Terdakwa Jarot Edy Sulistiyono saat menjalani sidang putusan, Selasa, 3 April 2018 (BK) |
Dalam kasus ini, penyidik KPK menetapkan 21 tersangka/terdakwa, yaitu Jarot Edi Sulistiyono, Moch. Arif Wicaksono (perkara terpisah dan masih dalam proses persidangan) dan Moch. Anton (Wali Kota Malang tersangka masih dalam penyidikan KPK ) bersama 18 anggota DPRD Malang daintaranya Yaqud Ananda Qudban, Suprapto, HM Zainudin, Sahrawi, Salamet, Wiwik Heri Astuti, Mohan Katelu, Sulik Lestyowati, Abdul Hakim, Imam Fauzi, Tri Yudiani, Heri Puji Utami, Heri Subianto, Abdurachman, Rahayu Sugiarti serta Sukarno (ke- 18 anggota Dewan ini tersangka masih dalam penyidikan KPK).
Dalam persidangan hari ini, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai H.R. Unggul Warso Mukti, membacakan surat putusannya (Vonis) terhadap terdakwa Jarot Edi Sulistiyono yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Haris Fajar Kustaryo dkk dalam persidangan yang dihadiri oleh tim JPU KPK.
Dalam amar putusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa Jarot Edy Sulistyono diancam pidana penjara sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) hurub a UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Jarot Edi Sulistiyono bersama-sama dengan Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah Kota Malang, pada tanggal 6 Juli 2015, 13 Juli 2015, 14 Juli 2015 dan tanggal 22 Juli 2015, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Pemkot Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang, Kantor DPRD Kota Malang, Jalan Tugu Nomor 1A Kota Malang dan di rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberi uang sebesar Rp 700 juta kepada Moch. Arif Wicaksono selaku ketua DPRD Kota Malang, supaya Ketua DPRD memberikan persetujuan Perubahan APBD Tahun Anggaran (TA) 2015 yang diajukan oleh Pemerintah Kota Malang
Majelis Hakim menyebutkan, pada tanggal 25 Juni 2015, Pemerintah Kota Malang bersama DPRD mengadakan rapat paripurna bersama dengan agenda sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan, antara Pemkot Malang dengan DPRD tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat lanjutan antara DPRD dan Pemkot Malang dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) dan pendapat Fraksi DPRD Kota Malang terhadap konsep kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD Tahun Anggaran 2015, dilakukan pertemuan antara Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiadji, Jarot Edy Sulistiyono dan Cipto Wiyono dengan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono serta Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang Suprapto di ruang kerja Ketua DPRD Kota Malang.
Kemudian lanjut Majelis Hakim, pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan dengan istilah uang “Pokir” anggota Dewan, agar pembahasan Perubahan APBD TA 2015 berjalan lancar dan tidak ada instrupsi atau halangan dari DPRD Kota Malang, sehingga dapat diberikan persetujuan P-APBD TA 2015. Permintaan Ketua DPRD itu pun disanggupi Wali Kota Moch. Anton dengan mengatakan, “nanti uang pokir akan disisipkan oleh Cipto dan Djarot.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Cipto Wiyono meminta terdakwa agar stafnya yaitu Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui Cipto Wiyono, terkait penyiapan uang untuk anggota DPRD, guna memperlancar persetujuan P-APBD TA 2015.
Selanjutnya, terdakwa memanggil Tedy sujadi Sumarna untuk menemui Cipto Wiyono di ruang Sekda Kota Malang. Daalam pertemuan tersebut, Cipto Wiyono memerintahkan Tedy Sujadi untuk meminta uang dari para rekanan (kontraktor) yang menjadi rekanan di Dinas PUPPB Kota Malang sebesar Rp 700 juta. Dan uang itu untuk diberikan kepada Moch. Arif Wicaksono, agar persetujuan P-APBD disetuji. Atas perintah Cipto Wiyono pun disanggupi Tedy Sujadi Sumarna, dan kemudian hasil pertemuannya dengan Sekda dilaporkan ke pimpinan yakni Jaror Edy Sulistiyono.
Pada tanggal 8 Juli 2015, rapat paripurna DPRD dilaksankan dengan agenda penyampaian sambutan dari Walikota Malang dalam menghantar rencana perubahan daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan APBD TA 2015.
Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono.
Pada tanggal 17 Juli 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch.Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono dan menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya, yang dijawab oleh terdakwa bahwa dananya sudah tersedia. Selanjutnya, sekitar pukul 12.00 WIB, Moch. Arif dan Cipto Wiyono sepakat untuk menunda rapat yang agendanya, pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD TA 2015, dari tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015, atau 24 Juli 2015. Alasannya, pengambilan keputusan terlalu cepat dan tidak wajar, apabila pembahasan Raperda APBD TA 2015 hanya satu minggu, walaupun Moch. Anton menghendaki persetujuan Raperda itu dilakukan tanggal 14 Juli 2015 atau sebelum lebaran, karena jika pengambilan keputusannya dilakukan setelah lebaran, di khawatirkan DPRD Kota Malang berubah pikiran.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk DPRD, yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh terdakwa. Kemudian sekitar pukul 15.00 WIB, terdakwa meminta Tedy Sujadi Sumarna untuk mengantarkan uang ke rumah dinas Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono di Jalan Panji Suroso No 7, Kecamatan Blimbing Kota Malang, dengan terlebih dahulu memisahkan uang sebesar Rp 100 juta khusus untuk bagian Moch. Arif Wicaksono selaku Ketu DPRD, dan sisanya sebesar Rp 600 juta untuk dibagikan ke seluruh anggota DPRD yang tetap terbungkus.
Setelah menerima uang dari terdakwa, Moch. Arief Wicaksono memberitahu Suprapto, bawa uang Pokirnya sudah diterima, dan meminta Suprapto untuk datang ke rumah dinasnya saat itu juga. Sebelum Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono terlebih dahulu mengambil uang bagiannya sebesar Rp 100 juta, sementara yang Rp 600 juta tetap dalam kardus.
Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD, agar datang ke rumah dinasnya. Para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD Kota Malang yang datang, adalah Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Heri Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP)
Selanjutnya, Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua dan Ketua Fraksi DPRD untuk diberikan kepada seluruh anggota DPRD yang berjumlah 45 orang, yang masing-masing untuk Wakil Ketua DPRD dan Ketua Fraksi sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp 12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, hasail rapat DPRD bersama Pemkot Malang tentang perubahan APBD TA 2015 pun akhirnya disetujui, dari Raperda APBD TA 2015 menjadi Perubahan APBD TA 2015, yang dituangkan dalam surat keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Raperda Kota Malang, tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.
Dalam amar putusan Majelis Hakim menolak pembelaan terdakwa maupun Penasehat Hukum terdakwa. Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Jarot Edy Sulistiyono haruslah dihukum sesuai dengan perbuatannya.
“Mengadili; Menyatakan terdakwa Jarot Edy Sulistiyono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (Dua) tahun dan 8 (Delapan) bulan, denda sebesar Lima puluh juta rupiah, dan apabila terdakwa tidak membayar maka diganti dengan kurungan selama Dua bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap terdakwa lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yakni 4 tahun penjara.
Atas putusan Majelis Hakim, terdakwa mapun JPU KPK masih pikir-pikir. “Pikir-pikir Yang Mulia,” kata terdakwa Jarot menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim.
“Kita masih pikir-pikir,” kata PH terdakwa, Haris seusai persidangan, dan hal yang sama juga disampiakan oleh JPU KPK.
Menurut PH terdakwa Jarot, kasus ini pun diduga “berbau politik”. Sebab, penyelidikan termasuk penyadapan yang dilakaukan oleh KPK dalam kasus ini antar Juni hingga Juli 2015. Namun penyidikan yang dilakukan KPK baru tahun 2017 menjelang Pilkada serentak Juni 2018 mendatang. Seperti yang disampaikan oleh Penasehat Hukum terdakwa seusai persidangan.
“Ini kan aneh, kenapa beda dakwaan Jarot dengan Arif dalam pertmuan dengan waktu dan tempat yang sama, juga tidak dihadirkan sebagai saksi. Penyelidikan dan penyadapan dilakukan antara Juni hingga Juli 2015. Tapi penyididikan baru dilakukan 2017 menjelang Pilkada,” kata PH terdakwa.(Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :