0

#Dua sahabat asal NTT itu bertemu di Pengadilan Tipikor Surabaya setelah 3 bulan sejak terjaring OTT oleh KPK karena kasus Korupsi suap menyuap#


beritakoruspi.co – Marianus Sae adalah Bupati Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak 2010 hingga 2023, yang memiliki 4 tempat tinggal, yaitu di Kampung Bosko, Ubedolumolo, Bajawa, Kab. Ngada, NTT,; Rumah Kebun Zeusobo I Golewa Barat, Ngada NTT,; Penful Kupang, NTT dan Kulibul Sari Tibubeneng, Badung, Bali. Sementara Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming seorag pengusaha Kontraktor dibidang kontruksi yaitu PT Sinar 99 Permai, warga Jalan Hayam Wuruk  Rt 006/ Rw 002 Tanalodu, Bajawa, Ngada NTT

Marianus Sae dan Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming, adalah sahabat sebelum Marianus Sae terpilih menjadi Bupati Ngada Tahun 2010 - 2015 dan 2015 – 2020 untuk periode ke II. Dalam pencalonan Marianus, Baba Miming sebagai sahabatnya berperan aktif untuk membantu Marianus Sae duduk disinggah Sana sebagi orang nomor Satu di Kabupaten Ngada, termasuk pencalonan Marianus Sae sebagai Gubernur NTT dalam Pilkada Juni 2018.

Hebatnya lagi, Baba Miming menyerahkan ATM (Agunan Tunai Mandiri) Gold BNI rekningnya untuk dikuasi Marianus Sae sejak 2011 hingga Pebruari 2018, sebelum KPK menangkapnya di sebuah Hotel di Surabaya pada tanggal 11 Pebruari 2018. Total uang yang ada di rekening Baba Miming sebesar Rp 3.567.000.000, namun yang tersisa saat penangkapan sebesar Rp 659.854.895

Dan sebagai sahabat, suka dan duka bisa jadi banyak dialami Marianus Sae dan Baba Miming. Karena Baba Miming telah membantu Marianus Sae dalam bentuk uang, semenetara Marianus Sae membantu Baba Miming dalam bentuk proyek pekerjaan yang didanai dari APBD (anggaran pendapatan belanja negara) Kabupaten Ngada. Dan termasuk saat ini, dimana keduanya sama-sama masuk penjara, karena terjerat kasus suap menyuap yang tertangkap tangan alias Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK pada tanggal 11 Februari 2018.

Tiga bulan sejak OTT, Kedua sahat ini kembali bertemu di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa, 22 Mei 2018. Karena JPU KPK “menyeret” Baba Miming (dan Marianus Sae) kehadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili setelah terlebih dahulu mengantongi Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agus (MA) RI, demi menjaga kemanan.

Kehadiran Marianus Sae yang juga tersangka sebagai penerima “suap” dalam persidangan adalah sebagai saksi untuk terdakwa terdakwa Wilhelmus Iwan Ulumbu alias Baba Miming (“penyuap”) yang didampingi Penasehat Hukumnya Artanta Barus dkk dari Jakarta, atas panggilan JPU KPK Ronald F Rorotikan, Mungki Hadipratikto, Budi Sarumpaet dan Irman Yudiandri, untuk didengar keterangannya dihadapan Majelis Hakim yang diketaui H.R. Unggul Warso Murti.SH., MH, dalam kasus Korupsi “suap” pengadaan barang dan Jasa di Kabupaten Ngada tahun 2011 hingga 2017.

Dalam persidangan yang digelar 2 session pada Selasa, 22 Mei 2018, selain Marianus Sae  (session ke I), JPU KPK juga menghadirkan 4 orang saksi lainnya, diantaranya Albertus Iwan Susilo (kontraktor), warga Jln. El Tari, Kel. Trikora Kec. Bajawa,; Media Moses (Sekda Kab. Ngada), warga Kelurahan Tanalodu, Bajawa,; Wilhelmus Petrus  Bate alias Wimpi Bate, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kab. Ngada, warga Keluarahan Lebijaga, Kecamatan Bajawa, Rt 010 / Rw 003 Kab. Ngada dan Laurensius (Ketua Pokja ULP) di Dinas PU Perumahan Rakyat Kabupaten Ngada.
Dari kiri atas, Albertus Iwan Susilo, Media Moses (Sekda Kab. Ngada), Wilhelmus Petrus Bate alias Wimpi Bate, Kepala BKD Kab. Ngada dan Laurensius (Ketua Pokja ULP) di Dinas PU Perumahan Rakyat Kabupaten Ngada.
Dihadapan Majelis Hakim Marianus Sae menjelaskan, bahwa terdakwa Baba Miming seorang pengusaha kontraktor PT Sinar 99 Permai sudah di kenalnya sebelum dirinya menjadi Bupati Ngada tahun 2010 lalu. Marianus Sae tidak membantah atas pertanyaan JPU KPK, terkait rekening terdakwa Baba Miming yang dikuasinya sejak tahun 2011 lalu.

Dalam surat dakwaan JPU KPK terhadap terdakwa, yang dibeberkan JPU KPK pada persidngan kali ini terkait aliran uang yang masuk kerekening terdakwa dan yang sudah dikuasi Marianus, yaitu Pada tanggal 7 Februari 2011 sebesar Rp 60 juta, tanggal 2 Mei 2011 Rp 40 juta,  tanggal 3 Mei 2011 Rp 12 juta, tanggal 21 Januari 2013 Rp 5 juta, tanggal 22 Januari 2013 Rp 100 juta, tanggal 10 Juni 2013 Rp 30 juta, tanggal 12 Juni 2013 Rp 20 juta, tanggal 22 Juli 2013 Rp 200 juta, tanggal 25 September 2013 Rp 35 juta, tanggal 16 Oktober 2013 Rp 37, tanggal 13 November 2013 Rp 70 juta, tanggal 14 November 2013 Rp 15 juta, tanggal 26 November 2013 Rp 20 juta, 28 November 2017 Rp 20 juta, tanggal 11 Desember 2013 Rp 300 juta, tanggal 16 Desember 2013 Rp 25 juta, tanggal 14 Mei 2014 Rp 150 juta, 18 Juli 2014 Rp 100 juta,  30 Juli 2014 Rp 20 juta, 12 September 2014 Rp 60 juta,  21 Oktober 2014 Rp  190 juta, 6 November 2014 Rp 27 juta, 10 Desember 2014 Rp 40 juta, 23 Januari 2015 Rp 20 juta, 4 Juni 2016 Rp 40 juta, 13 Mei 2016 Rp 30 juta, 16 September 2016 Rp 190 juta, 3 November 2016 Rp 50 juta, 4 November 2016 Rp 50 juta, 7 Desember 2016 Rp 15 juta, 7 Desember 2016 Rp 15 juta, 7 Desember 2016 Rp 15 juta, 7 Desember 2016 Rp 5 juta, 21 Desember 2016 Rp 250 juta, tanggal 22 Februari 2017 Rp 25 juta, 24 Maret 2017 Rp 60 juta, 24 Oktober 2017 Rp 50 juta dan pada tanggal 14 November 2017 sebesar Rp 10 juta.

Namun apa yang dikatakan calon Gubernur NTT ini dihadapaan Majelis Hakim, sepertinya tak jujur sekalipun dirinya sudah bersumpah diatas Kitab Suci. Sebab menurut Marianus Sae, bahwa uang yang diberikan terdakwa terhadap dirinya adalah bantuan saja. Aneh memang, bila seorang pengusaha sekaligus sebagai tim sukses Kepala Daerah yang terpilih, memberikan uang ratusan juta bahkan milliaran rupiah dengan begitu saja tanpa ada imbalannya.

Tidak hanya itu. Marianus Sae jug tak mengakui terus terang, bahwa proyek pemerintah Kab. Ngada yang dikerjakan oleh terdakwa adalah atas perannya. Sihingga perusahaan terdakwa maupun perusahaan milik keluarganya banyak mendapatkan proyek pemerintah yang nilai anggarannya milliaran rupiah. Disis lain Marianus mengakui, bahwa terdakwa pernah meminta proyek dan dirinya mengatakan akan membantu kalau dokumennya lengkap dan memenuhi persyaratan.

“Iya. Saya kenal sudah lama. Sebagai teman dia membantu saya. Dia pernah minta proyek, saya mengatakan akan membantu kalau persyaratannya lengkap,” jawab Marianus Sae.

Sementara keterangan Hendrikus Sao Meo selaku Kabid PU dalam persidanan sebelumnya mengatakan, bahwa dalam pertemuan terdakwa dengan Mariaus Sae, dimana dirinya menyerahkan daftar proyek tahun anggaran 2018 yang sudah disahkan oleh DPRD Kabupaten Ngada pada Desember 2017 ke Bupati. Dan saat itu, terdakwa Wilhelmus Iwan Ulumbu memilih sendiri dihadapan Buapti, dengan member tanda pada beberapa proyek untuk perusahaannya yaitu  PT Sinar 99 Permai termasuk untuk PT Flopindo Raya Bersatu, dimana terdakwa selaku komisaris maupun proyek yang akan di kerjakan PT Sukses Karya Inovatif milik Arie Asali menantu terdakwa.

Keterangan saksi Hendrikus Sao Meo terakit pembagian proyek dibenarkan Clemen Jacobus Hurint Ferdnandez, Kabid anggaran Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) atau sekarang menjadi Badan Keuangan Daerah yang ikut dalam pertemuan itu. Namun saksi Clemen Jacobus Hurint Ferdnandez menjelaskan hanya melihat saat Hendrikus menyerahkan lembaran kertas yang kemudian diketahuinya adalah daftar proyek. Namun dengan jujur saksi ini mengakui pernah menerima uang sebesar Rp 40 juta langsung dari terdakwa.

Selain keterangan Hendrikus, juga keterangan Arie Asali, selaku Direktur PT Indoraya Jaya Perkasa yang juga masih keluarga dekat terdakwa (menantu) terkait proyek pemerintah yang dia minta melalui terdakwa karena dekat dengan Bupati Marianus Sae.

Bila proyek pekerjaan tahun anggaran 2018 sudah ditentukan oleh terdakwa sendiri dihadapan  Bupati yang disaksikan oleh pejabat ULP maupun Dinas PU, bukan tidak mungkin hal itu berlaku pada tahun anggaran sebelumnya. Buktinya, beberapa proyek pemerintah Kabupaten Ngada yang masing-masing pekerjaan bernilai milliaran dimenangkan oleh PT Sinar 99 Permai milik terdakwa dan PT Flopindo.

Hal ini dijelaskan pula oleh Tewe Silvister yang menjabat selaku Kepala Dinas sejak 2011 menjelaskan, bahwa PT Sinar 99 Permai sudah mengerjakan proyek APBD Kab. Nagada sejak 2011 hingga 2017.

Dalam persidangan kali ini pun terungkap, adanya pemberian uang sebesar Rp 1,080 milliar dari Albertus Iwan Susilo. Menurut Iwan, uang itu diserahkannya ke Bupati Marianus melalui terdakwa. Pemberian uang itu adalah sebagai komitmen fee atas proyek pekerjaan yang dikerjakan Iwan bersma terdakwa.
Saksi searah jarum jam, Hendrikus Sao Meo, Clemen Jacobus Hurint Ferdnandez, Tewe Silvister, Paulus Gono, Arnoldus Sewe, Ngetu Petrus
Selain itu, keterangan Wilhelmus Petrus  Bate alias Wimpi Bate juga terungkap adanya penyetoran uang ke Marianus melalui rekening terdakwa yang sudah dikantongi Marianus Sae sejak 2011. Keterangan Wilhelmus Petrus  Bate alias Wimpi Bate kali ini sama dengan keterangan Ngetu Petrus alias Pieter selaku bagian keuangan di Badan Keuangan Daerah Kabupaten Ngada pada sidang sebelumnya.

Petrus mengakui, bahwa dirinya diperintahkan oleh Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Ngada untuk mentrasfer uang tunai kereking terdakwa di Bank BNI tanpa SP2D (surat perintah pencairan dana) yang totalnya Rp 450 juta.

“Saya diperintahkan untuk transfer uang tunai kerekening BNI Nomor 0213012710, nggak ada hubungannya SP2D, tidak ada SP2D-nya,” jawab saksi terus terang saat itu. Saksi ini juga menerima uang dari terdakwa sebesar Rp 20 juta.

Usai persidangan, terkait keterangan Marianus Sae dan saksi lannya, JPU KPK Ronald F Rorotikan kepada wartawan media ini menjelaskan, bahwa rekening terdakwa sudah dikuasi oleh Marianus sejak 2011 hingga Februari 2018.

JPU KPK Ronald menjelaskan, penguasaan rekening terdakwa oleh Marianus Sae, berawa saat Marianus Sae curhat dengan terdakwa, bahwa dia (Marianus Sae) membutuhkan uang untuk biaya operasionalnya dan biaya untuk Pilkada setelah Marianus Sae menjabat Bupati Ngada.

“Dan sebagai timbalbaliknya, terdakwa pun meminta proyek. Kan tidak ada yang gratis dan  Marianus pun mengatakan akan dibantu asalkan dokumennya lengkap,” kata JPU KPK Ronald menjelaskan.

Pada saat terdakwa mengikuti lelang yang diadakan oleh pemerintah Kabupaten Ngada melalui ULP (Unit Layanan Pengadaan), diaman terdakwa sebagai peserta lelang selalu dimenangkan. PT Sinar 99 Permai dan PT Flopondo selalu dimenangkan, karena informasi dan persyaratan dokumen sudah diberitahukan kepada terdakwa.

“Kan semua informasi sudah diberikan dulu ke terdakwa. Kalau sudah diberikan informasi lebih dulu ke peserta lelang, itu sudah pasti kemenangan bagi peserta itu. Karena tidak semua informasi diberikan kepeserta lelang karena ada rahasia bagi panitia lelang,” lanjut Ronald.

Saat ditanya terkait uang yang diterima Marianus Sae dari terdakwa sejak 2011 hingga 2018, JPU KPK Ronald mengungkapkan, bahwa total uang yang diterima Marianus dari terdakwa seseuai dengan dakwaan sebesar Rp 2,6 milliar, tetapi ada uang dari Iwan Susilo untuk Bupati yang dititipkan melalui terakwa sebesar Rp 1.080 M.

“Kalau dalam dakwaan kita, total uang yang diterima Marianus Sae dari terdakwa sebesar Rp 2,6 sekian milliar. Tapi selain itu ada pemebrian uang dari Albertus Iwan Susilo ke Marianus sebesar Rp 1.080 milliar melalui terdakwa atas permintaan Marianus. Pemberian uang itu sebagai komitmen fee atas permintaan Marianus,” ungkap JPU KPK Ronald.

JPU KPK Ronald juga mengungkapkan terkait aliran uang dari BKP ke Bupati Ngada Marianus Sae melalui rekening terdakwa yang sudh dikantongi Marianus. Pegawai BKD mengatakan dalamm persidangan sebelumnya, adanya penyetoran uang tunai ke reekening terdakwa tanpa ada dokumen SP2D.

“Memang kita belum dalami apakah benar ada pemotongan anggaran di BKD yang disetorkan kepada  oleh BKD terhadap Marianus memlaui terdakwa. Tapi dari keterangan saksi tadi,  ada dugaan terjadi pemotongan anggaran yang menurut saksi tadi seperti uang lembur,” ungkap JPU KPK Ronald.

Terkait keterangan Bupati Ngada Marianus Sae dalam pekerjaan Jalan Waepana – Waebia yang dikatakannya bengkok supaya diluruskan. Sementara menurut saksi sebelumnya yaitu Kepala Dinas PU Tewe Silvister mengatakan, bahawa pekerjaan Jalan Waepana – Waebia belum masuk dalam anggaran tahun 2018, dan Jalan tersebut sudah dikerjakan oleh PT Sinar 99 Permai tahun 2017.

Menggapi hal ini, JPU KPK Ronald menjelaskan, Marianus mememang megakatakan bahwa Jalan Waepana – Waebia supaya dikerjakan oleh PT Sinar 99 Peramai karena ada yang bengkok supaya diluruskan. Menurut Bupati, pekerjaan itu partisipasi terdakwa tidak dari anggaran.

“Jalan Waepana – Waebia katanya ada yang bengkok, jadi supaya diluruskan oleh PT Sinar 99 Per,ai dengan biaya partisipasi bukan dari anggaran. Tapi untuk meluruskan itu kan perlua ada anggaran dari APBD. Bupati beralasan, partisipasi terdakwa, bukan dari anggaran APBD. Tapi faktanya belum dikerjakan oleh PT Sinar 99 Permai karena beum ada anggarannya,” ujar JPU KPK Ronald.

“Kalau Bupati tiba-tiba menunjuk salah satu perusahaan untuk mengerjakan proyek Jalan, sementara itu tidak masuk dalam anggaran, apa dasarnya. Harusnya kan ada pelelangan dulu” pungkas JPU KPK Ronald.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top