan PK atas nama terpidana Ratna Ani Lestari. Putusannya mengembalikan pada putusan Mahkamah Agung RI,” kata Nur.

Kasus ini bermula pada tahun 2006 lalu, yakni pada saat pembangunan proyek Lapangan Terbang Blimbingsari Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam pembebasan lahan warga, Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Lapangan Terbang Blimbingsari, menunjuk Kepala Kantor PBB Banyuwangi sebagai Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah, namun ditolak.

Alasannya, yang dapat Menunjuk Kantor PBB Banyuwangi adalah Dirjen Keuangan atau Menteri Keuangan. Namun Bupati Banyuwangi yang juga selaku ketua panitia bersama dengan anggota lainnya, justru melaksanakan penetapan harga tanpa ada tim penilai atau penaksir harga.

Penetapan harga ganti rugi berdasarkan SK Bupati Nomor 17 tahun 2006 tanggal 17 November 2006, tentang Penetapan Besarnya Uang Ganti Rugi Atas Tanah di Desa Badean Kecamatan Kabat, Desa Karang Bendo dan Belimbingsari, Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi untuk Pembangunan Lapangan Terbang, sebesar Rp60.000,00 per meter.

Untuk dapat melakukan pembayaran kepada pemilik tanah, Kabag Keuangan Pemkab Banyuwangi, Dujfri Yusuf menandatangani Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) kemudian dana tersebut masuk ke rekening pihak III (pemilik tanah) melalui Bank Jatim sebesar Rp7,7 miliar. Pada 2007, Ratna bersama dengan anggota panitia lainnya, kembali menandatangani Berita Acara Kesepakatan Musyawarah Ganti Rugi tanggal 20 Juni 2007 di Kantor Kecamatan Rogojampi, bedasarkan Surat Keputusan (SK) Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Banyuwangi, Nomor 11 tahun 2007 tanggal 27 Januari 2007, tentang Penetapan besarnya uang ganti rugi atas tanah, tanaman dan bangunan dengan harga Rp70.000 per meter.

Namun berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, ditemukan penetapan harga lahan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Penetapan dinilai ganti rugi tidak berdasarkan nilai jual obyek pajak (NJOP) dan tanpa tim penaksir. Akibatnya, negara durugikan hingga Rp 19,7 miliar.

Atas perbuatannya, Ratna pun diganjar hukuman 5 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya pada 11 Februari 2013. Kemudian oleh Hakim PT, Hukuman Ratna dinaikkan ditambah menjadi 6 tahun penjara pada 29 Mei 2013.

Ratna Tidak terima. Lantas dirinya melakukan upaya hukum Kasasi ke MA pada 10 Juni 2013 dengan harapan dibebaskan. Namun usahanyapun gagal malah MA menambah menjadi 9 tahun penjara.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top