Foto dari kiri Samsul Arifin (angggota Sabhara Polres Situbonda),Heri Purwanto (penyidik Polres Situbondo), dan Kuncoro (Kasi Pemeintahan Kelurah Ardirejo, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo) |
beritakorupsi.co – Ada yang menggelitik dalam kasus Korupsi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Polres Situbondo terhadap Lurah Ardirejo, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, Zainal Imran (Senin, 20 Maret 2017 sekira pukul 15.00 WIB) saat sidang digelar di Penadilan Tipikor Surabaya, pada Kamis, 24 Mei 2018.
Pada sidang yang berlangsung dipimpin Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman. SH., MH, dengan agenda pemeriksaan 3 orang saksi dalam kasus Tindak Pidana Korupsi (pasal 12 huruf e yaitu memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,; atau pasal 11 yakni menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya) dengan terdakwa terdakwa Zainal Imran yang didampingi Penasehat hukum (PH)-nya Ridwan Soleh dkk.
Ketiga saksi yang dihadirkan oleh JPU Kejari Situbondo ialah Heri Purwanto, penyidik Polres Situbondo,; Samsul Arifin, angggota Sabhara Polres Situbonda dan Kuncoro, Kasi Pemeintahan Kelurah Ardirejo, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo.
Dalam persidangan, PH terdakwa menolak Heri Purwanto selaku penyidik Polres Situbondo sebagai saksi yang dihadirkan oleh JPU. Penolakan itu bukan tidak beralasan. Karena pada saat PH terdakwa menanyakkan Heri Purwanto, ternyata sebagai penyidik dalam perkara terdakwa Zainal Imran, melainkan penyidik dalam perkara lain.
“Bukan, dalam perkara lain,” jawab Heri Purtwanto atas pertanyaan PH terdakwa.
“Yang Mulia, kami menolak keterangan saksi ini, karena saksi ini adalah penyidik dalam perkara lain,” kata PH terdakwa memohon kepada Majelis Hakim.
“Ya, akan dicacatat,” kata Ketua Majelis Hakim.
Keberatan PH terdakwa hanya disitu, melainkan saat JPU Kejari Situbon mengajukan saksi korban untuk masuk ke ruang sidang untuk didengar keterangannya. Pada hal sebelum sidang di mulai, JPU hanya menyampaikan Kepada Majelis Hakim bahwa saksi hanya ada 3 orang.
“Kami menolak, Yang Mulia. Karena tadi JPU mengatakan hanya ada saksi 3 orang,” kata PH terdakwa. Dan Ketua Majelis Hakim pun sependapat, karena perkara masih banyak yang belum disidangkan.
“Ya, kita tunda dalam persidangan berikutnya aja. Karena ini masih banyak perkara yang belum disidangkan, apa lagi ini kan bulan puasa,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Yang menggelitik dalam kasus ini adalah, saat terdakwa Zainal Imran diberi kesempatan oleh Ketua Majelis Hakim untuk menanggapi keterangan saksi Kuncoro terkait Map berisi uang pada saat OTT dilakukan oleh anggota Polres Situbondo pada Senin, 20 Maret 2017 sekira pukul 15.00 WIB.
Karena keterangan saksi mapun dalam surat dakwaan JPU menyatakan, bahwa pada tanggal 20 Maret 2017 sekitar pukul 14.30 WIB, beberapa saat setelah Gumilang hendak menyerahkan map berisi uang, polisi sudang melakukan penggerebekan di ruang kerja terdakwa.
Sementara menurut terdakwa Zainal Imran, pada saat anggota Polres Situbondo yang langsung masuk ke ruang kerja terdakwa, saat itu terdakwa meminta surat tugas karena 2 anggota polisi berpakaian “preman” tidak menunjukkan surat tugas. Setelah terdakwa meminta surat tugas, 2 anggota polisi barulah meminta surat tugas dari petugas lainnya yang berada diluar.
Pada saat anggota polisi Polres Situbondo masuk keruang kerja terdakwa, map berisi uang ada ditangan Kuncoro yang duduk berdampingan dengan Gumilang. Dan kemudian Kuncoro secara spontan menjatuhkan map tersebut keatas meja, sesuai dengan gambar yang ditunjukkan di hadapan Majelis Hakim.
“Map itu saya tidak tau isinya dan saya tidak memegang. Pada saat polisi datang, baru 5 menit saya nyampai di kantor karena ada tugas diluar. waktu itu saya marah dan meminta polisi menunjukkan surat tugas, karena saya berhak dan itu ruang kerja saya,” kata terdakwa.
Kuncoro tetap dalam keterangannya, namun bukti map berisi uang sesuai foto yang ditunjukkan dihadapan Majelis Hakim berda di dekatnya, bukan dirampas dari terdakwa oleh petugas Kepolisian pada saat OTT dilakukan.
Tidak hanya itu. Kuncoro mengakui kepada Majelis Hakim, bahwa Ia peranah menerima uang dari lurah sebelumnya, bila ada “hasil suap”. Kuncoro pun saat itu meminta maaf, setelahKetua Majelis Hakim mengingatkannya, bahwa itu adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan.
Kasusu ini pun mengundang pertanyaan. Sebab penyidik Polres Situbondo hanya menetapkan Zainal Imran yang baru 1 bulan sekaligus pertama kalinya menjadi Lurah ditetapkan menjadi tersangka kasus OTT, sementara map berisi uang sebagai barang berada ditangan Kuncoro.
Bila Zainal Imran terjaring Operasi Tangkap Tangan oleh Polres Situbondo pada tanggal 20 Maret 2017, mengapa setelah 1 tahun penyidik Polres Situbondo baru melimpahkan berkas perkara ini ke Kejari Situbondo ? Bahkan menurut terdakwa, Kejari Situbondo sempat mengembalikan (P19) berkas perkara terdakwa ke penyidik Polres Situbondo. Ada apa dalam kasus OTT Lurah Ardirejo, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, Zainal Imran ?
Usai persidangan. Saat wartawan media ini meminta komentar dari Heri Purwanto maupun Kuncoro, terkait map berisi uang yang dijelaskan terdakwa dihadapan Majelis Hakim, tak mau berkomentar kecuali kata “Ya” yang membenarkan namanya saat ditanya.
Terpisah. Sementara terdakwa Zainal Imran mengatakan, bahwa jarak temapt duduk antara terdakwa dengan Kuncor yang sedang memegang Map dan Gumilang, ada sekitar 1,5 meter. Kuncoro dan Gumilang duduk dipojok ruangan, sedangkan terdakwa duduk di dekat pintu.
Menurut terdakwa, pada saat polisi datang, Kuncoro menjatuhkan Map yang berada ditangannya ke atas meja dekat tempat duduknya.
“Ruang itu luas, hanya ada skat pembatas. Jarak saya duduk dengan Kuncoro ada sekitar Satu setenag meter. Kuncoro duduk disamping Gumilang. Map itu ada ditangan Kuncoro, pada saat Polisi datang, Kuncoro tiba-tiba menjatuhkan Map yang ditangannya itu ke atas meja dekatnya seperti dalam gambar yang ditunjukkan di depan Hakim tadi. Saya tidak tau apa isinya karena saya baru Lima menit tiba dikantor, polisi datang,” kata terdakwa.
Saat ditanya hubungan terdakwa dengan Kuncoro, maupu proses pengurusan akta jual beli tanah yang diajukan oleh Gumilang, terdakwa mengatakan, bahwa hubungannya baik-baik saja. Namun terdakwa mengungkapkan, bahwa proses pengurusan tanah yang diajukan oleh Gumilang sudah berlangsung sejak lama sebelum terdakwa menjadi Lurah.
“Hubangan baik, saya kan baru 1 bulan jadi Lurah dan itu yang pertama kali. Sebelumnya saya di BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Tapi kalu proses pengurusan tanah itu sudah lama. Saya hanya memproses sesuai dengan aturasn, saya tidak tau kalau itu ada uang,” kata terdakwa.
Dalam surat dakwaan JPU disebutkan, sekitar bulan Desember 2016 Gumilang hendak menjual tanah miliknya yang terletak di Dusun Cappore Kelurahan Ardirejo, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo tetapi ukuran tanah tersebut tidak lurus alias bengkok pada bagian selatan, sehingga sulit untuk di Kavling dan dijual. Kemudian untuk meluruskan ukuran tanah tersebut, Kuncoro mempunyai keinginan untuk membeli sebagian tanah di sebelahnya yang merupakan tanah milik perkumpulan kematian masyarakat Situbondo (PKMS).
Pada bulan Januari 2017, Gumilang mendatangi Onny yang merupakan wakil ketua PKMS, pada saat itu Gumilang menyampaikan keinginannya kepada Onny, selanjutnya Onny menyampikan keinginan Gumilang kepda Ketua PKMS. Setelah terjadi tawar-menawar, kemudian disepakati bahwa tanah PKMS seluas kurang lebih 200 meter seharga Rp 7 juta, sesuai dengan kwitansi pembebasan pada tanggal 23 Januari 2017.
Kemuidan, Gumilang datang ke kantor Kelurahan Ardirejo untuk mengurus akta jual beli tanah tersebut, pada saat itu Gumilang ditemui Kuncoro selaku Kasi Pemerintahan di Kelurahan Ardirejo. Kemuidan, Guliang memberikan data pendukung berupa sertifikat tanah dan fotocopy bukti kuitansi pembebasan lahan kepada Kuncoro. Untuk biaya pengurusan, Kuncoro meminta biaya sebesar Rp 650 ribu untuk membeli materi dan biaya pengetikan. Gumilang pun menitipkan uang sebesar Rp 650 juta kepada Kuncoro dengan kesepakatan pada saat itu, apabila uang titipkan tersebut lebih, akan dikembalikan, dan apabila kurang akan ditalangi terlebih dahulu oleh Gemilang. Untuk maslah akta jual beli tanah, Kuncoro menyarankan Gumilang untuk berkordinasi dengan terdakwa.
Setelah dua hari kemudian, Gumilang datang lagi ke kantor Kelurahan dan bertemu dengan Kuncoro. Pada saat itu, Gumilang bercerita kepada Kuncoro, jika terdakwa meminta biaya sebesar Rp 20 juta untuk pengurusan akte jual beli dan Gumilang merasa keberatan. Kuncoro mengatakan, apabila ada keberatan langsung menawar atau bernego dengan terdakwa, karena terdakwa selaku Lurah yang mempunyai kuasa untuk menentukan harga. setelah itu Gumilang diajak ke ruang kerja untuk menawar biaya pengurusan akte jual beli sebesar yang diminta oleh terdakwa sebesar Rp 20 juta yang belum ada kesepakatan.
Keesokan harinya, terdakwa menyuruh Kuncoro untuk menyampaikan kepada Gumila, jika biaya pengurusan akte jual beli turun menjadi Rp 15 juta, tetapi Gumilang pun tetap merasa keberatan.
Satu minggu kemudian, Gumilang ditelepon oleh Kuncoro agar datang ke kantor Kelurahan untuk tawar-menawar atau nego ulang biaya akta jual beli tanah. Kemudian, sekira pukul 11.15 WIB, Gumilang datang ke kantor Kelurahan Ardirejo yang ditemui oleh Kuncoro. setelah itu, Gumilang diajak masuk ke kerja terdakwa. Pada saat itu, Gumilang menyampaikan keberatannya atas biaya akte jual beli yang diminta oleh terdakwa sebesar Rp 15 juta. Terdakwa pun kemudian menurunkan lagi biaya akte jual beli menjadi Rp 10.750.000, namun Gumilang tetap merasa keberatan.
Karena Gumilang tetap merasa keberatan, lalu terdakwa mengatakan jika tidak ada tanda tangan dan stempel darinya (terdakwa) maka akta jual beli tersebut tidak akan jadi bahkan sampai Kecamatan, dan jika tidak ada kesepakatan masalah uangnya, maka tanah tersebut akan diwakafkan.
Setelah dua hari kemudian, Kuncoro dipanggil oleh terdakwa ke ruangannya, pada saat itu terdakwa menyuruh Kuncoro untuk menyampaikan kepada Gumilang, bahwa biaya pembuatan akta jual beli tanah diturunkan lagi menjadi Rp 10 juta.
Dua hari kemuidan, Gumilang datang ke kantor Kelurahan untuk menyampaikan bahwa pembayaran akan dilakukan dua kali, dan pelunasan setelah akta jual beli tanaha selesai, namun terdakwa menolaknya dan meminta sekaligus. Dan Gumilang pun akhirnya meminjam uang saudaranya sebesar Rp 10 juta.
Satu minggu kemudian, Gumilang mendapatkan pinjaman uang sebesar Rp 10 juta, dan pada hari Minggu tanggal 19 Maret 2017 sekira pukul 20.00 WIB, Gumilang menghubungi Kuncoro, pada saat itu Gumilang menyampaikan jika uang untuk biaya pengurusan akte jual beli sebesar 10 juta sudah ada.
Pada senin 20-03-2017 sekira pukul 11.00 WIB, Gumilang menghubungi Kuncoro dan menyampaikan, jika uang biaya akte jual beli yang diminta oleh terdekat sudah siap. Selanjutnya Kuncoro menjawab, jika terdakwa masih ada acara di luar kantor dan akan dihubungi bila sudah kembali.
Sekitar pukul 14.00 30 WIB di hari yang sama, Kuncoro menghubungi Gumilang menyampaikan jika terdakwa sudah di kantor. Tiga puluh menit kemudian, Gumilang datang ke kantor Kelurahan, dan pada saat itu terdakwa sedang berada di ruang kerja Kuncoro, dan terdakwa langsung Gumilang ke ruang kerja terdakwa.
Saat Gumilang hendak menyerahkan sebuah map warna hijau berisi uang Rp 10 juta sebagai biaya akte jual beli yang diminta oleh terdakwa serta fotokopi KTP dan kartu keluarga (KK), tetapi pada saat itu terdakwa tidak langsung menerima, tetapi terdakwa mengatakan jika tugasnya sudah selesai dan untuk keuangan serta administrasi diwakilkan kepada Kuncoro.
Beberapa saat setelah Gumilang hendak menyerahkan map berisi uang tersebut, polisi dari Polres Situbondo yang sebelumnya telah mendapatkan informasi jika terdakwa meminta sejumlah uang dalam pengurusan akte jual beli tanah langsung melakukan penggerebekan di ruang kerja terdakwa.
JPU menyebutkan, bahwa perbuatan terdakwa tersebut telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain, UU RI Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), PP RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil (PNS), Peraturan Pemerintah RI Nomor 73 tahun 2005 tentang Kelurahan, Peraturan Bupati Situbondo Nomor 67 tahun 2008 tentang uraian tugas dan fungsi Kelurahan di Kabupaten Situbondo
“Dan perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf e atau pasang 11 undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” ucap JPU Handoko Alfiantoro. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :