Terdakwa Hendarwan |
dikembangkan#
beritakotrupsi.co – Jumat, 18 Mei 2018, Jakasa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut terdakwa Hendarwan M, selaku Komisiaris PT Enfys Nusantara Karya (PT ENK) dengan pidana penjara selama 3 tahun, dalam kasus suap Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono sebesar Rp 250 juta pada tahun 2015 lalu untuk mendapatkan pekerjaan proyek pembangunan Jembatan Kedungkadang Kota Malang.
Tuntutan itu diucapkan oleh JPU KPK Arif Soehermanto dkk, saat membacakan surat tuntutannya dalam persidangan di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Suraba dengan Ketau Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti. Sementara terdakwa Hendarwan didampingi Penasehat Hukumnya.
Terdakwa Hendarwan selaku pemilik PT ENK ini ibarat “hendak memeluk gunung apa daya tangan tak sampai, sudah jatuh tertimpa tangga lalu terinjak”.
“Saya biasanya bergerak dibidang kesehatan, belum pernah mengerjakan proyek baru kali ini tapi begini jadinya. Saya hanya percaya dengan teman-teman yang sudah lama saya kenal. Uang yang 1,8 milliar itu katanya untuk mengganti kerugian negara, ada kwitansi dari Sekda. Tapi ya begini, saya jadi masuk “Pondok” (penjara.red),” itulah cerita Hendarwan pada minggu lalu kepada wartawan media ini.
Sebab, perusahaan Hendarwan yang tinggal di Kota Bandung, Jawa Barat ini biasanya bergerak dibidang kesehatan, dan belum pernah mengerjakan proyek konstruksi. Namun karena keinganannya untuk mengembangkan usahanya serta adanya dukungan dari orang-orang dekatnya di Kota Malang, Hendarwan pun mulai “merayap” untuk mengerjakan proyek Jembatan Kedungkandang Kota Malang yang sudah mangkrak sejak 2012 karena ditinggal oleh kontraktor sebelumnya.
Perlu diketahui. Proyek Kedungkandang Kota Malang ini juga berkaitan dengan kasus Korupsi kredit macet Bank Jatim ke PT Surya Graha Semesta (SGS) pada tahun 2010 lalu sebesar Rp 306.050.000.000, yang merugikan keuangan negara senilai Rp 155.036.704.864.
Untuk mendapatkan pekerjaan proyek Kedungkandang Kota Malang, Hendarwan selaku Komisaris PT ENK dibantu beberapa rekannya, diantaranya Erik Armando Talla yang punya jaringan luas dengan beberapa pejabat dan berteman dekat dengan Direktur Jawa Pos Radar Malang, Lazuardi Firdaus selaku Wartawan Radar Malang, Nishan Fiksriyoso Direktur PT ENK dan Abdullah Fanani serta beberapa orang lainnya.
Terdakwa Hendarwan merogoh dompetnya sebesar Rp 250 juta untuk diberikan melalui Erik Armando Talla kepada Moch. Arif Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang agar bersedia mengusulkan pekerjaan proyek Jembatan Kedungkandang masuk dalam anggaran APBD Kota Malang Tanhun Anggaran 2016.
Selain uang Rp 250 juta itu, pengusaha muda ini pun mengeluarkan uangnya sebesar Rp 1,8 milliar yang diserahkan kepada Sekada Kota Malang yang saat itu dijabat Sofiya. Uang sebesar Rp 1,8 M itu untuk mengganti kerugian negara dalam pekerjaan jembatan Kedungkandang tahun 2012 yang ditinggal oleh kontraktor sebelumnya dan kasus itu sempat ditangani Polres Malang.
Pekerjaan proyek Jembatan Kedungkandang tak jadi dikerjakan, uang milliaran lenyap begitu saja dan perusahaannya pun bubar, kini pengusaha muda anak pejabat itu pun meringkuk dibalik teralis besi penjara. “Ibara sudah jatuh tertimpa tangga terinjak pula”.
Kasus suap Ketua DPRD Kota Malang yang menjerat Hendarwan ini adalah jilid III. Sedangkan jilid II dengan terdakwa Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, selaku penerima suap yang disebut dengan istilah “Pokir (pokok-pokok pikiran)” sebesar Rp 700 juta pada tahun 2015, untuk pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 yang diajukan Pemkot Malang, yang salah satunya pembahasan Jembatan Kedundang.
Dalam kasus ini, JPU KPK menjerat Moch. Arif Wicaksono dengan pasal 12 huruh b UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan tuntutan pidana penjara selama 7 tahun. Terdakwa Arif tinggal menunggu “suara palu” Majelis Hakim untuk menentukannya berapa lama menjadi penghuni baru Hotel Prodeo alias Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) yang sesak dan pengap tanpa ada fasilitas mewah, serta makanan “apa adanya”.
Sedangkan Jilid I dengan terdakwa Jarot Edi Sulistiyono selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Kota Malang sebagai penyuap ketua Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono yang disebut dengan istilah “Pokir (pokok-pokok pikiran)” sebesar Rp 700 juta pada tahun 2015, untuk pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 yang diajukan Pemkot Malang, yang salah satunya pembahasan Jembatan Kedundang.
Jarot Edi Sulistiyono dinyatakan terbukti bersalah dan dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Unang Tindak Pidana Korupsi. Majelis Hakim menghukumnya dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Dalam jilid IV ada sebanyak 19 orang yang masih berstatus tersangka dan sudah ditahan oleh penyidik KPK, diantaranya Wali Kota Malang sekaligus sebagai petahanan Calon Wali Kota Malang Moch. Anton, bersama 18 anggota DPRD.
Dalam kasus ini Moch. Anton adalah sebagai “pemeberi suap” terhadap ketua Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono yang disebut dengan istilah “Pokir (pokok-pokok pikiran)” sebesar Rp 700 juta pada tahun 2015, untuk pembahasan Perubahan APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2015 yang diajukan Pemkot Malang, yang salah satunya pembahasan Jembatan Kedundang.
Sedangkan ke- 18 tersangka anggota DPRD Kota Malang selaku penerima uang “pokir” itu antara lain Yaqud Ananda Qudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS sekaligus salah satu calon Wali Kota Malang dalam Pilkada 2018), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), H.M. Zainudin (Wakil Ketua DPRD Kota Malang/PKB), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Salamet (Ketua Fraksi Gerindra), Wiwik Heri Astuti (Wakil Ketua DPRD Kota Malang/Partai Demokrat), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Partai Demokrat), Abdul. Hakim (Ketua DPRD/PDIP), Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Partai Golkar), Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB), Syaifur Rusdi (Fraksi PAN), Tri Yudiani (Fraksi PDIP), Heri Puji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Heri Subianto (Ketua Fraksi Demokrat), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD/Partai Golkar), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar) serta Abdurachman dari Fraksi PKB.
Lalu jilid V ? Eits….! Bisa jadi masih bertambah seperti yang dipertanyakkan terpidana Jarot Edy Sulistiyono dalam persidangan beberapwa waktu lalu, yaitu Cipto Wiyono mantan Sekda Kota Malang yang saat ini menjabat Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov. Jatim, Teddy Sujadi Sumarna selaku Kabid di Dinas PU-PPB. Karena Kedua orang ini “berperan” dalam pengumpulan uang “pokir” untuk sang Ketua Dewan yang terhormat. Belum lagi Erik Armando Talla dan Lauzuardi Firdaus. Tetapi semuanya tergantung ditangan lembaga anti rasuah.
Sementara dalam surat tuntutan JPU KPK disebutkan, bahwa terdakwa Hendarwan selaku Komisiaris PT ENK terkait pemeberian uang suap terhadap Moch. Arif Wicaksono agar Ketua DPRD Kota Malang ini mengusulkan kepada Pemerintah Kota Malang untuk memasukkan anggaran proyek jembatan Kedungkandang Kota Malang, yang pekerjaannya “terbengkalai” sejak tahun 2012 lalu ke dalam APBD Tahun Anggaran 2016.
JPU KPK menyatakan dalam surat tuntutannya, bahwa terdakwa Hendarwan bersama-sama dengan Erik Armando Talla, pada tanggal 1 Juli 2015 bertempat di rumah dinas ketua DPRD Kota Malang, Jalan R. Panji Soeroso Nomor 7 Kota Malang Jawa Timur, melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sebesar Rp 250 juta kepada Moch. Arif Wicaksono selaku ketua DPRD Kota Malang dengan maksud, supaya Moch. Arif Wicaksono memberikan persetujuan penganggaran kembali proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang dalam APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2016 yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme juncto pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD juncto UU RI Nomor Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD dan pasal 188 ayat (3) UU RI Nomor Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut;
“Pada sekitar bulan Maret - Mei 2015 bertempat di Hotel Ibis Surabaya, terdakwa selaku komisaris PT ENK yang bergerak di bidang konstruksi (kontraktor), dan Nishan Fiksriyoso selaku Direktur Utama (Dirut) PT ENK, melakukan pertemuan dengan Erik Armando Talla dan Abdullah Fanani, untuk membicarakan keinginan terdakwa mendapatkan pekerjaan proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang yang berhenti pelaksanaannya sejak tahun 2012 lalu,” ucap JPU KPK
Dalam pertemuan itu, lanjut JPU KPK, terdakwa meminta bantuan Erik Armando Talla yang dikenal mempunyai banyak koneksi atau kedekatan dengan sejumlah pejabat di Kota Malang, untuk melobi atau melakukan pendekatan ke pihak DPRD Kota Malang supaya proyek tersebut dapat dianggarkan kembali dalam APBD Kota Malang.
Menindaklanjuti permintaan terdawa tersebut, pada tanggal 24 Juni 2015, Erik Armando Talla mengajak Lazuardi Firdaus (saat persidangan dengan terdakwa Moch. Arif Wicaksono, Lazuardi Firdaus adalah wartawan harian Radar Malang group Jawa Pos) yang merupakan teman dekat Moch. Arif Wicaksono untuk melakukan pertemuan dengan terdakwa di Hotel Regent’s Park Malang, dan dalam pertemuan itu Erik Armando Talla membicarakan sejumlah proyek diantaranya proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang yang ingin dikerjakan oleh terdakwa.
“Beberapa hari kemudian, Erik Armando Talla menemui Moch. Arief Wicaksono di rumah dinasnya untuk menegaskan kembali keinginan terdakwa mendapatkan pekerjaan proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang, agar anggarannya dimasukkan dalam APBD-P 2015, dan bersedia memberikan imbalan/fee, dan Moch. Arif Wicaksono bersedia mengupayakan dengan meminta imbalan sebesar Rp 250 sampai dengan Rp 300 juta. Kemudian Erik Armando Talla menyanggupi sebesar Rp 250 juta dan setujui oleh Moch. Arif Wicaksono dengan meminta agar uang itu segera direalisasikan secepatnya.
“Dan Erik Arman Talla kemudian menyampaikan kesepakatan pemberian uang tersebut kepada terdakwa, yang selanjutnya disanggupi oleh terdakwa dengan meminta Nishan Fiksriyoso untuk merealisasikan dengan mengirimkan uang sebesar Rp 50 juta melalui rekening Bank Mandiri Nomor 14400-14631300 milik Erik Armando Talla,” kata JPU KPK
“Sementara uang kekurangan sebesar Rp 200 juta, Nishan Fiksriyoso meminta bantuan Erik Armando Talla agar meminjam kepada orang lain, dengan alasan bahwa kas PT ENK tidak cukup, dan berjanji akan mengembalikan. Dan Erik Armando Talla pun kemudian meminjam uang kepada Abdullah Fanani sebesar Rp 200 juta, sehingga jumlah uang yang terkumpul sebesar Rp 250 juta,” kata JPU KPK kemudian dalam dalam tuntutannya.
JPU KPK menjelaskan, pada tanggal 1 Juli 2015, Erik Armando Talla bersama sopirnya Abdul khamid dan Abdullah Fanani mendatangi rumah dinas Moch. Arif Wicaksono. Selanjutnya Erik Armando Talla didampingi Abdullah Fanani menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta langsung kepada Moch. Arif Wicaksono.
Beberapa hari kemudian, Erik Armando Talla dan Lazuardi Firdaus kembali melakukan pertemuan dengan Moch. Arif Wicaksono di rumah dinas Ketua DPRD, menanyakan perkembangan penganggaran pembangunan jembatan Kedungkandang yang kemudian disampaikan oleh Moch. Arif Wicaksono telah menolak usulan Pemerintah Kota Malang, yang hanya menganggarkan dana sebesar Rp 1 Miliar untuk proyek lanjutan pembangunan jembatan Kedungkandang dalam APBD-P Kota Malang Tahun Anggaran 2015, karena nilainya terlalu kecil. Sehingga proyek tersebut akan dianggarkan dalam APBD Kota Malang Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 95 milliar.
Beberapa hari kemudian, Erik Armando Talla kembali melakukan pertemuan dengan Moch. Arif Wicaksono di rumah dinas Ketua DPRD, dan dalam pertemuan itu Moch. Arif Wicaksono memperlihatkan draf Nota Kesepakatan antara Wali Kota dengan pimpinan DPRD Kota Malang tentang pelaksanaan dan pembiayaan proyek pembangunan jembatan Kedungkandang dengan nilai total sebesar Rp 95 miliar selama 3 tahun yang bersumber dari APBD.
“Pada tanggal 12 Oktober 2015, DPRD Kota Malang menyetujui anggaran proyek pembangunan jembatan Kedungkandang secara multiyears dengan cara, Moch. Arif Wicaksono dan Moch. Anton selaku Wali Kota Malang menandatangani nota kesepakatan Nomor 050/49.1/35.7.123/2015 dan Nomor 188.4/64/35.73.201/2015 tentang penganggaran kegiatan tahun jamak pembangunan jembatan Kedungkandang dengan total anggaran sebesar Rp 95 miliar dengan alokasi anggaran pada tahun 2016 senilai Rp 30 miliar, tahun 2017 sebesar Rp 35 miliar dan tahun 2018 sejumlah Rp 30 miliar,” lanjut JPU KPK
JPU KPK pun menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menuntut; Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili dan memeriksa perkara ini untuk; Menyatakan terdakwa Hendarwan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan supsider; Menjatuhkan hukuman berupa hukuman pidan penjara selama 3 tahun, denda sebesar Rp 50 juta. Bila mana terdakwa tidak membayar maka diganti kurungan selama 2 bulan,” kata JPU KPK dakhir surat tuntannya.
Atas surat tuntutan JPU KPK, Ketu Majelis Hakim H.R. Unggul Warso Murti memberikan waktu sepekan bagi terdakwa maupun penasehat hukumnya untuk menyampaikan Pledoi atau pembelaan.
“Saudara punya hak untuk menyampaikan Pembelaan. Majelis memberikan waktu 1 minggu ia,” ucap Hakim Unggul.
Usai persidangan, saat wartawan media ini menanyakkan kepada JPU KPK Arif Soehermato terkait beberapa orang yang terlibat dalam kasus suap terdakwa Ketua DPRD Kota Malang dalam pembahasan anggaran APBD-P Kota Malang TA 2015 maupun Jembatan Kedungkandang mengatakan, untuk sementara KPK lebih focus untuk menyelesaikan kasus lain seperti tersangka Moch. Anton dan 18 anggota DPRD Kota Malang.
“KPK saat ini masih focus untuk menyelesaikan kasus lain, kan masih ada Moch. Anton dan 18 anggota DPRD,” ucap JPU KPK Arif.
“Termasuk Cipto Wiyono dan Teddy ?. lalu bagaimaan dengan Erik Armando Talla dan Lazuardi Firdaus,” tanya wartawan ini kemudian.
Menurut JPU KPK Arif, semua nama-nama yang yang disebutkan dalam surat dakwaan biasanya akan dikembangkan oleh KPK.
“Nama-nama yang yang disebutkan dalam surat dakwaan biasanya akan dikembangkan oleh KPK,” ucap JPU KPK Arif. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :