0
Mantan Wali Kota Kediri,  Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD
#Majelis Hakim Perintahkan JPU untuk memeriksa dan memproses hukum ke Pengadilan Tipikor mantan Wali Kota Kediri Samsul Ashar #



beritakorupsi.
co - Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD, mantan Wali Kota Kediri tahun 2009 – 2014, mungkin saat ini mulai gelisah dan tak bisa tidur nyenyak, sekalipun kamar tidurnya  ber AC, atau bisa juga makan pun tak selera, setelah Majelis Hakim membacakan putusannya terhadap 3 terdakwa dalam kasus Korupsi pembangunan proyek Jembatan Brawijaya Kota Kediri tahun 2011 lalu, yang menelan anggaran sebesar Rp 66.409.000.000 dari APBD Kota Kediri yang merugikan keuangan negara senilai Rp 13.797.727.290,87 sen, pada Senin, 7 Mei 2018.

Saat Majelis Hakim membacakan putusannya terhadap Ketiga terdakwa, yakitu Kasnan selaku  Kepala Dinas PU Kota Kediri tahun 2010 hingga 2013 sekaligus selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Nur Iman Satriyo Widodo (PPKm) dan Wijanto (Ketua Pengadaan), memerintahkan Jaksa untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan dan memproses hukum ke Pengadilan Tipikor terhadap Samsul Ashar mantan Wali Kota Kediri dan  Hartoyo, Cahyo Wijoyo, Agus Wahyudi serta Hermanto.

“Majelis Hakim memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan dan memproses hukum ke Pengadilan Tipikor terhadap Samsul Ashar, Cahyo Wijoyo, Agus Wahyudi dan Hermanto,” perintah Majelis Hakim dalam putusannya.

Sementara itu, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa Kasnan dan Nur Iman Satriyo Widodo, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan sebagaimana dalam dakwaan Komulatif yaitu pasal 3 dan pasal 12 huruf b junckto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Sedangkan terdakwa Wiyanto terbukti melanggar pasal 3 UU Korupsi.

“Menghukum terdakwa Kasan dengan hukuman pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 100. Apa bila terdakwa tidak membayar maka diganti dengan  kururugan selama 3 bulan. Selain itu, menghukum terdakwa untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 396.500.000, dan apa bila terdakwa tidak membayar maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi kerugian negara, apa bila tidak mencukupi maka diganti dipenjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim Iwayan.

Foto dari kanan, Kasnan, Wijayanto dan Nur Iman Satriyo Widodo
 Untuk terdakwa Nur Iman Satriyo Widodo divonis pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan dan denda sebesar Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Wijanto dihukum penjara 3 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai Iwayan Sosisawan dengan dibantu 2 Hakim anggota masing –masing Hakim Ad Hock yakni M. Mahin dan Agusudarianto, dalam sidang yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya Surabaya dengan agenda pembacaan putusan (Vonis) terhadap 3 terdakwa, termasuk Nur Iman Satriyo Widodo selaku Pejabat Pembuat Komitmen/PPKm) dan Wiyanto (Ketua Panitia pengadaan)  Ketiga terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing, serta dihadiri JPU Sigit dari Kajari Kediri.

Dalam amar putusan Majelis Hakim menyatakan, pada tahun 2010 Dinas PU Kota Kediri melakukan lelang pekerjaan pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri dengan anggaran sebesar Rp 66.409.000.000, berdasarkan penunjukan penyedia Barang/Jasa No. 1538/VIII/SPPBJ/APBD/2010 tanggal 21 Oktober 2010 dan SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja) No.1856/IX/SPMK FISIK/APBD/2010 tanggal 27 September 2010 dengan jangka waktu proyek 2010 – 2013. Pemenag lelang adalah PT Surya Graha Semesta (SGS) namun dikerjakan oleh PT Fajar Parahiyangan (Group PT SGS)

Majelis Hakim menyatakan, bahwa anggaran untuk pembangunan proyek multiyars Jembatan Brawijaya Kota Kediri baru tersedia tahun 2011, namun pekerjaan sudah dilakukan pada tahun 2010, pada hal anggarannya belum tersedia serta belum mendapat persetujuan dari DPRD Kota Kediri. Sementara proses lelang yang dibuat oleh panitia lelang hanyalah pemberkasan.

Samsul Ashar  sebagai Wali Kota Kediri tidak mengetahui ada tidaknya anggran untuk pembangunan proyek tersebut namun justru menanyakkan ke Kasnan selaku Kadis PU, apakah ada anggarannya atau tidak.

Lalu kemudian, lanjut Majelis Hakim, Samsul Ashar selaku Wali Kota Kediri mengusulkan ke DPRD Kota Kediri. Dari usulan itu pun ada persetujuan Ketua DPRD tanpa ada rapat pleno di Dewan. Ironisnya, Ketua DRPD saat itu pun sempat mendapat mosi tak percaya dari seluruh anggota DPRD Kota Kediri

Selain itu, Majelis Hakim mengungkapkan berdasarkan fakta persidangan yang terungkap, adanya pertemuan antara Samsul Ashar selaku Wali Kota namun belum dilantik dengan Widjianto Hadi Wiyono dari PT SGS disalah satu Hotel di Surabaya untuk membicarakan fee sebesar 5 persen nalai anggaran proyek pembangunan Jembatan Brawijaya Kota Kediri.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa akibat dari perbuatan terdakw mengakibatkan terjadinya kerugian negara sebesar Rp 13.797.727.290,87 sen , haruslah dipertanggungjawabkan. Majelis Hakim pun menolak pembelaan yang disampaikan oleh Penasehat Hukum terdakwa.


 Fakta yang terungkap pada sidang sebelumnya…………..
Foto dari kiri, Abudullah Abubakar (mantan Wkl Wali Kota yang saat ini sebagai Wali Kota),  Nurhasan Ketua DPRD dan mali Kota.   
 Pada Senin, 6 Pebruari 2018, JPU Kejari Kediri dan Kejati Jatim menghadirkan Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD mantan Wali Kota Kediri tahun 2009 – 2014, Wakil Wali Kota yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Kediri periode 2014 – 2019, Abudullah Abubakar dan Nurhasan (mantan Ketua DPRD Kota Kediri 2009 – 2014) sebagai saksi dipersidangan untuk terdakwa Kasnan selaku  Kepala Dinas PU Kota Kediri tahun 2010 hingga 2013 sekaligus selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Nur Iman Satriyo Widodo (PPKm) dan Wijanto (Ketua Pengadaan) dalam kasus Korupsi pembangunan proyek Jembatan Brawijaya Kota Kediri tahun 2011 lalu, yang menelan anggaran sebesar Rp 66.409.000.000 dari APBD Kota Kediri yang merugikan keuangan negara senilai Rp 13.797.727.290,87 sen

Sebab pada tahun 2009/2010, Dinas PU Kota Kediri melakukan lelang untuk 3 Mega Proyek serta sudah ada pemenang lelang namun belum ada anggarannya.

Ke- 3  Mega Proyek itu diantaranya Pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri dengan anggaran Rp Rp 66.409.000.000, berdasarkan penunjukan penyedia Barang/Jasa No. 1538/VIII/SPPBJ/APBD/2010 tanggal 21 Oktober 2010 dan SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja) No.1856/IX/SPMK FISIK/APBD/2010 tanggal 27 September 2010 dengan jangka waktu proyek 2010 – 2013.

Pemenag lelang adalah PT Surya Graha Semesta (SGS) namun dikerjakan oleh PT Fajar Parahiyangan (Group PT SGS), Proyek pembangunan RSUD Gambiran II dengan anggaran Rp 208.685.176.000 dengan SPMK No.1035/X/SPMK FISIK/APBD/2009 tanggal 14 Oktober 2009 dengan masa waktu tanggal 14 Oktober 2009 – 31 Desember 2013. Dikerjakan oleh PT Murni Konstruksi Indonesia (Group PT SGS).

Serta proyek pembangunan gedung Poltek II Kediri dengan nilai anggaran Rp 88.901.861.280 SPMK No. 1035/X/SPMK FISIK/APBD/2009 tanggal 14 Oktober 2009 dengan masa waktu tanggal 14 Oktober 2009 – 22 Desember 2013. Dikerjakan oleh PT Nugraha  Adi Taruna (Group PT SGS)

Dari hasil penyelidikan dan penyidikan pihak Kepolisian menemukan, bahwa proyek pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 14,4 milliar ini, karena Kasenan selaku Pengguna Anggaran, memerintahkan secara langsung Wijanto selaku Ketua Panitia pengadaan di dinas PU, agar segera mengumumkan pelaksanaan lelang menggunakan Engineering Estimate (EE). Selain itu, Kasenan dianggap tidak melakukan pengendaliaan terhadap pelaksanaan anggaran. Tragisnya, nilai pembayaran lebih besar dari fisik pekerjaan jembatan yang terpasang.

Kemudian, penyidik Polda Jatim untuk sementara menetapkan 3 tersangka/terdakwa, diantaranya Kasenan, mantan Kepala Dinas PU Kota Kediri selaku Pengguna Anggaran (PA), Nur Iman Satriyo Widodo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPk), dan Wijanto sebagai Pejabat Pengadaan.

Setelah Samsul Ashar menjadi Wali Kota Kediri dan Abdullah Abukar sebagai Wakil Wali Kota (saat ini menjadi Wali Kota periode 2014 – 2019) yang dilantik pada April 2009 untuk periode 2009 – 2014, Kepala Dinas (Kadis) PU mengajukan proyek pembangunan jembatan Brawijawa Kediri pada Oktober 2010.

Anehnya, mantan Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Gambiran Kediri 2004 – 2011 yang juga mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kota Kediri tahun 2004 –  2011 serta mantan Plh Wadir Yanmed RSUUSD Gambiran Kediri 2006 – 2011 ini, tidak mengetahui ada tidaknya anggran untuk pembangunan proyek tersebut.

Yang lebih anehnya lagi, mantan Ketua Peserta Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo/FK. UNAIR periode 1999 – 2000 ini justru menanyakkan ke Kasnan selaku Kadis PU, apakah ada anggarannya atau tidak.

Lalu kemudian, Dr. H. Samsul Ashar, Sp. PD selaku Wali Kota Kediri mengusulkan ke DPRD Kota Kediri. Dari usulan itu pun ada persetujuan Ketua DPRD tanpa ada rapat pleno di Dewan. Ironisnya, Ketua DRPD saat itu pun sempat mendapat mosi tak percaya dari seluruh anggota Dewan. 

Hal itu terungkap atas pertanyaan JPU Abdul Rasyid yang juga sebagai Kasi Pidsus Kejari Kota Kediri terhadap mantan orang Nomor Satu di Kota Kediri ini dalam persidangan dihadapan 3 Majelis Hakim, diantaranya I Wayan Sosisiawan (Ketua Majelis), M. Mahin dan Agusudarianto Kedaunya sebagai anggota.

Dihadapan Majelis Hakim, JPU Rasyid dkk mengajukan beberapa pertanyaan kepada Samsul Ashar, diantaranya kehadirannya kesalah satu Hotel di Surabaya bersama tim suksesnya, penerima pengajuan pembangunan peroyek jembatan Brawijaya, penerimaan uang ratusan juta hamper setiap bulan sejak 2009 – 2012 yang totalnya sekitar Rp 7 milliar melalui rekening Bank BCA dan Bangk Mandiri milik Fajar saudara sepupunya, permintaan fee sebesar 5 persen dari nilai anggaran kepada Widjianto Hadi Wiyono dari PT SGS. Namun jawaban yang diucapkan mantan orang Nomor 1 di Kota Kediri ini hanya “Lupa, nggak ingat dan nggak tahu”.

“Pada tahun 2010, apakah sudah ada persetujuan anggaran dari Dewan menyangkut pembangunan proyek jembatan Brawijaya ? Setahu saudara, yang membangun jembatan Brawijaya itu siapa yang melaksanakan, bukan pemenang yang sebenarnya kan, tetapi PT Parahyangan,” tanya JPU Rasid. yang dijawab Samsul Ashar “saya lupa”.

“Apakah Bapak punya saudara atau saudara sepupu bernama Fajar, dan pernah meminjam buku rekening BCA dan Bank Mandiri milik Fajar ?,” tanya JPU kemudian. Lagi-lagi “dokter Spesialis penyakit dalam ini tak memberikan keterangan yang jelas.

Satu persatu pertanyaan yang diajukan JPU, tak satupun yang dijawab dengan jelas. Wajah mantan Wali Kota ini terlihat pucat dengan raut wajah berkerut seperti merasa ketakutan. Bisa jadi karena keterangannya saat itu sedang dipantau 2 penyidik Polda Jatim.

Dengan rasa heran atas jawaban mantan Wali Kota Satu Periode itu, JPU Rasyid pun melontarkan kata-kata yang “pedas”.

“Bagaimana Bapak bisa menjadi Wali Kota ? Apa yang Bapak Kerjakan selama menjabat hingga berakhir sebagai Wali Kota ?. Bapak sudah disumpah loh, itu dibawa mati. Usia Bapak berapa, Bapak kan dokter, apa yang membuat Bapak lupa ?,” kata Jaksa Rasyid

Sementara saksi Nurhasan selaku Ketua DPRD Kota Kediri menjawab pertanyaan JPU terkait surat persetujuan yang diberikan atas usulan Wali Kota Samsul Ashar dalam pembangunan jembatan Brawijaya mengatakan, bukan persetujuan balasan surat dari Wali Kota.

Anehnya, dalam inti surat Ketua Dewan ini menyetujui tanpa ada rapat Pansus (Panitia Khusus) dalam sidang Paripurna Dewan. Majelis Hakim pun merasa heran atas jawaban yang diberikan Dewan yang terhormat ini.

“Apa kewenangan saudara membuat persetujuan tanpa ada rapat Pansus ?,” tanya salah satu Hakim Anggota. Namun tak bisa dijawab Nurhasan.

Sementara mantan Wakil Wali Kota yang saat ini menjadi orang nomor satu di Mota Kediri itu tak banyak memberikan keterangan. Karena menurutnya, Ia tidak perah dilibatkan dalam pembangunan Kota Kediri. Majelis Hakim pun menyarankan kepada JPU agar tidak bertanya lebih banyak. Alasannya percuma saja karena tidak tahu.

Usai persidangan, JPU yang juga Kasi Pidsus Kejari Kediri Abdul Rasyid mengatakan, bahwa saksi bisa jadi tersangka berdasarkan fakta persidangan. Namun menurutnya, akan berkordinasi dnegan penyidik Polda Jatim yang saat itu sedang mengikuti jalannya persidangan.

“Berdasarkan fakata persidangan, bisa jadi. Tapi semua tergantung penyidik dan kita akan berkordinasi. Dan persidangan ini kan juga diikuti penyidik Polda,” ucap JPU Rasyid.
“Tapi menurut anda selaku Jaksa berdasarkan keterangan mantan Wali Kota itu, apakah bisa jadi tersaka ?,”  tanya wartawan media ini memperjelas.

“Kalau menurut saya bisa,” jawab JPU Rasysid. 

Terpisah, Wali Kota Abdullah Abubakar, yang menjabat sebagai Wakil Wali Kota Kediri mengatakan, bahwa kasus pembangunan Jembatan Brawijaya Kediri baru diketahuinya setelag Polisi melakukan penyidikan. Sebab menurutnya, Ia tidak pernah dilibatkan.

"Saya tau setelah saya dipanggil oleh Polisi. Sejak awal saya tidak pernah dilibatkan," kata Abubakar. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top