Pudji Umbaran, Direktur RSUD Jombang |
Puskesmas jombang yang dibagikan untuk Kepala
Puskesmas dan pegawai lainnya.
- Dalam persidangan juga terungkap, dokter Samijan suami
terdakwa menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta ke Bupati melalui Kepala BKD untuk memperoleh SK terdakwa
beritakorupsi.co – Sejak tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) maupun penyidikan terhadap DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Wali Kota termasuk beberapa pejabat lainya di Jawa Timur pada Maret 2017 hingga Februari 2018, sepertinya masih akan bertahan lama untuk “mengobok-ngobok” beberapa pejabat di berbagai instansi yang berkaitan dengan kasus suap Kepala Daerah di Jatim.
Hal itu terungkap dari fakta persidangan, setelah Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, mengadili para terdakwa yang terjaring OTT mapun dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh KPK, 1. Kasus suap OTT terhadap 3 Direksi PT PAL (BUMN) dan 1 swasta (pada akhir Maret 2017),; 2. Kasus OTT terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim, 2 Kepala Dinas dan 3 Staf selalku PNS (pada Juni 2017),; 3. Kasus OTT terhadap Ketua bersama 2 Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan 1 Kepala Dinas (juga pada Juni 2017) kemudian berlanjut dibulan yang sama dengan ditetapkannya Wali Kota Mojokerto jadi tersangka,; 4. Kasus OTT Bupati dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan bersama Kepala Inspektorat bersama bawahannya dan Kepala Desa Dasuk (pada Agustus 2017),; 5. Kasus OTT Wali Kota Batu, Malang Jawa – Timur dan Kabag ULP bersama 1 pengusaha (pada September 2017),; 6. Kasus OTT terhadap Bupati Nganjuk bersama 2 Kepala Dinas, 1 pejabat RSUD dan 1 Kepala Sekolah SMPN (September 2017),; 7. Kasus OTT Bupati Jombang bersama Plt. Kepala Dinas Kesehatan (3 Februari 2018) dan 8. Kasus Korupsi “suap” APBD Kota Malang tahun 2015 yang menyeret Kepala Dinas PUPR, Ketua DPRD, kontraktor, Wali Kota dan 18 anggota DPRD Kota Malang (Penyidikan KPK) serta 9. Kasus Korupsi gratifikasi Bupati Mojokerto (penyidikan KPK), yang sebelumnya pada tahun 2016 kasus Korupsi gratifikasi Wali Kota Madiun terpidana Bambang Irianto (penyidikan KPK).
Sebab dari kasus perkara tersebut diatas saat dalam persidangan, Majelis Hakim memerintahkan JPU KPK untuk memeriksa atau mendalami beberapa orang saksi yang diduga terkait dengan kasus perkara yang sedang disidangkan, diantaranya kasus suap bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko. Namun apakah KPK akan menindaklanjutinya atau cukup pada terdakwa yang diseret ke Pengadilan Tipikor ? Yang jelas, hanya KPK yang dapat menjawabnya.
Pada Selasa, 15 Mei 2018, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipokor Surabaya H.R Unggul Warso Murti, memerintahkan JPU KPK untuk mengusut dana kapitasi BPJS di 34 Puskesmas se- Kabupaten Jombang, setelah mendengarkan keterangan saksi Pudji Umbaran selaku Direktur RSUD Jombang hingga sekarang, yang sempat merangkap sebagai Plt. Kepala Dinas Kesehatan Jombang pada tahun 2017.
Dalam persidangan yang berlangsung diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya (Selasa, 15 Mei 2018), adalah agenda mendengarkan keterangan 3 orang saksi yang dihadirkan oleh JPU KPK dalam 2 session. Saksi yang dimaksud adalah W.E. Tjitrawatie, SH., MSi alias Cici (Plt. Dinas Budaya dan Pariwisata Kab. Jombang), warga Jl. Ir. H. Juanda I/8 Kel. Kepanjen, Kec. Jombang dan Budi Nugroho, Kepala Dinas Pendidikan yang sebelumnya Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kab. Jombang warga Jln. Emputantular No 17 Kel. Kepanjen, Kec. Jombang (session I), serta Pudji Umbaran, Direktur RSUD Jombang Jln. Hayam Wuruk II/7-A Jombang (session ke- II).
Ke- 3 saksi ini dihadirkan JPU KPK Dodi Soekmono, Mayhardy Indra Putra, Yadin dan Agus Satrio Wibowo, sebagai saksi di persidangan dalam perkara kasus suap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko selaku penerima suap (belum disidangnkan) dengan terdakwa Inna Silestiyowati yang menjabat sebagai Sekretaris sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupatena Jombang, selaku penyuap.
Saksi W.E. Tjitrawatie dan Budi Nugroho (kiri) |
Menurut Pudji Umbaran, saat itu dirinya hendak mereviu agar dana Kapitasi dari pemotongan jasa pelayanan Puskesmas memiliki payung hukum, karena pemotongan itu dianggap illegal alias tidak sah. Namun dalam perjalannya sebagai Direktur RSUD sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaeten Jombang, pada September 2017 dirinya menunaikan ibadah Haji, sehingga Bupati Jombang menunjuk dokter Widi Cipto Basuki sebagai penggantinya. Dan rencananya untuk mereviu dana Kapitasipun tak jadi
“Terdakwa ini dilantik menjadi sekretaris Dinas pada Maret 2017, dan ditunjuk sebagai Plt. Karena terdakwa mengikuti Diklat selama 95 hari, saya ditunjuk sebagai Plt. Pada saat itu ada pungutan dari jasa pelayananan untuk dana Kapitasi yang tujuannya untuk mengakomodir biaya yang tidak mampu ditanggung oleh Puskesmas. Dari dana Kapitasi pengelolaan Puskesmas itu, 40 persen dipergunakan untuk biaya yang tidak mampu ditanggung oleh Puskemas, yang 60 persen ada potongan untuk setiap Kepala Puskesmas termasuk pegawai dan honor. Saya hanya tahu, sehingga saya hendak meriviu agar ada payung hukumnya, tetapi karena saya ibadah Haji, dan sebagai penggatinya ditunjuk dokter Widi Cipto Basuki sebagai Plt,” kata Pudji Umbaran
Mendengar keterangan saksi Pudji Umbaran, Ketua Majelis Hakim pun memerintahkan JPU KPK untuk mengusut adanya pemotongan jasa pelayanan dari seluruh Puskesmas di Kabupaten Jombang untuk dana Kapitasi yang kemudian dinikamti untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Itu kan tidak boleh untuk dibagikan kesemua. Saudara Jaksa silahkan usut itu,” kata Ketua Majelis Hakim.
Dana Kapitasi dari hasil pemotongan jasa pelayanan di 34 Puskemas se-Kabupaten Jombang yang dilakukan oleh terdakwa sejak menjabat Plt Kepala Dinas Kesehatan sebesar Rp 434 juta, dan 200 juta rupiah diduga diberikan kepada Bupati agar dirinya diangkat menjadi Kepala Dinas.
Pada sidang minggu lalu, Ketua Majelis Hakim juga memerintahkan JPU KPK untuk mendalami keterangan saksi dokter Subur Suprojo selaku pemilik Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Mita Bunda Jombang, yang sedang mengajukan izin operasional dengan “uang haram” sebesar Rp 75 juta yang menjadi “biang kerok” tertangkapnya terdakwa bersama Bupati Jombang pada Februari lalu.
Andai saja dokter Subur Suprojo tidak mengiakan adanya biaya “siluma” Rp 75 juta untuk pengurusan izin operasional RSIA Mita Bunda milinya, yang diminta oleh terdakwa setelah berkomunikasi dengan Abdul Kudus selaku Kepala Dinas Penananman Modan dan PTSP Kabupaten Jombang, bisa jadi “I Nyo” alias Inna dan Nyono tidak akan menginap di Hotel Prodeo alias penjara.
Sementara pada sidang session I dengan saksi W.E. Tjitrawatie dan Budi Nugroho juga terungkap, adanya pemberian uang sebesar Rp 100 juta dalam dua kali penyerahan oleh dokter samijan suami terdakwa, melalui Budi Nugroho. Pemberian uang itu menurut Budi Nugroho, untuk mendapatkan SK asli pengagkatan Inna selaku Sekretaris Dinas Kesehatan.
“Uang Rp 50 juta dari dokter Samijan untuk Bupati sebelum pelantikan dan 50 juta lagi setelah pelantikan. Uang itu saya serahkan langsung ke Bupati,” kata Budi Nugroho
Sementera keterangan saksi W.E. Tjitrawatie alias Cici menjelaskan, bahwa terdakwa pernah menyampaikan terkait penambahan perawat di Puskesmas pedesaan dengan uang sebesar Rp 40 juta. Selain itu, saksi juga mengungkapkan bahwa terdakwa menyampaikan rencana terdakwa untuk memberikan uang sebesar Rp 75 juta ke Bupati dari pengurusan izin operasional RSIA Mitra Bunda.
Namun saat JPU KPK menanyakkan saksi, mengapa terdakwa selalu berkordinasi dengan dirinya, Cici tak menjelaskannya lebih jelas. Cici hanya mengungkapkan bahwa hal itu dilakukan terdakwa karena sesame wanita.
“Saya tidak tau, mungkin karena sama-sama wanita,” kata Cici enteng.
Usai persidangan, JPU KPK Dodi Soekmono kepada media ini mengatakan, bahwa pemberian uang oleh suami terdakwa kepada Buapti untuk memperoleh SK asli pengangkatan Inna mejadi Sekretaris Dinas Kesehatan.
“Samijan itu kan suami terdakwa. Pemberian uang sebesar 50 juta sebanyak 2 kali oleh Samijan ke Bupati melalui Budi Nugroho saat menjabat sebagi Kepala BKD untuk memperoleh SK asli pengangkatan Inna sebagai Sekretaris Dinas. Yang pertama sebelum dilantik dan yang kedua sesudah dilantik,” kata JPU KPK Dodi.
Terkait dana Kapitasi yang disampaikan Pudji Umbaran, menurut JPU KPK Dodi akan mengungkapnya dalam fakta persidangan berikutnya.
“Menurut Dia tidak tau, yang dia tau ada Kapitasi yang diambil dari pemotongan jasa pelayanan Puskesmas. Jasa pelayanan itu 60 persen ada potongan yang dibagikan ke Kepala Puskesmas. Itu akan kita ungkapkan dalam fakta persidangan berikutnya,” kata JPU KPK Dodi.
JPU KPK Dodi menambahkan, pada saat Pudji Umbaran menjabat sebagi Plt. Kepala Dinas Kesehatan, Dia mengetahui. Lalu Pudji Umbaran berencana akan mereviu agar pemotongan jasa pelayanan Puskesmas untuk dana Kapitasi memiliki payung hukum. Namun belum terlaksana karena Pudji Umbaran menunaikan ibadah Haji.
“Pada saat Pudji Umbaran menjadi Plt, dia hendak mereviu agar pemotongan itu memliki payung hukum. Namun belum selesai hingga saat ini, namanya illegal. Dalam perjalanannya dia menuaikan ibadah haji, sehingga diganti lagi Plt yaitu Widi Cipto Basuki,” ujar JPU KPK Dodi.
Namun saat ditanya lebih lanjut terkait perintah Majelis Hakim agar KPK mengusut adanya pemotongan dana Kapitasi di seluruh Puskesmas Jombang, menurut JPU KPK Dodi akan menyampaikannya sesuai fakta persidangan.
“Kami hanya membuktikan dalam persidangan. Kalau kemungkinan, kita akan sampaikan,” jawab JPU KPK Dodi. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :